Asal Mula Penamaan Sungai Tapung yang Merupakan Hulu Sungai Siak

ARASYNEWS.COM – Sungai Siak yang membelah kota Pekanbaru berhulu dari Sungai Tapung Kanan dan sungai Tapung Kiri. Pertemuannya berada di Bencah Bencah Kelubi, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar. Selain itu ada juga anak sungai lain dibagian hilir yang membentuk sungai Mandau.

Sungai Tapung Kanan berada dalam wilayah di Kabupaten Rokan Hulu dan Kecamatan Tapung Hulu Kabupaten Kampar. Sementara Sungai Tapung Kiri berada di Tandun Kabupaten Rokan Hulu dan Kecamatan Tapung Kiri Kabupaten Kampar.

Air dari sungai Tapung Kanan dan sungai Tapung Kiri berbeda. Sungai Tapung Kiri berwarna seperti putih keruh, sedangkan Sungai Tapung Kanan berwarna kehitaman.

Warna kehitaman ini karena banyaknya tumbuhan dan pepohonan dan rawa yang berada ditepi sungai.

Sungai Tapung Kanan dan Kiri ini ada kisah dibaliknya dalam cerita masyarakat.

Disebutkan pada Sungai Tapung Kiri yang dahulunya bernama Batang Tembulun berwarna keputihan karena pada zaman dahulu akibat banyak tepung yang
dibuang ke sungai. Maka sungai Batang
Tembulun berubah namanya menjadi sungai
Tapung atau Tepung.

Sedangkan sungai Tapung Kanan akibat banyaknya pohon yang ditebang yang dibuat untuk Titian sebagai pedoman.

Batang kayu yang ditebang itu menggunakan pisau dan bekasnya masih dapat terlihat sampai sekarang di hilir Kampong Batu Gajah.

Cerita Masyarakat

Pada zaman dahulu terdapat satu desa di tepi sungai Tapung Kiri. Hidup seorang Datuk yang bernama Si
Jimban. Ia memiliki seorang tunangan
yang bernama Niniak Putih Jarum Pemilin.

Mereka sudah merencanakan akan menikah, tetapi sebelum pernikahan dilangsungkan Datuk Si Jimban berniat untuk pergi merantau ke laut untuk modal nikah.

Sebelum pergi, Datuk Si Jimban mendatangi Niniak Putih Jarum Pemilin, ia
berkata,” wahai adinda, relakan kepergian hamba, karena hamba pergi tak akan lama.
Kepergian hamba ini untuk kita berdua, doakanlah hamba agar bisa mendapatkan apa yang kita inginkan”.

Dengan hati yang pilu Niniak Putih jarum Pemilin menjawab, “Pergilah kanda doa hamba mengiringi kepergian kakanda, walau terasa berat tapi hamba merelakannya dan hamba akan menunggu kakanda kembali dengan setia”.

Setelah berpamitan kepada
tunangannya, berangkatlah Datuk Si Jimban
dengan tujuan berlayar ke laut, yakni ke bagian hilir sungai.

Dalam perjalanannya di laut Datuk Si Jimban mengganti namanya menjadi Datuk Semarak Mudo.

Datuk Semarak Mudo dalam perjalanannya bertemu dan berkenalan dengan seorang pemuda yang bernama Datuk Malin Bonsu.

Datuk Malin Bonsu bertanya darimanakah Datuk Semarak Mudo berasal? dijawablah oleh Datuk Semarak Mudo bahwa beliau berasal dari Tandun dan ternyata Datuk Malin Bonsu pun berasal dari Tandun, tetapi karena beliau seorang Dubalang jadi beliau jarang sekali menetap di kampungnya, sejak kecil dia sudah hidup merantau.

Dalam perjalanan Datuk Semarak Mudo dan Datuk Malin Bonsu berteman baik, mereka saling bercerita tentang
pengalamannya masing-masing. Bercerita pulalah Datuk Semarak Mudo tentang tunangannya Niniak Putih Jarum Pemilin yang merupakan gadis tercantik di Tandun yang setia menunggunya pulang dari rantau.

Mendengar cerita Datuk Semarak Mudo tentang kecantikan Niniak Putih Jarum Pemilin hati Datuk Malin Bonsu sangat penasaran, ia ingin sekali melihat dan bertemu dengan Niniak Putih Jarum Pemilin.

Datuk Malin Bonsu timbul niat buruknya. Ia akan pergi ke Tandun untuk
menjumpai Niniak Putih Jarum Pemilin, sebelum pergi ia menyampaikan niatnya kepada Datuk Semarak Mudo.

Datuk Semarak Mudo sama sekali tidak menaruh curiga kepada Datuk Malin Bonsu karena dia menganggap Datuk Malin Bonsu berniat baik kepadanya, malah Datuk Semarak Mudo berpesan kepada Datuk Malin Bonsu untuk menjaga Niniak Putih Jarum Pemilin agar
tidak di ambil orang lain.

