ARASYNEWS.COM – Rasio utang Indonesia sudah melebihi batas ketentuan International Monetary Fund (IMF). Hal itu dikatakan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Suharso Monoarfa dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (23/6/2021) kemarin.
Meskipun begitu, ia menilai ini bukan hanya terjadi di Indonesia, tapi juga sejumlah negara-negara lain.
“Pengelolaan utang kita dari tahun ke tahun tetap terjaga meskipun memang ada rasio-rasio yang kita ikutkan dari IDR, IMF, World Bank. Tapi kalau kita lihat negara lain juga saya kira hampir tidak ada negara yang standarnya dipenuhi, baik standar IMF maupun standarnya IDR,” terang Suharso.
“Rasio debt service terhadap penerimaan sebesar 46,77%, melampaui rekomendasi IMF yang sebesar 25-35%. Kemudian rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan sebesar 19,06%, juga melampaui rekomendasi IDR sebesar 4,6-6,8% dan rekomendasi IMF sebesar 7-19%,” terang Suharso.
“Lalu rasio utang pemerintah terhadap penerimaan sebesar 369%, melampaui rekomendasi IDR sebesar 92-167% dan rekomendasi IMF sebesar 90-150%. Suharso tidak menampik bahwa angka ini memang tinggi, untuk itu ke depan diharapkan rasionya bisa turun,” lanjut keterangnnya.
“Kalau kita hitung berdasarkan debt ratio terhadap penerimaan negara, memang relatif tinggi. Inilah yang jadi PR kita bersama, bagaimana menurunkannya ke depan,” katanya.
“Rasio utang pemerintah juga terus mengalami peningkatan menjadi 39,4% dari produk domestik bruto (PDB) pada hari ini. Meski begitu, angka itu dinilai masih di bawah ketentuan UU Keuangan Negara, di mana batas maksimalnya adalah 60%,” terangnya.
“Kalau kita bercermin ke negara-negara lain sesungguhnya banyak negara termasuk China sendiri punya utang yang jauh lebih besar dari GDP-nya, AS di atas GDP-nya, Jepang juga dua kali dari GDP-nya,” imbuhnya.
Suharso membandingkan rasio utang pemerintah Indonesia dengan negara lain. Filipina memiliki rasio utang 53,5% terhadap PDB selama tahun lalu, Korea Selatan 42,6%, Vietnam 46,7%, bahkan Kolombia 62,8%.
Meskipun dikatakannya terjaga, tapi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) khawatir pemerintah saat ini dan masa pemerintahan mendatang tidak bisa lagi membayar utang.
Utang pemerintah yang terus bertambah biaya bunganya telah melampaui pertumbuhan PDB. Hal itu diungkapkan BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LHP) LKPP 2020. BPK menilai ke depannya kemampuan pemerintah untuk membayar utang makin menurun.
Dari catatan per April 2021, Kementerian Keuangan mencatat utang pemerintah mencapai Rp 6.527,29 triliun atau 41,18% terhadap PDB.
“Tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunga melampaui pertumbuhan PDB dan penerimaan negara yang memunculkan kekhawatiran terhadap penurunan kemampuan pemerintah untuk membayar,” tulis BPK dalam ringkasan eksekutif LHP LKPP 2020 pada Rabu (23/6/2021) kemarin. []