ARASYNEWS.COM – Bangunan ini dikenal dengan nama Surau Lubuk Bauk. Lokasinya berada di pinggir jalan raya Kota Padang Panjang menuju Danau Singkarak, Kota Solok. Terletak di Nagari Lubuk Bauk, Kecamatan Batipuh Baruh, Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat.
Surau ini didirikan pada 1896 memakai nama tempat berdirinya dan rampung pada 1901. Hanya sedikit orang saja yang mengetahui sejarah apa yang tersimpan di balik surau ini.
Surau ini dahulunya merupakan tempat di mana Buya Hamka belajar agama. Di surau tersebut juga menjadi insipirasi Buya Hamka melahirkan novel yang sangat terkenal yakni Tenggelamnya Kapal Van Der Wicjk
Kini keberadaan surau ini dikhususkan sebagai pusat pendidikan non-formal masyarakat setempat. Letaknya berdampingan dengan Masjid Al-Ula yang menyelenggarakan salat jemaah dan berbatasan dengan jalan raya di sebelah utara.
Bangunan surau ini masih kental terbuat dari kayu jenis surian. Konstruksinya tidak mengalami kerusakan berarti walaupun beberapa kali dilanda gempa besar dan angin kencang yang pernah melanda daerah ini.
Menurut ceritanya, surau ini dibangun oleh para Ninik Mamak yang berasal dari Suku Jambak, Jurai Nan Ampek Suku. Tanah surau ini berasal dari wakaf Datuk Bandaro Panjang,
Sekitar tahun 1926, Buya Hamka pernah menuntut ilmu agama di surau ini kepada Syekh Harun Toboh. Syekh Harun Toboh pada 1959 dan dimakamkan tak jauh dari bangunan surau ini.
Bangunan dengan luas 154 meter persegi dan tinggi sekitar 13 meter ini terdiri atas tiga lantai dengan fungsi masing-masing. Terdapat 30 tiang kayu penyangga berbentuk segi delapan yang menopang bangunan dan saling terhubung dengan sistem pasak tanpa paku.
Lantai satu memiliki denah berukuran 13 x 13 meter. Letaknya ditinggikan sekitar 1,4 meter dari permukaan tanah, membentuk kolong. Kolong bangunan ditutup membentuk lengkungan-lengkungan yang pada bagian atasnya dihiasi ukiran berpola tanaman sulur-suluran.
Pada lantai satu, terdapat Mihrab yang dibuat menjorok keluar berukuran 4 x 2,5 meter dinaungi atap gonjong, bentuk atap yang terdapat pada rumah gadang. Pada setiap sisi ruangan, terdapat jendela, kecuali pada mihrab.
Pintu masuk terletak di timur sejajar dengan mihrab. Di atas pintu (ambang pintu) terdapat tulisan basmalah yang dibuat dengan teknik ukir dan di belakangnya ditutup dengan bilah papan. Pada sebelah kanan pintu, terdapat tangga yang mengubungkan ke lantai dua. Lantai ini berdenah 10 × 7,50 meter. Di tengah-tengah ruangan lantai dua, terdapat tiang dengan tangga melingkar untuk ke lantai tiga, yang memiliki denah lebih sempit berukuran 3,50 × 3,50 meter.
Atapnya bersusun tiga yang terbuat dari seng, atap pertama dan kedua berbentuk limas dengan permukaan cekung. Sedangkan atap ketiga berupa atap berdenah silang dengan gonjong di keempat sisinya, Puncak atasnya terdapat hiasan berbentuk catra seperti pada bagian puncak stupa.
Susunan atap dengan bangunan menara tersebut melambangkan falsafah hidup masyarakat minangkabau. Dinding-dindingnya polos tanpa hiasan ukiran, atapnya bersusun empat tanpa kubah, atap susun ketiga merupakan atap gonjong menghadap ke arah mata angin.
Bagian dinding yang berbentuk segitiga dengan penutup gonjong di keempat sisinya, terdapat hiasan ukuran berupa motif hiasan dari Minangkabau, Belanda, dan China.
Pada bagian puncak, terdapat elemen berupa semacam gardu, berdenah segi delapan berdinding kayu dengan jendela-jendela semu yang diberi kaca di setiap sisinya. Struktur ini berfungsi sebagai minaret, yang dapat dinaiki melalui tangga di lantai dua. Atap mineret dibuat bersusun membentuk kerucut dengan bentuk susunan buah labu dihiasi kelopak daun mirip padmanaba pada bangunan Hindu. Eksterior berupa ukiran Minang melekat pada dinding minaret berupa pola tumbuhan pakis yang didominasi warna merah, kuning, dan hijau.
Kemudian, dekat bangunan ini terdapat tiga kolam atau disebut luhak dalam bahasa setempat yang dulunya difungsikan untuk wudu. Selain itu, terdapat bangunan mirip rangkiang yang digunakan untuk menaruh beduk.
Dalam perkembangannya Surau Lubuk Bauk termasuk salah satu benda peninggalan sejarah. Kajian ini telah dilakukan pada tahun 1984 oleh proyek pemugaran dan pemeliharaan peninggalan sejarah dan purbakala Sumatra Barat. Bahkan juga sudah dilaksanakan pemugaran Surau Lubuk Bauk pada tahun 1992-1993.
Di Minangkabau, masjid merupakan salah satu syarat berdirinya permukiman atau nagari. Setiap suku yang menghuni nagari biasanya memiliki surau. Oleh sebab itu, banyak masjid dan surau di Minangkabau yang letaknya berdampingan. Keberadaan surau umumnya dikhususkan sebagai pusat pendidikan non-formal.
Surau Lubuk Bauk berdiri berdampingan dengan Masjidil Ula yang didirikan sekitar tahun 1980. Saat ini, pemakaian surau terbatas untuk tempat belajar mengaji anak-anak atau tempat pertemuan bagi masyarakat setempat. Di ruang mengaji, terdapat sejumlah papan panjang yang ditata menghadap ke papan tulis.
Surau ini ditetapkan sebagai cagar budaya di bawah pengawasan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BPPP) Batusangkar Sumatera Barat dan menjadi salah satu daya tarik wisata terkenal di Kabupaten Tanah Datar. []