
ARASYNEWS.COM – Masjid Jami’ Koto Pangean merupakan masjid tua di Riau yang berdasarkan inskripsi atas masjid diperbaharui pada tahun 1932. Tapi, berkemungkinan jauh sebelumnya sudah berdiri karena pada tahun itu adalah pemugaran bangunan masjid yang dahulunya terbuat dari kayu dan pelepah enau dan telah lapuk dimakan usia.
Masjid ini terletak di kecamatan Pangean, Kabupaten Kuantan Singingi, provinsi Riau. Keberadaan masjid ini menjadi bukti sejarah masuknya Islam di daerah tersebut.
Masjid Jami’ Koto Pangean ini merupakan Masjid yang digunakan untuk beribadah oleh 4 suku yang ada di Pangean yakni Suku Melayu, Mandhailing, Paliang dan Camin.

Dikutip dari situsbudaya.id, masjid ini dibangun pertama kali pada abad ke-17. Kemudian, atapnya yang dahulu beratapkan ijuk diganti pada tahun 1888 karena mengalami kebakaran. Dan didirikan bangunan kedua. Kemudian pada tahun 1932, masjid dipugar karena dimakan usia.
Dan pada tahun 1998, dilakukan renovasi, sehingga bangunan saat ini merupakan masjid yang keempat. Renovasinya adalah dari yang dahulunya kayu menjadi bata.
Dinding masjid sudah terbuat dari beton. Namun tiang penyangga di dalam masjid masih terbuat dari kayu.
Masjid ini, meskipun sudah mendapat renovasi, akan tetapi, tidak untuk mimbar. Mimbar yang ada saat ini berasal dari abad ke-17.
Kendati sudah dipugar, namun bangunan masjid yang lama dan yang baru ini tidak jauh berbeda, karena tidak mengurangi makna yang ada dari setiap sisi bangunannya.
Setiap bangunan masjid ini punya makna yang merupakan cerminan dari agama Islam dan struktur adat-istiadat yang ada di Pangean. Bangunan atapnya terdiri dari lima jenjang.
Hal ini merupakan cerminan rukun Islam. Kemudian, jumlah pintunya ada 33 pintu yang mengelilingi masjid ini, dan ini mencerminkan 33 kali umat Islam berzikir, bertasbih dan bertahmid untuk mengingat Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

D bagian dalam masjid terdapat tiang-tiang kayu, yang paling besar berdiri di tengah disebut tiang mocu. Tiang mocu dikelilingi oleh empat tiang yang ukurannya masing-masing sama, tetapi lebih kecil dari tiang mocu. Konon, tiang mesjid ini didirikan dengan menggunakan bantuan makhluk gaib.
Berdirinya tiang-tiang ini merupakan cerminan adat istiadat yang ada di kenegerian Pangean. Maksudnya, tiang mocu adalah cerminan dari Datuak Tongah yang merupakan orang besar di dalam adat atau tempat bertanya Pangulu Nen Barompek tentang adat istiadat yang istilah adatnya adalah “talago adat”.
Empat tiang di sekelilingnya yang sama besar, tetapi ukurannya lebih kecil dari tiang mocu, maknanya adalah cerminan Pangulu Nen Barompek yang ada di Nagori Pangean yang terdiri dari empat Pangulu.
Masing-masing, Pangulu yang bergelar Datuak Pakomo dari Suku Camin, Datuak Topo dari Suku Melayu, Datuak Gindo Parkaso dari Suku Paliang dan Datuak Maruangso dari Suku Mandahiliang.
Dalam adat Pangean, selain Datuak Tongah sebagai Talago Adat, ada juga Siak Pokiah sebagai Talago Syarak atau tempat bertanya Pangulu mengenai agama atau istilah adat, “Talago Sarak”.
Kemudian, di atas sebelum loteng, satu tiang mocu dan empat tiang turut mengelilingi tiang mocu yang berdiri di tengah mesjid, bermaksud agar bangunan masjid ini berdiri tegak dan kokoh, lima tiang ini disanggah dengan kayu sebanyak 16 penyanggah yang satu sama lain saling menguatkan.
16 penyanggah antara tiang yang satu dangan tiang yang lainnya inilah merupakan cerminan orang adat sebagai tempat berunding pangulu di masing-masing suku, yang apabila dijumlahkan, itu jumlahnya ada 16 orang sebagai pemangku adat.

Di dalam masjid ini terdapat sebuah mihrab atau mimbar, yang masih dipergunakan. Mimbar ini dipercaya telah berusia ratusan tahun atau sejak pertama kali masjid didirikan. Mimbar tersebut terbuat dari kayu, tidak berpaku dan tidak diikat. Hanya dipahat dan bisa dilepas.
Selain itu, di area masjid juga terdapat beberapa makam para imam dan penyiar agama Islam di Pangean. []