ARASYNEWS.COM – Setelah diresmikan peletakan batu pertama alias groundbreaking oleh Presiden Jokowi pada Senin, 24 Januari 20222 kemarin, proses pembangunan pun dilakukan. Pembangunan ini hasil nantinya merupakan pengganti Liquefied Petroleum Gas (LPG), yakni gasifikasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) yang berasa di Kawasan Industri Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.
Dalam keterangannya, Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, proyek pengganti gas LPG senilai Rp33 triliun atau sekitar USD 2,3 miliar ini ditargetkan tuntas dalam waktu 30 bulan ke depan.
Akan tetapi, investor, yakni Air Products & Chemicals Inc (APCI), perusahaan petrokimia asal Amerika Serikat, memperkirakan proses pembangunan memakan waktu sekitar 36 bulan.
“Realisasi investasi ini Rp33 triliun. Waktunya seharusnya 36 bulan, tapi kami rapat dengan Air Products kami minta 30 bulan, ini full dari AS, bukan dari Korea, Jepang, bukan China. Ini seklaigus penyampaian, tidak benar ada pemahaman investasi satu negara. Ini kita buat perimbangan. AS ini investasi kedua setelah Freeport yang terbesar unutk tahun ini,” papar Bahlil saat memberikan sambutan dalam acara groundbreaking, pada Senin kemarin.
Bila dimulai Januari 2022 ini, maka artinya proyek DME ini sudah bisa beroperasi dan mulai disalurkan ke masyarakat paling cepat pada pertengahan tahun 2024.
Sedangkan, produk yang dihasilkan diperkirakan mulai didistribusikan sekitar bulan Oktober 2024.
Lantas, berapa harga pengganti LPG yang tengah dipersiapkan ini?
Seperti diketahui, untuk harga LPG non subsidi pada akhir Desember 2021 lalu naik menjadi Rp11.500 per kilo gram (kg), naik sekitar Rp1.600-Rp2.600 per kg dari harga sebelumnya.
Di pasaran retail atau tingkat konsumen, harga LPG non subsidi seperti tabung 12 kg berwarna biru bahkan telah naik menjadi sekitar Rp175 ribu-Rp177 ribu per tabung.
Kenaikan harga LPG ini juga tak terlepas dari meningkatnya harga Contract Price Aramco (CP Aramco), terlebih mayoritas atau sekitar 80% kebutuhan LPG nasional berasal dari impor.
Berdasarkan informasi dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), terkait kesepakatan struktur harga DME dari hasil pertemuan tiga menteri, yakni Menteri BUMN, Menteri ESDM, dan Menteri Investasi, diusulkan harga DME ex-factory sebesar USD378 per ton, porsinya menjadi kesepakatan antara PTBA dan Air Products.
“Harga DME bersifat fixed-price, tidak ada eskalasi harga batu bara dan Process Service Fee (PSF),” kata Dirjen Minerba.
Sebagai perbandingan untuk harga LPG, CP Aramco pada November 2021 telah mencapai USD847 per metrik ton, harga tertinggi sejak tahun 2014 atau naik 57% sejak Januari 2021.
Ditempat terpisah, Pjs. Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting mengatakan, mengenai penentuan harga pengganti LPG ini, saat ini masih dalam tahap kajian.
“Nanti harga akan disesuaikan dengan kebijakan pemerintah mengenai distribusi DME ini. Saat ini penentuan harga DME masih dalam tahap kajian yang tentunya akan disesuaikan dengan kebijakan yang diterbitkan oleh pemerintah terkait distribusi DME,” ungkapnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, karena DME adalah produk yang bisa digunakan untuk mensubstitusi LPG, maka produk ini nantinya bisa dicairkan seperti halnya LPG. Dan produk ke konsumen pun nantinya disalurkan dalam bentuk kemasan berupa tabung, seperti LPG. []
Source. CNBC