Ajak Pemerintah Daerah dan Masyarakat Gunakan Kendaraan Listrik

ARASYNEWS.COM – Pemerintah mengajak masyarakat dan semua instansi pemerintah untuk mengganti mobil dan mobil dinas menjadi mobil listrik. Perintah itu tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) sebagai Kendaraan Dinas Operasional dan/atau Kendaraan Perorangan Dinas Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

Merujuk data Kemenkeu, sekarang ini total kendaraan dinas pemerintah sebanyak 189.803 unit. Artinya, kendaraan sebanyak itu bakal diganti dengan mesin bertenaga listrik walaupun dilakukan secara bertahap.

Ini disinyalir dilakukan demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat juga menekan oversupply alias kelebihan pasokan listrik PT PLN (Persero).

Sebelumnya, direncanakan masyarakat berpindah menggunakan kompor listrik dan menaikkan daya listrik rumah dan menghapus 450 VA. Akan tetapi rencana ini dibatalkan. Sedangkan untuk penggunaan kendaraan listrik masih terus disosialisasikan.

Dikutip dari CNN, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov menilai ambisi pemerintah untuk mendorong penggunaan listrik ini lebih banyak dilakukan di hilir. Karenanya, ini menjadi tanda bahwa ada masalah dalam pasokan listrik yang berlebih atau oversupply.

Dan untuk mengatasi masalah itu, pemerintah berupaya melakukan berbagai cara meningkatkan penggunaan listrik.

Apakah benar PLN kelebihan kapasitas?

Oversupply memang terjadi di wilayah Jawa-Bali. Awal tahun ini saja, Dirut PLN Darmawan Prasodjo mengatakan akan ada tambahan pasokan 6 gigawatt (GW) di Jawa. Padahal, tambahan permintaan hanya 800 megawatt (MW). Artinya, ada kelebihan sebanyak 5 GW.

Kelebihan daya ini diproyeksi bisa meningkat menjadi 7,4 GW pada 2023. Bahkan diperkirakan bisa tembus 41 GW di 2030, seiring dengan penerapan energi baru terbarukan (EBT).

Dikatakan setiap 1 GW, PLN harus menanggung beban sekitar Rp3 triliun per tahun karena dalam kontrak jual-beli listrik dengan produsen listrik swasta terdapat skema take or pay. Dengan kata lain, listrik yang dipakai atau tidak yang diproduksi IPP, PLN tetap harus membayar sesuai kontrak.

Abra mengatakan terkait ambisi pemerintah mendorong penggunaan listrik di sisi demand pun tetap memiliki tantangan. Misalnya, untuk penggunaan mobil listrik bagi operasional pemerintahan pusat dan daerah, peta jalan dan infrastrukturnya pun belum jelas.

Masalah standar jenis mobil listrik yang tepat digunakan pun masih dalam kajian. Selanjutnya, infrastruktur pendukung seperti Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) dan Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU) jumlahnya terbilang masih sedikit dan belum merata.

Berdasarkan data PLN, tercatat hingga saat ini sudah tersedia 150 unit SPKLU PLN pada 117 lokasi yang tersebar di seluruh Indonesia. Adapun rencana penambahan sampai akhir 2022 akan terbangun lagi sejumlah 110 unit SPKLU.

Sementara SPBKLU yang terbangun hingga saat ini baru 5 unit yang terpasang di Jakarta dan 2 unit di Surabaya. PLN pun baru berencana akan membangun 70 unit SPBKLU dengan jumlah sekitar 300 baterai dan lokasi tersebar di Pulau Jawa dan Bali.

“Kenapa pemerintah justru berambisi sekali ingin mendorong penggunaan mobil listrik tapi dari infrastrukturnya belum memadai di daerah-daerah? Bahkan di Jakarta sendiri masih terbatas,” kata Abra.

Ia juga mengatakan bahwa tindakan pemerintah menggenjot program yang berkaitan dengan penggunaan listrik, seiring dengan upaya menekan oversupply listrik PLN.

“Itu motif yang tidak bisa dihindari bahwa perluasan mobil listrik dan kompor induksi ini memang jadi bagian atau strategi pemerintah untuk mengurangi oversupply listrik kita di Indonesia,” kata Abra.

Kalau kecurigaan ini benar, menurutnya langkah ini hanya efektif dalam jangka panjang. Sebab, pemerintah perlu menyelesaikan hambatan-hambatan tadi.

Memang, pemerintah punya peta jalan yang disebut Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). Tapi RUPTL ini pendekatannya hanya dari sisi supply.

Menurut Abra, dari sisi demand perintah pun perlu membuat peta jalan yang jelas.

“Jadi dari tambahan supply tadi, sektor mana saja yang akan menyerap listrik. Baik dari industri, rumah tangga, bisnis, dan sebagainya. Kemudian di-breakdown apa saja utilitas atau peralatan yang kan dijadikan sebagai basis penggunaan listrik tadi,” ujar Abra.

Ditempat terpisah, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan dalam situasi oversupply dan skema take or pay, mau tidak mau PLN atau pemerintah harus menciptakan pasar baru agar pasokan setrum bisa dioptimalkan. Oleh karena itu, muncul perintah penggunaan mobil listrik yang manfaatnya selain menyerap listrik secara maksimal, juga bisa mengurangi emisi gas rumah kaca.

Pun dengan program kompor listrik. Program ini bisa menyerap konsumsi listrik di rumah tangga lebih signifikan.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa berpendapat pemerintah sudah punya peta jalan untuk mengembangkan kendaraan listrik dan rencana untuk penggantian kendaraan dinas pemerintah dengan kendaraan listrik.

Menurutnya, seluruh program ini dimaksudkan untuk mendukung target pencapaian penurunan emisi gas rumah kaca dari sektor energi sesuai target Net Zero Emission (NZE).

“Ini sesuai peta jalan NZE sudah disusun dan sudah dipublikasi oleh IEA (International Energy Agency) dan Kementerian ESDM pada 2 September lalu,” ujarnya.

Namun, Fabby sepakat dengan Abra dan Mamit, penggunaan mobil dan kompor listrik juga diharapkan dapat menaikkan permintaan listrik yang dapat mengurangi beban oversupply PLN saat ini dalam dua tahun mendatang dan bisa menghemat devisa.

Disisi lain, upaya ini dilakukan guna menekan subsidi dan impor BBM yang dikatakan pemerintah menjadi beban. []

You May Also Like