ARASYNEWS.COM, PEKANBARU – Fenomena gerhana bulan total akan berdurasi 1 jam 24 menit 58 detik yang akan terjadi pada Selasa (8/11/2022) besok. Sementara durasi umbral (sebagian dan total) selama 3 jam, 39 menit, dan 50 detik. Puncak gerhana akan terjadi pada pukul 18.00 WIB dan akan berakhir pada pukul 20.56 WIB.
Dalam data yang dihimpun, masyarakat dapat melihat dengan mata telanjang puncak gerhana bulan total di seluruh wilayah di Indonesia kecuali Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Bengkulu.
Dengan akan berlangsungnya fenomena alam ini, Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Riau, Mahyudin, mengajak umat Muslim untuk melaksanakan ibadah sholat Gerhana Bulan.
Ia juga telah mengirimkan surat imbauan ke Kemenag di kabupaten kota agar menyampaikan ke seluruh masjid dan mushola di berbagai daerah di Provinsi Riau untuk melaksanakan ibadah ini.
“Kita sudah kirim surat edaran agar Kemenag kabupaten kota melaksanakan Shalat Gerhana Bulan besok,” kata Mahyudin, Senin (7/11/2022).
“Tapi, itu sifatnya imbauan, ajakan, karena arahan dari pusat juga seperti itu,” sambungnya.
“Kita imbau pengurus masjid dan musholla serta masyarakat yang beragama Islam untuk melaksanakan shalat Gerhana Bulan. Semakin banyak masyarakat yang melaksanakan salat semakin bagus,” pungkasnya.
Untuk waktu pelaksanaan sholat gerhana sebagaimana yang disampaikan, yakni pada saat terjadinya puncak gerhana bulan.
Untuk diketahui, peneliti di Observatorium Bosscha menyatakan bahwa gerhana bulan total bisa diamati dalam interval waktu 2,5 tahun sekali.
Terkahir, gerhana bulan total terjadi pada 26 Mei 2021 dan gerhana bulan sebagian pada 19 November 2021.
Pada saat terjadi gerhana, warna bulan akan menggelap dan ttingkat kegelapan warna bulan purnama pada saat pengamatan ditentukan oleh kondisi atmosfer.
Selain itu, warna bulan saat gerhana bulan total di lokasi pengamatan bergantung pada beberapa faktor seperti banyaknya kandungan uap air; polutan udara dari hasil pembakaran, asap pabrik, dan asap kendaraan bermotor; serta kadar debu atau abu letusan gunung berapi.
Semakin banyak kandungan material tersebut di atmosfer, warna bulan akan tampak semakin gelap. Sedangkan warna merah yang muncul pada saat gerhana bulan total, menurut peneliti disebabkan oleh cahaya matahari yang dihamburkan oleh debu dan molekul di atmosfer bumi.
Peneliti di Observatorium Bosscha mengatakan, keistimewaan gerhana bulan total berlangsung karena matahari, bumi, dan bulan berada pada posisi sejajar dan hal ini dikarenakan bulan bergerak mengelilingi bumi sesuai orbit (garis edar).
“Peristiwa gerhana bulan itu (merupakan) peristiwa yang sebetulnya bersiklus, berulang, karena ketiga benda angkasa akan bergerak dalam satu keharmonisan, jadi (gerhana bulan merupakan) sebuah fenomena alam yang akan berulang dan sekarang sudah bisa dengan sangat baik diprediksi kapan akan terjadi lagi, di mana kita bisa melihatnya, itu sudah sangat bisa diprediksi secara astronomi,” dikutip dari keterangan peneliti Observatorium Bosscha. []