
ARASYNEWS.COM – Masjid Gadang Balai Nan Duo atau dikenal juga dengan Masjid Gadang Koto Nan Ampek. Masjid ini terletak di Nagari Koto Nan Ampek, Kecamatan Payakumbuh Barat, Kota Payakumbuh, Sumatera Barat. Tepat lokasinya dekat rumah Gadang Balai Nan Duo dan Balai Adat Nan Duo, atau sekitar 300 meter dari jalan lintas Payakumbuh-Bukittinggi.
Masjid satu lantai ini selain masih digunakan untuk ibadah umat Muslim, juga sebagai sarana pendidikan agama dan sebagai tempat bermusyawarah.
Masjid ini merupakan suatu kompleks yang terdiri dari beberapa bangunan. Bangunan utama adalah masjid yang berada di bagian tengah, kemudian bangunan tambahan berupa perpustakaan, TPA (sisi barat), dan wc dan rumah garin di sisi selatan (depan pintu masuk masjid). Pada bagian barat daya masjid (dekat mihrab) terdapat juga sebuah bangunan dari bahan bata berbentuk limas yang merupakan makam Tuanku nan Chedoh.
Bangunan Masjid mempunyai atap tumpang tiga dari bahan seng dengan kemuncaknya berupa mustoko yang runcing di atas. Antara atap yang atas dengan bawahnya diberi dinding papan yang berhiaskan ukiran matahari, sedangkan antara atap tengah dan bawah juga diberi pembatas dengan ukiran yang hampir sama.
Bangunan masjid berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 17,6 m x 17,9 m yang berada dalam areal seluas 45,5 m x 43 m x 50 m. Secara umum bangunan masjid berbahan kayu (dinding, loteng dan lantai).
Tiang penyangga masjid keseluruhan berjumlah 21 buah yang terdapat ditengah-tengah ruangan masjid. Tiang-tiang ini disusun/berjejer dalam jumlah 5,4, dan 3. Tiang penyangga terbuat dari kayu berbentuk bulat. Pada tiang bagian atas terdapat ornamen berbentuk mahkota. Dari 21 buah tiang, terdapat empat buah tiang yang menggantung, dalam artian puncaknya tidak menyatu dengan langit-langit.
Sedangkan mihrab terletak di sisi barat dengan ukuran 6,5 m x 1,7 m yang dilengkapi dengan mimbar.
Pada sisi selatan masjid (pintu masuk) terdapat anak tangga yang terbuat dari semen dengan ukuran luas 7 m x 4 m. Dan terdapat tangga sebagai akses masuk masjid yang berbentuk melingkar.

Tidak diketahui pasti tahun berapa sebetulnya masjid ini mulai berdiri. Tapi menurut Abdul Baqir Zein dalam bukunya yang berjudul Masjid-masjid Bersejarah di Indonesia, masjid ini diperkirakan dibangun pada tahun 1840. Dan demikian juga berdasarkan referensi dari laman Kantor Kementerian Agama Kota Payakumbuh.
Akan tetapi, dalam referensi lainnya menyebutkan bahwa masjid didirikan setelah dibangunnya Rumah Gadang Sutan Chedoh (sekarang bernama Rumah Gadang Balai Nan Duo) yang dahulunya disebut juga Istana Regent. Kalau cerita itu benar, maka diperkirakan usia masjid sudah hampir mencapai 200 tahun.
Hal ini berdasarkan pada buku autobiografi HC Israr yang mengatakan bahwa Payakumbuh ditaklukan oleh kolonial pada tahun 1823. Kemudian Belanda mengangkat Sutan Chedoh sebagai Regent di sana, sebagai penghargaan atas jasa-jasanya. Setelah diangkat menjadi Regent Sutan Chedoh kemudian mendirikan Rumah Gadang Balai Nan Duo (Istana Regent) dan Masjid Gadang Balai Nan Duo sebagai rumah dan tempat ibadah baginya.

Pembangunannya dilakukan pada masa pemerintahan Regent Tuanku nan Chedoh dari Suku Koto dengan panitia pembangunan yang disebut “Tukang Nagari Nan Tigo Baleh” dan dipimpin oleh tiga orang penghulu yang berasal dari suku yang berbeda di Minangkabau, yakni: Datuk Kuniang dari suku Kampai, Datuk Pangkai Sinaro dari suku Piliang, dan Datuk Siri Dirajo dari suku Malayu.
Meskipun termasuk salah satu masjid tertua di Indonesia, sebagian besar tiang, lantai, dan dinding yang semuanya terbuat dari kayu belum pernah diganti sejak pertama kali masjid ini dibangun. Tapi masjid ini sudah pernah diperbaiki oleh masyarakat dan pengurus masjid seperti pada bagian atap, loteng, lantai dan dinding.
Meski diperbaiki, tapi belum banyak mengalami renovasi sehingga keasliannya masih tetap terjaga. Hanya saja, karena sudah lapuk, atap yang pada mulanya terbuat dari ijuk kemudian diganti dengan seng.

Secara keseluruhan, arsitektur yang dimiliki masjid ini dipengaruhi oleh corak Minangkabau dengan konstruksi bangunan umumnya terbuat dari kayu.
Atap masjid ini dibuat berundak-undak sebanyak tiga tingkat dengan permukaan yang tidak datar dan melentik pada bagian ujung bawahnya. Ini cocok untuk daerah beriklim tropis karena dapat lebih cepat mengalirkan air hujan ke bawah.
Antara tingkatan atap yang satu dengan yang lain terdapat celah untuk pencahayaan dengan tingkatan teratas merupakan atap berbentuk limas.
Bagian mihrab, yang terletak di sebelah barat dan sedikit menjorok keluar, memiliki atap yang menyatu dengan undakan atap pertama. []