Memaknai Pahlawan Sebagaimana Firman Allah Dalam Al-Qur’an

ARASYNEWS.COM – Pahlawan dalam perspektif Islam adalah orang yang berani dan rela berjuang di jalan Islam sampai ia menang atau mati membela kebenaran dan terlepas dari penindasan. Orang-orang ini berjuang tanpa memperdulikan harta dan apakah ia bakal mendapatkan penghargaan dari siapapun atau institusi manapun. Mereka ini nantinya dikenal dengan mati syahid. Mereka hanya mengharapkan keridhoan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Beberapa diantaranya pahlawan yang ada di Indonesia yang selain membela negara juga membela agama. Diantaranya adalah Tuanku Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Tengku Cik Ditiro, Tengku Umar, Agus Salim, dan masih banyak lagi lainnya.

Mereka adalah sosok-sosok yang memiliki integritas, pantang menyerah, loyalitas terhadap bangsa dan negara, berdedikasi tinggi, berani menegakkan kebenaran dan membasmi kebatilan, menjiwai spirit nasionalisme, dan berjuang hingga darah penghabisan untuk memerdekakan bangsa dari hegemoni para penjajah.

Maka jasa-jasa para pahlawan, baik yang telah dinobatkan sebagai pahlawan nasional oleh negara maupun yang belum, tidak boleh dilupakan oleh warga bangsa ini. Hanya bangsa bodoh yang melupakan jasa-jasa pahlawan mereka. Bahkan, Bung Karno menyebutkan istilah “jas merah”, yakni jangan sekali-kali melupakan sejarah. Keberadaan para pahlawan merupakan bagian dari historis perjalanan bangsa ini yang tidak boleh dinafikan.

Meski bangsa ini telah merdeka dari hegemoni para penjajah, tapi nilai-nilai kepahlawanan patut diterjemahkan dalam setiap perilaku (behavior) dan pola pikir (worldview) warga bangsa untuk perbaikan dan pemajuan bangsa.

Dalam Al-Qur’an, makna pahlawan sering disebut dengan “terma rijal”.

Terma rijal berarti seseorang laki-laki yang gagah berani ikut berjuang dan berjihad membela kebenaran dan membasmi kemungkaran.

Sebagai contoh, sebagaimana firman Allah SWT,

مِّنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا۟ مَا عَٰهَدُوا۟ ٱللَّهَ عَلَيْهِ ۖ فَمِنْهُم مَّن قَضَىٰ نَحْبَهُۥ وَمِنْهُم مَّن يَنتَظِرُ ۖ وَمَا بَدَّلُوا۟ تَبْدِيلًا

“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada pula yang menunggu-nunggu gugur, dan mereka tidak merubah janjinya.” (QS. Al-Ahzab: 23).

Mereka sosok-sosok semisal Sayyidina Hamzah ra, Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab ra, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Umair, Khalid bin Walid, dan lain sebagainya. Mereka diantara penegak panji-panji Allah SWT di muka bumi.

Beberapa nilai kepahlawanan (rijal) dalam Al-Qur’an di antaranya:

Keberanian (syaja’ah)

Firman Allah SWT,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مَن يَرْتَدَّ مِنكُمْ عَن دِينِهِۦ فَسَوْفَ يَأْتِى ٱللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُۥٓ أَذِلَّةٍ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى ٱلْكَٰفِرِينَ يُجَٰهِدُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَآئِمٍ ۚ ذَٰلِكَ فَضْلُ ٱللَّهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَآءُ ۚ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ

“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas pemberianNya, lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Maidah: 54).
Maka keberanian merupakan unsur penting di medan jihad.

Selain itu, keberanian dibangun atas dasar fondasi iman dan keyakinan kepada Allah SWT. Tanpa keberanian yang berlandaskan iman dan keyakinan yang benar, maka mereka akan lari meninggalkan musuh, semisal orang-orang munafik.
Firman Allah SWT:

وَلِيَعْلَمَ ٱلَّذِينَ نَافَقُوا۟ ۚ وَقِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا۟ قَٰتِلُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ أَوِ ٱدْفَعُوا۟ ۖ قَالُوا۟ لَوْ نَعْلَمُ قِتَالًا لَّٱتَّبَعْنَٰكُمْ ۗ هُمْ لِلْكُفْرِ يَوْمَئِذٍ أَقْرَبُ مِنْهُمْ لِلْإِيمَٰنِ ۚ يَقُولُونَ بِأَفْوَٰهِهِم مَّا لَيْسَ فِى قُلُوبِهِمْ ۗ وَٱللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا يَكْتُمُونَ

“Dan supaya Allah mengetahui siapa orang-orang yang munafik. Kepada mereka dikatakan: Marilah berperang di jalan Allah atau pertahankanlah dirimu. Mereka berkata: sekiranya kami mengetahui akan terjadi peperangan, tentulah kami mengikuti kamu. Mereka pada hari itu lebih dekat kepada kekafiran dari pada keimanan. Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak terkandung dalam hatinya. Dan Allah lebih mengetahui dalam hatinya. Dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan.” (QS. Ali Imran: 167).

Kesabaran (ash-sabr)

Firman Allah SWT,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ حَرِّضِ ٱلْمُؤْمِنِينَ عَلَى ٱلْقِتَالِ ۚ إِن يَكُن مِّنكُمْ عِشْرُونَ صَٰبِرُونَ يَغْلِبُوا۟ مِا۟ئَتَيْنِ ۚ وَإِن يَكُن مِّنكُم مِّا۟ئَةٌ يَغْلِبُوٓا۟ أَلْفًا مِّنَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَفْقَهُونَ

“Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti.” (QS. Al-Anfal: 65).