Demikian juga ketika Datuk Malin Bonsu memintanya untuk bertukar pakaian. Pakaian Datuk Semarak Mudo dipakainya dan pakaian dia sendiri diberikannya kepada Datuk Semarak Mudo sebagai bentuk kabar.

Begitu juga ketika Datuk Malin Bonsu meminjam gulungan tikarnya. Datuk Semarak Mudo sama sekali tidak menaruh curiga.

Dengan restu dari Datuk Semarak Mudo berangkatlah Datuk Malin Bonsu menuju ke Tandun

Setelah melewati perjalanan yang jauh sampailah Datuk Malin Bonsu di Tandun, ia berjumpa dengan Niniak Putih
Jarum Pemilin.

Melihat kecantikan Niniak Putih Jarum Pemilin timbullah niat ingin memiliki di hati Datuk Malin Bonsu. Ia lupa
akan hubungan baiknya dengan Datuk Semarak Mudo.

Berceritalah Datuk Malin Bonsu kepada Niniak Putih Jarum Pemilin bahwasannya Datuk Semarak Mudo sudah meninggal dunia.

Tunangan Datuk Semarak Mudo ini tidak percaya akan apa yang dikatakan oleh Datuk Malin Bonsu. Datuk Malin Bonsu memperlihatkan pakaian dan gulungan tikar milik Datuk Semarak Mudo yang dibawanya sebagai bukti bahwa Datuk Semarak Mudo memang sudah meninggal.

Niniak Putih Jarum Pemilin tetap tidak percaya akan berita yang dibawa oleh Datuk Malin Bonsu, melihat bahwa Niniak Putih Jarum Pemilin tidak mudah percaya terhadap berita yang ia bawa maka berkatalah Datuk
Malin Bonsu, “Wahai Niniak Putih Jarum Pemilin kalau memang engkau tidak percaya dengan apa yang kusampaikan, maka seumur hidupmu engkau tidak akan bersuami, karena orang yang engkau tunggu tidak akan pernah kembali.”

Dengan bujuk rayuannya terus, tunangan Datuk Semarak Mudo itu lama kelamaan akhirnya
percaya bahwa Datuk Semarak Mudo memang sudah meninggal. Hatinya sangat sedih, ia putus asa. Dalam keputusasaannya Niniak Putih Jarum Pemilin akhirnya menerima pinangan Datuk Malin Bonsu dan mereka menikah.

Setelah dilangsungkan pernikahan antara Datuk Malin Bonsu dengan Niniak Putih Jarum Pemilin, tersiarlah kabar kemana-mana. Kabar ini sampai pula ke telinga seekor burung murai, burung tersebut terbang tinggi
mencari dimana Datuk Semarak Mudo berada, ketika Datuk Semarak Mudo ia jumpai disampaikannyalah berita pernikahan Datuk Malin Bonsu dan Niniak Putih Jarum Pemilin.

Datuk Semarak Mudo tidak mempercayai kabar tersebut. Burung Murai terus berkicau dengan kata-kata yang sama, barulah Datuk Semarak Mudo percaya.

Akhirnya Datuk Semarak Mudo memutuskan untuk pulang ke Tandun dengan membawa hati yang kesal dan perasaan yang kecewa karena telah dikhianati oleh teman dan kekasihnya.

Dalam perjalanan pulang Datuk Semarak Mudo menggunakan sampan, supaya sampannya melaju mengikuti air pasang.

Datuk Semarak Mudo menancapkan galahnya ke Tebing Sungai Siak sebanyak tujuh kali, bekas setiap tancapan galah Datuk Semarak Mudo menjadi hulu sungai, yang sekarang dikenal dengan nama Kuala Sungai Tujuh.

Datuk Semarak Mudo pun berjalan menyusuri Sungai Tapung dari sebelah kanan dan bukan dari sebelah kiri dengan tujuan agar kedatangannya tidak diketahui oleh Datuk Malin Bonsu tetapi karena air sungai tidak dalam maka ia menarik sampannya dengan kuat ke arah mudik sampai ke Koto Batak, karena kuatnya ia menarik sampannya sehingga air sungai tersebut hilirnya kearah
mudik sampai ke Bukit Langgak.

Sementara itu Datuk Malin Bonsu mulai merasa gelisah dan timbul perasaan was-was dalam dirinya, hingga pada suatu malam dia bermimpi. Dalam mimpinya Datuk Semarak Mudo datang mencarinya untuk
meminta pertanggungjawabnya. Datuk Semarak Mudo telah sampai di Bukit Langgak.

Datuk Malin Bonsu terjaga dari tidurnya dan berlari ke Tebing. Sementara itu Datuk Semarak Mudo telah sampai di Tandun.

