Asal Mula Tradisi Mandi Balimau di Masyarakat

ARASYNEWS.COM – Balimau sudah menjadi tradisi tersendiri bagi masyarakat Melayu dan Minangkabau dari tahun ke tahun. Balimau bagi masyarakat Minangkabau memiliki makna khusus, seperti penyucian diri untuk menyambut bulan suci Ramadhan.

Mandi balimau merupakan tradisi yang dilakukan sebelum masuknya bulan suci Ramadhan dengan mandi menggunakan jeruk nipis, daun pandan, bunga kenanga, dan akar tanaman gambelu.

Bahan alami ini dimasukkan secara bersamaan ke air hangat dan dan menjadi satu kesatuan yang disebut dengan Balimau. Biasa dilakukan di sungai atau tempat pemandian, yang berkembang di kalangan masyarakat Minangkabau.

Biasanya, balimau ini dilakukan oleh masyarakat Minangkabau satu atau dua hari, bahkan ada yang melakukan seminggu sebelum masuknya bulan puasa. Biasanya, sungai atau tempat pemandian sudah menjadi tujuan bagi masyarakat Minang apabila sudah memasuki jadwalnya.

“Menyucikan diri” yang merupakan makna awal dari adanya tradisi mandi balimau ini, yang sekarang juga dijadikan bagi masyarakat Minangkabau sebagai wadah untuk liburan, rekreasi, untuk sekedar terlepas dart hiruk pikuk kesehanan mereka. Juga dan kalangan ulama terdapat pro dan kontra tentang tradisi ini, tapi masyarakat tetap melakukannya

Menurut ketua MUI Sumbar, Guzrizal Gazhar, tradisi Balimau ini bukan merupakan bagian dari syariat ataupun tata cara menyambut Ramadhan, apalagi dengan mandi-mandi dan membuka aurat, ini tidak sesuai dengan syarak, sebaliknya memberikan dampak negatif kepada generasi muda.

Hikayat Mandi Balimau

Bangtjik Kamaluddin menulis dalam sebuah referensi dalam bukunya Mandi Balimau di Dusun Limbung Bangka Belitung bahwa awal mula pelaksanaan tradisi ini adalah masyarakat desa Jada Bahri dan Kimak di Kabupaten Bangka Kecamatan Merawang, Provinsi Bangka Belitung.

Seorang bangsawan dari Kerajaan Mataram Yogyakarta bernama Depati Bahrein melarikan diri dari perburuan Belanda. Kemudian pada tahun 1700-an, Depati Bahrein tiba di Pulau Bangka bersama pasukannya.

“Konon Depati Bahrein kemudian melakukan ritual mandi pertobatan yang kemudian dicontoh oleh warga sekitar,” dikutip dari tulisan Bangtjik Kamaluddin.

Akhirnya, hingga kini sebelum memasuki Ramadhan, istilah “mandi pertobatan” menyebar ke sebagian besar tanah Melayu di Riau. Tradisi ini disebut balimau kasai atau bakasai di daerah itu dan menyebar ke daerah lainnya termasuk ke provinsi Sumatera Barat. []

You May Also Like