ARASYNEWS.COM – Surat Al-Buruj adalah surat ke 85 dalam Al-Qur’an. Surat ini tergolong surat makiyyah yang terdiri atas 22 ayat. Dinamakan Al Buruuj yang berarti Gugusan bintang diambil dari perkataan Al Buruuj yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Isi kandungan surat Al-Buruj adalah bukti kekuasaan dan keesaan Allah yang mana tak seorangpun mampu nenandinginya, Ancaman berupa azab yang pedih bagi orang-orang kafir yang berbuat dzalim terhadap orang mukmin.
Kabar gembira bagi orang-orang beriman yang mengerjakan kebajikan, jaminan Allah terhadap keutuhan dan kemurnian Al-Qur’an, menyampaian pembelajaran akan azab yang ditimpa firaun dan tsamud karena mendustakan Allah dan Rasulnya.
Terkait surat ini, Al Ghazali menceritakan tentang negara yang bermoral dan keteladanan pemimpin, tentang gaya blusukan dan ketakutan Khalifah Umar atas kepemimpinannya yang membiarkan rakyatnya hidup melarat serta makna kezaliman.
Al Ghazali mengingatkan, peranan kepemimpinan sangat menentukan kehidupan masyarakat.
Dalam tausiyahnya, rusaknya rakyat karena rusak penguasa, dan rusaknya penguasa karena rusak ulamanya. Ini ternyata pangkal dari segala kerusakan tersebut adalah para ulama.
Oleh karena itu para ulama harus tegak menjaga fungsinya sebagai pemegang amanah Allah, penjaga waris Nabi-nabi dan penegak politik keadilan.
Para ulama dan cendekiawan harus bersikap waspada dan jangan menundukkan diri kepada politik kezaliman, bahkan jika dianggap perlu harus mengambil sikap uzlah, menjauhkan diri dari segala soal yang berbau politik dan pemerintahan.
Perihal kezaliman penguasa, Al Ghazali membagi dalam 3 macam yaitu (1). Zalim terhadap kehormatan dan hak-hak manusia; (2). Zalim terhadap harta benda rakyat; (3). Zalim terhadap jiwa rakyat.
Betapa keras Allah Subhanahu Wa Ta’ala memperingatkan hamba-hambanya agar jangan berbuat zalim, sampai-sampai dituangkan ke dalam 192 ayat suci Al-Qur’an.
Marilah kita kutip kembali salah satu perintah-Nya:“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberikan kepada kaum kerabat, dan Allah melarang perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pengajaran.” (An Nahl:90).
إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُ بِٱلْعَدْلِ وَٱلْإِحْسَٰنِ وَإِيتَآئِ ذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ وَٱلْبَغْىِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS An Nahl:90)
Perintah tersebut kemudian dipertegas oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dengan menyatakan bahwa sehari keadilan seorang penguasa jauh lebih baik dari 70 tahun beribadah. Bahkan diperkuat lagi, kekuasaan dapat kekal beserta kekufuran, tapi tidak bisa kekal bersama kezaliman.
Hadis ini menguatkan kenyataan yang menunjukkan betapa negara-negara yang mayoritas penduduknya bukan muslim, namun bisa bertahan sejahtera ratusan tahun, lantaran penguasa dan kehidupan masyarakatnya mengutamakan keadilan serta tegas dalam memberantas kezaliman. Tidak jarang diantara kita menyebut mereka bukan islam tapi Islami.
Uraian tentang berbagai nash dalam ajaran Islam berikut Sunnah Rasulullah, menunjukkan bahwa Islam telah mengajarkan kepada umatnya bagaimana bersikap dan berperilaku sebagai pemimpin, baik pemimpin negara, masyarakat maupun agama.
Namun mengapa kenyataan yang kita hadapi sehari-hari ini seolah-olah bertolak belakang. Para politisi Indonesia, sering menyatakan negara kita sebagai negara demokrasi, dan seperti yang lazim kita pahami, demokrasi itu ditopang oleh empat pilar.
Pertama, penegakan hukum. Sudahkah berjalan dengan baik dan adil.
Kedua, partai politik, tentang kenyataan yang telah terjadi.Artinya uang lebih berkuasa dan berperan dari norma serta aturan main yang seharusnya. Akibatnya, panggung perpolitikan nasional dikuasai pengusaha-penguasa yang memang menguasai kekuatan uang.
Ketiga, media, siapa yang menguasai dan bagaimana keberpihakannya.
Keempat, masyarakat sipil, inilah tumpuan harapan masyarakat luas. Masyarakat banyak yang menderita karena bencana asap yang berbulan memenuhi paru-parunya. Masyarakat yang tidak mampu ikut menikmati kesejukan udara serta kelezatan makanan di mall-mall nan mewah. Masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan, bahkan masih mengenakan koteka di tanah kelahirannya yang memiliki gunung emas.
Tetapi, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali mereka mengubah diri mereka sendiri” (QS Ar Ra’d)
Dalam surat itu menjelaskan agar saling bahu-membahu berjuang, bergerak bersatu mengubah nasib masyarakat, nasib kita sendiri, dan bukan hanya sekedar berdoa dan berkata sebagaimana saat ini yang aktif dan sosial media. []