Begitu sampai di Tandun bertanyalah ia dengan orang kampung, apakah ada yang melihat Datuk Malin Bonsu, orang kampung tersebut menjawab bahwa Datuk Malin Bonsu terlihat menuju kearah kampungnya yaitu di Tebing.

Datuk Semarak Mudo sangat geram dan mengejar Datuk Malin Bonsu sampai ke Tebing. Ternyata ketika ia sampai ke tebing Datuk Malin Bonsu telah lari lagi.

Datuk Semarak Mudo terus mengejarnya sampai akhirnya mereka bertemu di atas puncak Bukit Malin. Bukit ini berada diantara Sungai Kampar Kanan dengan Sungai Kapur dekat dengan Pulau Sialang.

Sampai saat ini masih dapat dibuktikan keberadaan Datuk Semarak Mudo dengan masih adanya jejak kaki Datuk Semarak Mudo yang berukuran panjangnya lebih kurang 45 cm.

Setelah mereka bertemu di Puncak Bukit Malin terjadilah perkelahian diantara keduanya dan menunjukkan kesaktiannya masing-masing. Tapi pada akhirnya Datuk Semarak Mudo dapat mengalahkan Datuk Malin Bonsu, dia memotong kepala Datuk Malin Bonsu dan dia kirimkan pulang ke kampung Datuk Malin Bonsu ke Tebing.

Setelah Datuk Malin Bonsu meninggal, Datuk Semarak Mudo kembali ke Tandun, dia telah memutuskan untuk tidak lagi kembali ke Niniak Putih Jarum Pemilin, hatinya sakit karena Niniak Putih Jarum Pemilin telah
mengkhianatinya dan telah ingkar janji kepadanya.

Sesampainya di Tandun, Datuk Semarak Mudo bertemu dengan Niniak Putih Jarum Pemilin yang baru pulang mandi pagi hari dari sungai, melihat calon tunangannya tersebut di tangga rumahnya sambil menggerai
rambutnya yang panjang.

Datuk Semarak Mudo tak mampu membendung perasaan sakit hatinya. Dan yang terpikir olehnya biarlah berkalang tanah daripada berputih mata. Dia tidak mau menikah dengan orang yang mengkhianatinya tapi dia juga tidak mau apabila Niniak Putih Jarum Pemilin dimiliki oleh orang lain.

Datuk Semarak Mudo akhirnya membunuh Niniak Putih Jarum Pemilin dengan ilmu batin yang dimilikinya atau istilah orang Tandun “digayungnya” sehingga Niniak Putih Jarum Pemilin meninggal dunia saat itu juga.

Setelah Niniak Putih Jarum Pemilin meninggal dunia Datuk Semarak Mudo pergi merantau meninggalkan Tandun. Ia merantau ke daerah Lima Puluh Koto yaitu Payakumbuh, tepatnya di negeri Tiumang Koto Tinggi Suliki, di Sumatera Barat.

Datuk Semarak Mudo menetap di sana untuk
melupakan kenangan dan kesedihannya pada bekas tunangannya. Sampai akhirnya dia menemukan jodohnya disana. Ia menikah dengan seorang gadis cantik yang bernama Putri Kasumbo Ampai adik kandung dari Datuk Pamato Alang.

Kejadian di Tandun

Kejadian yang menimpa Niniak Putih Jarum Pemilin dan Datuk Semarak Mudo meninggalkan kesedihan yang mendalam di hati para sanak keluarga, banyak di antara
mereka memutuskan untuk meninggalkan kampung halaman pergi merantau.

Mereka pergi dengan mengikuti arah Sungai Tapung ke Hilir untuk arah pedoman jalan, setiap sampai di suatu tempat ditumbangkannya batang pohon untuk dijadikan titian.

Mereka menebang pohon dengan menggunakan sebilah pisau dapur sebanyak 99 kali tebang (bergantian satu kali satu orang) sehingga tumbanglah batang kayu tersebut, bekas itupun masih dapat kita lihat dan masih ada sampai sekarang di hilir kampong Batu Gajah.

Sementara itu tinggallah Koto Tandun dengan kesedihan. Seluruh sanak keluarga Datuk Semarak Mudo dan keluarga Niniak Putih Jarum Pemilin membuang seluruh persiapan termasuk tepung yang telah dipersiapkan oleh keluarga Niniak Putih Jarum Pemilin, semuanya dibuang ke sungai Batang Tembulun.

Akibat banyak tepung yang dibuang ke sungai Batang Tembulun, menyebabkan permukaan air menjadi putih
dan sejak saat itulah maka sungai Batang Tembulun berubah namanya menjadi sungai Tapung atau Tepung.

Sampai sekarang ini, orang tidak lagi menyebut sungai itu dengan sungai Batang Tembulun tapi orang
mengenalnya dengan sebutan Sungai Tapung.

[]

Source. Kemdikbud

You May Also Like