![](https://arasynews.com/wp-content/uploads/2022/11/IMG_20221108_095740.jpg)
ARASYNEWS.COM – Pemerintah melalui Kominfo RI telah resmi melakukan Analog Switch Off (ASO), atau menghentikan siaran TV analog, dan melakukan migrasi ke TV digital.
Banyak yang setuju dan mendukung kebijakan migrasi ini, terutama dari stasiun-stasiun televisi di Indonesia. Hal ini lantaran siaran televisi yang diterima pengguna diklaim lebih jernih dan jelas.
Akan tetapi, tidak sedikit juga masyarakat yang kecewa dengan migrasi ini. Ini lantaran siaran televisi yang diterima yang biasanya menggunakan antena, harus dilengkapi dengan perangkat Set Top Box (STB).
Dan perangkat penghubung ini telah dijual dengan kisaran harga Rp250-350 ribu. Selain itu, juga ada keluhan masyarakat lainnya yang menyebutkan televisi model lama tidak mendukung dengan perangkat tersebut.
Di sisi lain, Pemimpin MNC Group Hary Tanoesoedibjo juga turut angkat bicara soal kebijakan migrasi TV analog ke TV digital atau Analog Switch Off (ASO).
Menurutnya, kebijakan ASO tersebut masih belum cocok untuk keadaan masyarakat Indonesia saat ini. Bahkan, yang mengherankannya, dengan penerapan kebijakan ASO yang hanya di wilayah Jabodetabek dengan alasan perintah Undang-Undang (UU).
Padahal menurutnya, perintah UU Cipta Kerja adalah ASO nasional, bukan hanya ASO Jabodetabek pada tanggal 2 November 2022.
Pria yang akrab disapa HT ini mengungkap bahwa MK telah membatalkan UU Cipta Kerja dengan putusannya No.91/PUU-XVIII/2020.
Pada butir 7 berbunyi Menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Arti dari Keputusan MK adalah segala sesuatu yang memiliki dampak luas (terhadap masyarakat) agar ditangguhkan. Sebagaimana kita ketahui 60% penduduk Jabodetabek masih menggunakan TV analog,” jelas HT pada laman resmi Instagramnya, yang dikutip pada Selasa (8/11).
Tidak hanya itu, dia juga menilai adanya kejanggalan dari sisi hukum, pasalnya Kementerian Komunikasi dan Informatika menggunakan standar ganda.
Satu, untuk wilayah Jabodetabek mengikuti perintah UU (ASO) dan dua, untuk wilayah di luar Jabodetabek mengikuti Keputusan MK yang membatalkan ASO.
HT juga mengaku pernah menyampaikan kepada Presiden Jokowi bahwa sebaiknya kebijakan saat ini berjalan simulcast. Artinya, siaran analog dan siaran digital berjalan bersamaan. Setidaknya hal tersebut berlangsung sampai masyarakat benar-benar siap dengan TV digital. Ia juga menilai bahwa kebijakan pemerintah ini merugikan masyarakat kecil.
Seperti yang diketahui, bagi masyarakat yang memakai TV analog harus membeli STB (set top box) agar dapat menonton siaran digital. Dalam kasus ini, pabrik atau penjual STB akan mendapatkan untung yang melejit karena permintaan yang naik. Sedangkan, pihak yang merugi adalah masyarakat pengguna TV analog yang pada umumnya merupakan rakyat kecil. []