Bekerja Ikhlas Membantu Sesama Tanpa Pamrih

ARASYNEWS.COM – Manusia hidup di dunia memiliki tugas dan kewajiban, baik kewajiban kepada Khaliqnya (sang pencipta), maupun kewajiban terhadap dirinya atau kepada orang lain. Terutama kewajiban kepada orang yang menjadi tanggung jawabnya atau keluarganya, baik tanggungjawab dalam masalah pendidikan maupun nafkah sandang, pangan dan papan sesuai dengan kesanggupan, dan bertanggungjawab pada pekerjaan dan tugas jabatannya.

Untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawab tersebut manusia harus berusaha dan berikhtiar untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarganya menurut kemampuan yang ada atau juga kebutuhan orang banyak yang dipimpinnya.

Bekerja yang kita lakukan itu adalah ikhtiar. Dan sebagai orang beriman, ikhtiar itu harus disertai dengan tawakkal kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan juga disertai dengan penuh keikhlasan dan kerelaan mengemban tugas mulia, untuk modal beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Allah berfirman

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Hasyr/59: 18).

Artinya: sebagai seorang muslim, orientasi kerjanya tidak hanya terbatas pada kehidupan di dunia tapi juga demi kehidupan akhirat yang kekal dan abadi. Seluruh aktifitas kerja di dunia harus disadari sebagai perjalanan menuju kehidupan akhirat yang hakiki.

Dikutip dalam Al-Qur’an, Allah berfirman

وَقُلِ اعْمَلُوْا فَسَيَرَى اللّٰهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُوْلُهٗ وَالْمُؤْمِنُوْنَۗ وَسَتُرَدُّوْنَ اِلٰى عٰلِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَۚ

Artinya: Katakanlah (Nabi Muhammad), “Bekerjalah! Maka, Allah, rasul-Nya, dan orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu. Kamu akan dikembalikan kepada (Zat) yang mengetahui yang gaib dan yang nyata. Lalu, Dia akan memberitakan kepada kamu apa yang selama ini kamu kerjakan.” (QS. al-Taubah/9: 105)

Al-Qur’an selalu memotivasi setiap pemeluknya untuk senantiasa berkreasi dan berinovasi. Bahkan Islam memberi landasan yang mendasar, bahwa sebuah kerja keras harus dilandasi niat yang benar, serta sadar bahwa setiap prestasi kerja kita akan dinilai oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Rasulullah, dan orang beriman.

Dalam hadist Nabi dijelaskan bahwa seseorang akan dicintai oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala jika mengerjakan sesuatu dengan penuh ketekunan, optimal dan mempersembahkan karya yang terbaik.

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنّ اللَّهَ تَعَالى يُحِبّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلاً أَنْ يُتْقِنَهُ (رواه الطبرني والبيهقي)

Artinya: Dari Aisyah r.a., sesungguhnya Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang apabila bekerja, mengerjakannya secara profesional”.

Bekerja secara profesional juga menjadi salah satu ciri orang yang dicintai oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala, sebagaimana dalam hadits

Artinya : “Sesungguhnya Allah mencintai orang yang bekerja” (HR. Baihaqi dari Salim dari bapaknya).

Hadist lainnya, dalam riwayat Abu Dawud dari Aisyah, Artinya : “Bekerjalah semaksimal mungkin yang kamu bisa lakukan, karena sesungguhnya Allah tidak pernah bosan sampai kalian bosan sendiri. Hanya saja, amal perbuatan yang paling dicintai Allah adalah sedikti namun kontinu (HR. Abu Dawud dari ‘Aisyah)”.

فَاِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْۙ ٧ وَاِلٰى رَبِّكَ فَارْغَبْ ࣖ ٨

Artinya : “Apabila engkau telah selesai (dengan suatu kebajikan), teruslah bekerja keras (untuk kebajikan yang lain) dan hanya kepada Tuhanmu berharaplah!” (QS. asy-Syarh/94: 7 – 8).

Ayat diatas memberikan petunjuk bahwa seorang muslim harus memiliki kesibukan. Bila telah selesai satu pekerjaan, ia harus memulai pekerjaan lain sehingga kita tidak akan pernah menelantarkan waktunya yang sangat berharga.

Umat Muslim dalam bekerja harus bertanggungjawab dan berani menanggung setiap resiko apapun atas segala yang diperbuat, serta tidak boleh mencari perlindungan ke yang lain atau juga melemparkan kesalahan kepada orang lain. Sebagaimana diisyaratkan dalam Al-Qur’an.

لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا ۗ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ ۗ

Artinya : “Allah tidak membebani seseorang, kecuali menurut kesanggupannya. Baginya ada sesuatu (pahala) dari (kebajikan) yang diusahakannya dan terhadapnya ada (pula) sesuatu (siksa) atas (kejahatan) yang diperbuatnya” (QS. al-Baqarah: 286).

Setiap pekerjaan dan kewajiban yang baik adalah bernilai ibadah. Sebagaimana dijelaskan dalam hadist Nabi:

Artinya : “Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak akan menerima sebuah amal kecuali yang ikhlas dan semata-mata mengharap wajah Allah Subhanahu Wa Ta’ala.”

Artinya : “Berapa banyak amal-amal yang kecil menjadi besar karena niatnya (yaitu kadar keikhlasannya). Dan berapa banyak amal-amal yang besar menjadi kecil di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala juga karena kadar keikhlasannya.”

Semakin tinggi nilai keikhlasan, maka semakin tinggi pula nilainya dimata Allah. Maka dari itu hendaknya kita terus berusaha meningkatkan kualitas keikhlasan kita. Bukan hanya sekedar ikhlas menjadi syarat sebuah amal, Tapi lebih dari itu adalah kita harus meningkatkan kadar keikhlasan kita sehingga amal itu menjadi lebih tinggi nilainya di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Tausiyah KH. Arif Zamhari, M.Ag, Ph.D, Masjid Istiqlal.

[]

You May Also Like