Tradisi Unik Melakukan Perang di Perayaan Imlek

ARASYNEWS.COM – Setiap tahun, umat Khonghucu dan warga Tionghoa merayakan tahun baru imlek. Ini adalah momen berkumpul bersama keluarga merayakan dan mengucapkan syukur atas berkah yang diterima dan yang telah dilalui serta juga berdoa bersama untuk kehidupan setahun kedepan.

Imlek merupakan perayaan yang penting dalam budaya Tionghoa. Perayaan ini dirayakan oleh umat Khonghucu dengan berbagai tradisi dan makna simbolis.

Imlek juga dikenal sebagai Tahun Baru Cina atau Festival Musim Semi. Perayaan Imlek adalah perayaan tahun baru dalam kalender Tionghoa, selalu dirayakan secara meriah setiap tahun.

Perayaan tahun baru Imlek pada tahun ini di belakangnya ada kata Kongzili tahun Konfusius. Ini karena patokannya adalah tahun kelahiran konfusius 551 sebelum masehi, ditambah tahun masehi 2025 ini maka jatuhlah tahun ini perayaan imlek 2576 Konsili.

Terkait dengan perayaan imlek di Riau tentu saja tergantung dimana banyak komunitas Tionghoa di provinsi Riau. Secara umum warga Tionghoa ada di Rohil, Meranti, dan di Bengkalis. Sedangkan di Pekanbaru juga ada dan tetap merayakan bersama dengan komunitas tionghoa lainnya.

Secara geografi warga tionghoa yang merayakan imlek ini berada didaerah pesisir dan secara tradisi yang memegang teguh, kemana pun mereka merantau di perayaan imlek mereka selalu mengusahkan pulang kampung.

Mayoritas warga Tionghoa itu beragama Budha dan Konghucu, namun ada juga warga tionghoa yang beragam Islam dan mereka masih tetap merayakan imlek. Hanya saja mereka tidak ikut sembahyang memuja dewa bersama mereka yang beragama lain.

Tradisi Unik Perayaan Imlek

Sebagai bentuk terima kasih etnis Tionghoa terhadap saudara-saudara mereka etnis lain, maka setiap Imlek digelar sebuah tradisi unik yaitu perang air. Biasanya tradisi ini dilakukan di Selatpanjang.

Tradisi ini bahkan melibatkan seluruh penduduk di Selatpanjang. Namanya Cian Ciu atau dalam bahasa Hokkien, atau dalam bahasa Indonesia disebut perang air.

Kegiatan ini selalu ditunggu oleh masyarakat dari segala lapisan usia. Dan menariknya, selain dilakukan sejak sehari menjelang hari pertama Imlek hingga enam hari setelahnya (Cue Lak) dan kegiatan Cian Cui yang juga untuk menyambut Cap Go Meh yaitu perayaan 15 hari pertama di awal Tahun Baru Imlek.

Tradisi perang air tidak dikenal di kawasan lain di Indonesia yang banyak dihuni oleh etnis Tionghoa, misalnya di Pontianak, Singkawang, Palembang, Pangkal Pinang, Medan, Binjai, Semarang, dan Jakarta.

Cian Cui sepintas mirip dengan tradisi Songkran di Thailand untuk menyambut tahun baru etnis Thai yang mayoritas beragama Budha. Tradisi inj tentu menarik perhatian tak hanya warga setempat, melainkan juga wisatawan asing.

Mereka yang dari berbagai daerah seperti Singapura, Malaysia, Tiongkok, Taiwan, Hongkong biasanya datang mengunjungi para kerabat Tionghoa di Selatpanjang.

Mereka ingin merasakan keseruan perang unik masyarakat Selatpanjang yang dimulai usai kegiatan peribadatan di kelenteng dalam rangka Imlek.

Biasanya para tokoh masyarakat setempat akan menyepakati lebih dulu ruas jalan kota yang dapat dipakai untuk merayakan Cian Cui. Setelah itu, baru diumumkan kepada seluruh warga.

Kenudian pada waktu yang ditentukan, sekitar pukul 16.00 – 18.00 WIB, masyarakat telah berkumpul di tepian ruas jalan.

Perlengkapan perang pun turut disiapkan. Mereka membawa ember aneka warna penuh air dan gayung. Ada juga yang membawa mainan pistol air dengan tabung besar yang berisi air.

Penanda dimulainya acara adalah lewatnya rombongan beberapa becak motor (bentor) roda tiga sambil membawa tandon atau ember besar berisi air seukuran 100 liter. Ketika rombongan ini lewat di kerumunan warga yang telah menunggu di tepi jalan, maka atraksi pun dimulai. Tak ada raut wajah marah atau kesal dari setiap orang yang ikut tradisi ini.

Sebaliknya, mereka tertawa riang, saling melepas canda sambil saling menyiramkan air, Tradisi akan berakhir seiring berkumandangnya azan magrib.

Diketahui, air yang dipergunakan untuk saling menyiram ini menurut kepercayaan etnis Tionghoa adalah sebagai air rezeki. Mereka seakan telah berbagi rezeki kepada semua orang.

Masyarakat Selatpanjang, baik Tionghoa atau etnis lainnya, meyakini Cian Ciu sebagai suatu tradisi baik demi mempererat tali persaudaraan dan cinta kasih seluruh penduduk walaupun berbeda. Agama kepercayaan. Karena, mereka saling bersuka cita berperang air tanpa memandang status sosial, etnis, agama, dan lainnya.

Latar belakang tradisi Cian Cui

Ada banyak pemdapat mengenai kapan tradisi ini dimulai dan siapa pencetusnya. Ada yang beranggapan awalnya Cian Cui dilakukan oleh etnis Melayu dan Tionghoa sebagai ungkapan kekerabatan dan toleransi.

Kemudian berkembang menjadi aktivitas sporadis ke penjuru daerah karena diminati oleh seluruh warga.

Pemerintah daerah sekitar tahun 2014 menjadikan tradisi ini menjadi atraksi budaya di Selatpanjang

Tradisi yang semula dikenal sebagai Perang Air, diganti menjadi Cian Cui. Dan pada tahun 2016 telah menjadi agenda tetap atraksi seni dan budaya otoritas setempat. Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti dan Pemprov Riau bahkan memasukkanya dalam kalender pariwisata daerah setiap tahunnya.

[]

You May Also Like