
ARASYNEWS.COM – Peraturan tentang pajak uang (blasting) pernah diprotes dan ditentang hingga terjadi peperangan dan pengorbanan. Hal ini terjadi sekitar tahun 1908 yang dikenal dengan Perang Blasting.
Pahlawan pada saat itu adalah seorang perempuan yang berasal dari kabupaten Agam provinsi Sumatera Barat. Ia dijuluki Singa Betina dari Manggopoh yang bernama Siti Manggopoh.
Dikutip dari Wikipedia, Siti Manggopoh lahir pada 1 Mei 1880 – 22 Agustus 1965, seorang pejuang perempuan dari Manggopoh, Lubuk Basung, Agam. Ia pernah mengobarkan perlawanan terhadap kolonialis Belanda dalam perang yang dikenal sebagai Perang Belasting
Pada tahun 1908, Siti melakukan perlawanan terhadap kebijakan ekonomi Belanda melalui pajak uang (belasting).
Hal ini dilakukan karena peraturan belasting dianggap bertentangan dengan adat Minangkabau, karena tanah adalah kepunyaan komunal atau kaum di Minangkabau.
Pada tanggal 16 Juni 1908, Belanda sangat kewalahan menghadapi tokoh perempuan Minangkabau ini, sehingga meminta bantuan kepada tentara Belanda yang berada di luar nagari Manggopoh. Perang ini kemudian dinamai Perang Belasting.
Dengan siasat yang diatur sedemikian rupa oleh Siti, dia dan pasukannya berhasil menewaskan 53 orang serdadu penjaga benteng.
Perang Blasting yang dikenal dengan perang pajak. Jalannya perlawanan sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai adat dan agama yang berlaku di Minangkabau. Pemberlakuan Pajak sebagai pengganti Tanam Paksa Kopi merupakan sikap Belanda yang untuk kesekian kalinya melanggar perjanjian. Hampir seratus tahun sebelumnya Belanda menandatangani perjanjian dengan rakyat Minangkabau yang dinamai PLAKAT PANJANG dimana pada salah satu pasal dalam perjanjian tersebut Belanda berjanji tidak akan menarik pajak terhadap rakyat Minangkabau.
Sistem Pajak (belasting) ini memungut pajak tanah yang dimiliki masyarakat Minangkabau, di Minangkabau yang memiliki tanah ulayat adalah perempuan Minangkabau yaitu Bundo Kanduang, Adapun jenis-jenis pajak yang diperkenalkan itu antara lain: hoofd belasting (pajak kepala), inkomsten belasting (pajak pemasukan suatu barang /cukai), herendiesten (pajak rodi), landrente (pajak tanah), wins beasting (pajak kemenangan / keuntungan), meubels belasting (pajak rumah tangga), slach belasting (pajak penyemblihan), honden belasting (pajak anjing), tabak belasting (pajak tembakau), adat huizen belasting (pajak rumah adat) dan berbagai pungutan pajak lainnya.
Pajak yang diterapkan oleh Belanda terhadap rakyat Sumatera Barat membuat rakyat Sumatera Barat melakukan perlawanan.
Sebagai perempuan, Siti Manggopoh cukup mandiri dan tidak tergantung kepada orang lain. Ia memanfaatkan naluri keperempuanannya secara cerdas untuk mencari informasi tentang kekuatan Belanda tanpa hanyut dibuai rayuan mereka.
Ia pernah mengalami konflik batin ketika akan mengadakan penyerbuan ke benteng Belanda. Konflik batin tersebut adalah antara rasa keibuan yang dalam terhadap anaknya yang erat menyusu di satu pihak dan panggilan jiwa untuk melepaskan rakyat dari kezaliman Belanda di pihak lain. Namun ia segera keluar dari sana dengan memenangkan panggilan jiwanya untuk membantu rakyat.
Tanggung jawabnya sebagai ibu dilaksanakan kembali setelah melakukan penyerangan. Bahkan anaknya, Dalima, dia bawa melarikan diri ke hutan selama 17 hari dan selanjutnya dibawa serta ketika ia ditangkap dan dipenjara 14 bulan di Lubuk Basung, Agam, 16 bulan di Pariaman, dan 12 bulan di Padang. Mungkin karena anaknya masih kecil atau karena alasan lainnya, akhirnya Siti Manggopoh dibebaskan. Namun suaminya dibuang ke Manado.

Siti Manggopoh, pejuang dari Sumatera Barat.
Manggopoh merupakan salah satu satu nagari yang terdapat dalam Kecamatan Lubuk Basung, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.
Siti Manggopoh lahir di Manggopoh, Agam, Hindia Belanda pada Mei 1880. Menurut catatan Wikipedia, dia adalah seorang pejuang perempuan dari Manggopoh, Lubuk Basung, Agam.
Siti meninggal pada 20 Agustus 1965 di Gasan Gadang, Padang Pariaman. Jenazah Siti dimakamkan dengan upacara kenegaraan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara, Lolong, Padang.
Meski belum ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional, pemerintah sudah mengakui jasa-jasa Siti Manggopoh dan menetapkannya sebagai Perintis Kemerdekaan sejak 1964. Penetapan ini berdasarkan Surat Keputusan Menteri Sosial Nomor Pol: 1379/64/P.K. Lembaran Negara nomor 19/1964, tanggal 17 Januari 1964. Salah satu Peninggalan dan Jejak Perang Manggopoh, Mesjid Siti Manggopoh yang dipergunakan untuk Rapat Perlawanan kepada Belanda.
Dari informasi yang dirangkum, di Manggopoh dibangun Masjid Gadang Manggopoh, dibangun sekitar tahun 1842, atas Prakarsa Syech Abdul Muthalib yang ikenal dengan sebutan Ungku Batu Bidai.
Dahulunya, selain tempat mengaji, shalat dan tempat bermusyawarah bagi niniak mamak 7 suku Manggopoh, masjid ini juga digunakan sebagai tempat latihan bela diri yang dipimpin oleh Asyik Bagindo Magek (Suami Siti Manggopoh). Selain itu juga sebagai tempat penyusunan strategi perang ketika melawan Belanda dibawah pimpinan Pak Cik Angku Padang.
Di depan masjid, terdapat kompleks makam tokoh pejuang yang gugur dalam perang Blasting 1908 yang dikenal dengan perang Manggopoh.
Pada mulanya dinding masjid terbuat dari bambu dan beratap ijuk dan sekarang seluruh komponen yang semula dari bambu dan atap ijuk diganti dengan dinding beton dan atap seng. Masjid ini beratap tumpang tiga dari seng dan berdenah bujursangkar. Ruang utama masjid ini ditopang oleh 9 buah tiang dengan tiang utama berdiameter 64 cm, sedangkan tiang lainnya berdiameter 30 cm. Lantai masjid terbuat papan yang sudah diganti dengan bahan baru yaitu semen. Langit-langit terbuat dari bahan triplek sisi dalam dan sisi luar/teras terbuat dari seng. Pintu terletak di sisi timur 1 buah dan sisi utara 1 buah, terbuat dari kayu. Mihrab terbuat dari kayu dan mempunyai ukiran bermotif sulur-suluran terletak di sisi barat. Di bagian depan/ halaman masjid terdapat kompleks makam Tabuah Sutan Mangkuto atau Siti Manggopoh merupakan yang berada di halaman Masjid Gadang Simpang Manggopoh.
Selain itu, untuk mengenang jasanya, dibangun satu monumen di persimpangan jalan. Monumen ini dikenal dengan Siti Manggopoh yang terlihat sembari memegang sebilah pisau. []