Hukum Ambil Upah Dari Uang Sumbangan dan Sedekah yang Dihimpun

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman dalam Surat al-Maidah ayat 2

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Artinya: “Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran dan bertakwalah kamu kepada Allah Swt, sesungguhnya Allah amat berat siksa-siksnya”. [QS. al-Maidah : 2]

ARASYNEWS.COM – Bahwa dijelaskan dalam ayat diatas memerintahkan kita sebagai hambanya agar saling tolong menolong dalam kebajikan. Ini termasuk ketika melakukan pengalangan dana sebagai sumbangan terhadap orang-orang sangat membutuhkan.

Sebagaimana diketahui, hingga saat ini antusias masyarakat untuk saling membantu terhadap sesama semakin meningkat. Ada yang melalui personal dan lembaga ataupun komunitas yang dengan sukarela senantiasa bersedia menggalang dana untuk dapat ikut membantu fakir miskin, korban bencana alam, pembangunan masjid, pesantren dan lain-lain.

Lembaga penampung sedekah terus bermunculan. Kehadiran lembaga ini cukup banyak membantu masyarakat yang terkena musibah alam, atau membutuhkan sumbangan pembangunan masjid, pesantren, dan sarana ibadah lainnya.

Seiring waktu, posisi para penghimpun dana masyarakat ini tak selalu berbentuk lembaga. Tak semua relawan juga berasal dari kalangan berada.

Segelintir masyarakat mulai menjadi aktivitas penghimpunan dana ini sebagai profesi. Tujuan mereka tetap utuh. Menyalurkan bantuan bagi pihak yang membutuhkan.

Tak hanya berbentuk lembaga, sejumlah komunitas secara mandiri juga aktif menggalang dana dari masyarakat untuk beragam tujuan.

Tentu saja para relawan ini harus di apresiasi atas segala upayanya. Para relawan ini pun terdiri dari semua kalangan dari yang kaya dan yang hidupnya masih belum berkecukupan.

Namun bagaimana jadinya, saat para penghimpun ini mengambil sedikit bagian dari dana sumbangan tersebut? Bagaimana hukum para relawan mengambil upah dari hasil sumbangan?

Menurut jumhur ulama sepakat bahwa, permasalahan upah dalam islam hukumnya adalah mubah (boleh) dan hukum mengambil upah hasil sumbangan ini dapat berubah tergantung dari keadaan dan situasi benda atau obyek yang di upah.

Rasulullah ﷺ juga bersabda:

كُلْ مِنْ مَالِ يَتِيمِكَ غَيْرَ مُسْرِفٍ وَلَا مُبَادِرٍ وَلَا مُتَأَثِّلٍ

Artinya: “Makanlah sebagian dari harta anak yatimmu, tetapi janganlah berlebihan, tidak menggunakannya secara mubadzir, dan tidak mengambi harta pokoknya..” (HR. Abu Daud no. 2872, Hasan)

“Berikanlah olehmu upah sewaan sebelum keringatnya kering”. (H.R Ibnu Majah)

Sebagian ulama fiqh sepakat bahwa mengambil upah dri perbuatan ibadah di perbolehkan. Ulama Madzhab Malikiyah dan Syafi’iyah beralasan bahwa perbuatan tersebut berguna bagi pemberi upah, dan setiap perbuatan yang berguna bagi pemberi upah di bolehkan dalam agama.

Sama halnya dengan melaksanakan kewajiban agama yang berguna bagi pemberi upah, maka juga di perbolehkan. Di samping itu perbuatan-perbuatan taat tersebut dapat di lakukan secara ikhlas untuk ibadah dan dapat di lakukan tanpa niat ibadah karena perbuatan tersebut membawa manfaat.

Imam Ibnu Hajar Al Hajtamiy Rahimahullah mengatakan:

و قيس بولي اليتيم فيما ذكر من جمع مالا لفك أسر أي: مثلا فله َالْوَجْهُ أَنْ يُقَالَ فَلَهُ أَقَلُّ اْلأَمْرَيْنِ

Artinya: “Dan diqiyaskan dengan wali yatim seperti yang telah disebutkan, bahwa orang yang mengumpulkan harta, misalnya untuk menebus membebaskan tawanan. Jika orang yang mengumpulkan itu miskin maka ia diperbolehkan untuk makan dari harta tersebut atau ia boleh mengambil satu di antara dua perkara yang paling sedikit.” (Tuhfatul Muhtaj, 5/187)

Hanya saja jangan terlalu besar hendaknya diupah sepantasnya, hal ini diqiyaskan dengan wali yatim. Maksud dua hal dalam keterangan Imam Ibnu Hajar di atas adalah biaya nafkah atau mengambil ujrah al mitsli (upah yang pantas).

Adapun besaran upah yang diambil itu disebutkan adalah sebesar 2,5 persen.

[]

You May Also Like