Luas Rumah Subsidi Diperkecil ataukah Sebaliknya? Ini Penjelasan Wakil Menteri PKP

ARASYNEWS.COM – Dalam draf Keputusan Menteri (Kepmen) PKP Nomor/KPTS/M/2025, diatur bahwa luas bangunan rumah umum tapak paling kecil adalah 25 meter persegi dan maksimal 200 meter persegi. Sementara itu, luas lantai rumah ditetapkan antara 18 hingga 35 meter persegi.

Jika dibandingkan dengan aturan sebelumnya, ketentuan dalam draf tersebut menunjukkan penurunan signifikan. Dalam Keputusan Menteri PUPR Nomor 689/KPTS/M/2023, batas minimal luas tanah rumah tapak ditetapkan sebesar 60 meter persegi.

Draf ini menjadi aturan baru yang ditetapkan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP).

Draf ini memuat perubahan spesifikasi pembangunan rumah subsidi, terutama terkait ukuran luas tanah dan lantai rumah.

Sementara itu, perubahan ini tentunya akan mengubah standar rumah layak huni bagi masyarakat di Indonesia.

Dari keterangan Wakil Menteri PKP Fahri Hamzah, mengungkapkan bahwa aturan ini belum sepenuhnya diberlakukan untuk pengurangan ukuran rumah subsidi.

“Sebenarnya itu belum diputuskan,” kata Fahri, dikutip dari Antara, Rabu (3/6/2025).

Dikatakannya, arah kebijakan pemerintah nantinya akan mempertimbangkan untuk memperbesar ukuran rumah subsidi, bukan memperkecil.

“Sebenarnya adalah justru ukurannya dibesarkan. Jadi ada perdebatan tentang itu, yang benar adalah harusnya ukurannya dibesarkan. Dari ukuran yang sekarang itu 36, 40, paling tidak 40 meter persegi,” ungkapnya.

Diungkapkan Fahri, langkah memperbesar ukuran rumah subsidi ini sejalan dengan upaya pemerintah memenuhi standar Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).

“Kita mau justru arahnya ke sana. Sebab standar bagi SDGs itu kira-kira 7,2 meter persegi. Itu SDGs ya, kita harus pakai itu. Tidak boleh dikecilkan itu karena itu standarnya. Kalau rumah itu mau dinyatakan layak, maka kita harus pakai SDGs,” jelas Fahri.

Selain mempertimbangkan ukuran, dikatakan Fahri, pemerintah juga mulai mengarahkan pembangunan hunian ke model vertikal seperti rumah susun. Hal ini menjadi respons terhadap makin terbatasnya lahan dan kebutuhan akan ketersediaan ruang untuk produksi dan ketahanan pangan nasional.

“Orientasi kita adalah membangun rumah vertikal, rumah susun, flat, apartemen dan sebagainya. Pokoknya, ukurannya harus kita sesuaikan dengan standar rumah layak menurut PBB. Ini yang kita pakai nanti ke depan,” pungkas Fahri. []

You May Also Like