Kesabaran merupakan satu kepribadian mulia yang melekat pada diri para pahlawan. Para pahlawan menghabiskan waktu ratusan tahun untuk mengusir para penjajahan.

Tekad para pahlawan untuk mengusir para penjajah tidak lelah dan putus asa. Mereka bersabar demi menggapai kemenangan. Maka kesabaran merupakan nilai-nilai kepahlawan yang harus diwarisi oleh generasi penerus.

Tidak pengecut

Firman Allah SWT,

أَشِحَّةً عَلَيْكُمْ ۖ فَإِذَا جَآءَ ٱلْخَوْفُ رَأَيْتَهُمْ يَنظُرُونَ إِلَيْكَ تَدُورُ أَعْيُنُهُمْ كَٱلَّذِى يُغْشَىٰ عَلَيْهِ مِنَ ٱلْمَوْتِ ۖ فَإِذَا ذَهَبَ ٱلْخَوْفُ سَلَقُوكُم بِأَلْسِنَةٍ حِدَادٍ أَشِحَّةً عَلَى ٱلْخَيْرِ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ لَمْ يُؤْمِنُوا۟ فَأَحْبَطَ ٱللَّهُ أَعْمَٰلَهُمْ ۚ وَكَانَ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرًا

“Mereka bakhil terhadapmu, apabila datang ketakutan bahaya, kamu lihat mereka itu memandang kepadamu dengan mata yang terbalik- balik semisal orang yang pingsan karena akan mati, dan apabila ketakutan telah hilang, mereka mencaci kamu dengan lidah yang tajam, sedang mereka bakhil untuk berbuat kebaikan. Mereka itu tidak beriman, maka Allah menghapuskan pahala amalnya. Dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. Al-Ahzab: 19).

Pengecut merupakan sikap orang-orang munafik (hipokrit) dalam berperang. Sedangkan para pahlawan merupakan sosok yang berjuang membela bangsa karena Allah SWT tanpa pamrih. Mereka berjuang hanya untuk kepentingan bangsa dan agama.

Pantang menyerah

Bangsa ini tidak akan merdeka tanpa sikap pantang menyerah para pahlawan. Mereka berjuang puluhan hingga ratusan tahun untuk mengusir hegemoni para penjajah. Bahkan, mereka mengorbankan seluruh raga dan jiwa untuk kepentingan bangsa dan agama. Berbeda dengan orang-orang munafik, mereka hanya berjuang dengan penuh kepura-puraan dan pencitraan, tapi sesungguhnya hati mereka enggan untuk berperang. Dalam Al-Qur’an,

وَإِذَآ أُنزِلَتْ سُورَةٌ أَنْ ءَامِنُوا۟ بِٱللَّهِ وَجَٰهِدُوا۟ مَعَ رَسُولِهِ ٱسْتَـْٔذَنَكَ أُو۟لُوا۟ ٱلطَّوْلِ مِنْهُمْ وَقَالُوا۟ ذَرْنَا نَكُن مَّعَ ٱلْقَٰعِدِينَ

رَضُوا۟ بِأَن يَكُونُوا۟ مَعَ ٱلْخَوَالِفِ وَطُبِعَ عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لَا يَفْقَهُونَ

“Dan apabila diturunkan suatu surat yang memerintahkan kepada orang munafik itu: berimanlah kamu kepada Allah dan berjihadlah beserta Rasul-Nya, niscaya orang-orang yang sanggup di antara mereka meminta izin kepadamu untuk tidak berjihad dan mereka berkata: biarkanlah kami berada bersama orang-orang yang duduk. Mereka rela berada bersama orang-orang yang tidak berperang, dan hati mereka telah dikunci mati maka mereka tidak mengetahui kebahagiaan beriman dan berjihad.” (QS. At-Taubah: 86-87).

Semangat kolektivitas

Setiap kemenangan yang diperoleh dalam perjuangan merupakan hasil kerja kolektif. Bukankah kekalahan umat Islam dalam perang Uhud disebabkan hilangnya semangat kolektivitas dari para pemanah di atas Jabal Uhud, sehingga medan perang dikuasai oleh kaum musyrikin? Tapi, tatkala umat Islam mampu menyatukan kembali pasukan perang, maka medan perang pun mampu dikuasai lagi.

Firman Allah SWT.

إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلَّذِينَ يُقَٰتِلُونَ فِى سَبِيلِهِۦ صَفًّا كَأَنَّهُم بُنْيَٰنٌ مَّرْصُوصٌ

“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (QS. Ash-Shaff: 4).

Untuk mengatasi berbagai persoalan di negeri ini (kebodohan, kemiskinan, pengangguran, kolusi korupsi nepotisme, dan berbagai ketimpangan sosial lainnya, hanya dapat dilakukan dengan menanamkan nilai-nilai kepahlawanan dalam jiwa setiap warga dan wakil rakyat.

Yakni, memiliki sikap keberanian, kesabaran, tidak menjadi pengecut, pantang menyerah, dan memiliki semangat kolektivitas untuk melakukan perbaikan dan kemajuan bangsa. Dari sana akan terwujud kepahlawanan yang sesungguhnya sesuai yang dicita-citakan oleh para pahlawan. []

source. Serambi

You May Also Like