
ARASYNEWS.COM – Di antara Baso dan Bukittinggi terdapat satu makam tua. Makam terletak di sekitar sawah milik masyarakat dan masih terawat.
Makam ini merupakan makam seorang ulama besar yang lahir sekitar tahun 1750 dan wafat pada tahun 1830.
Makam ini adalah makan Tuanku Nan Tuo, beliau merupakan salah seorang tokoh “Paderi” yang menyerukan pemurnian ajaran islam khususnya di Minangkabau.
Beliau merupakan seorang pemimpin sebuah surau di Koto Tuo, Ampek Angkek Sehingga diberi gelar “tuanku nan Tuo”.
Pada masa “Perang Paderi” (1821-1837) beliau beserta pengikutnya ikut mengangkat senjata melawan penjajah Kolonial Belanda, dan Gugur sekitar tahun 1830.
Kompleks makam ini keberadaannya di tengah sawah dan telah dipagar dengan pagar kawat berduri. Di dalam kompleks makam ini terdapat dua makam, yaitu makam Tuanku nan Tuo dan kemenakannya.
Makam Tuanku nan Tuo berukuran 4,7 x 11,7 m dan tinggi jirat 0,4 m. Jirat makam berupa susunan batu kali dengan orientasi Utara-Selatan. Nisannya berupa batu menhir tanpa pengerjaan, berbentuk pipih, dan dipasang berhadapan di ujung Utara dan Selatan.
Adapun makam kemenakannya berada di sebelah utaranya dengan jirat terbuat dari bahan semen dan nisannya batu alam menyerupai menhir dan ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan nisan makam Tuanku nan Tuo.
Tuanku Nan Tuo, ia adalah ulama besar nan kharismatik. Ia lahir di Koto Tuo, Nagari Balai Gurah, Kecamatan Ampek Angkek, Agam, pada tahun 1723, dan wafat tahun 1830.
Tuanku Nan Tuo terkenal banyak melakukan pembaharuan dan pemurnian ajaran islam terutama di wilayah Agam. Semasa mudanya, dia menuntut ilmu ke sejumlah ulama besar seperti Tuanku Pamansiangan, maupun guru lainnya.
Ketika kembali ke kampungnya, ia kemudian mendirikan sebuah surau yang dengan cepat berkembang. Ada ribuan muridnya pada saat itu.
Beberapa muridnya yang terkenal adalah Tuanku Nan Renceh, Fakih Shagir, Tuanku Bandaro, Tuanku Rao dan Tuanku Imam Bonjol, dan pejuang-pejuang lainnya yang banyak tersebar di Sumatera Barat.

Dalam catatan sejarah, Perang Padri terjadi akibat perselisihan paham antara kaum adat dan agama terkait pemurnian ajaran islam. Pertentangan ini kemudian meluas dan melibatkan Belanda pada tahun 1821.
Saat itu, ajaran islam telah banyak diselewengkan dengan kegiatan judi, mabuk-mabukan sabung ayam, pencurian dan lainnya.
Perang Padri terjadi tahun 1821-1838, dalam peristiwa ini, tumbuh semangat patriotisme menentang penjajahan.
Tuanku Nan Tuo wafat dalam usia 107 tahun, ia dikebumikan di sebuah areal persawahan di Jorong Koto Tuo yang merupakan kampung halamannya.
Kini, makamnya sudah terdaftar dalam situs cagar budaya Sumatera Barat, dan sebagai bukti jika ia adalah orang penting di masanya.
Hingga kini, tidak sedikit masyarakat yang datang untuk berziarah ke komplek makam ini untuk berdoa dan membersihkan area pemakaman. []