ARASYNEWS.COM – Masyarakat harus bersiap dengan keputusan yang akan diambil pemerintah soal kepastian penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dan Solar.
Pengumuman penyesuaian harga ini dikatakan Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan akan diumumkan Presiden Jokowi dalam waktu dekat.
Penyesuaian ini, kata Luhut, terjadi akibat beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia sudah terlalu besar untuk menanggung biaya subsidi BBM khusus penugasan seperti Pertalite dan juga Solar Subsidi.
Disisi lain, banyak pengamat ekonomi yang mengatakan, jika pemerintah mengerek harga Pertalite ataupun Solar, maka laju inflasi tahun ini bisa meroket. Hal ini lantaran kenaikan harga BBM juga menyulut harga lainnya, terutama transportasi dan bahan pokok.
Sebagaimana diketahui, pada Juni 2013, Presiden Jokowi pernah manaikkan harga BBM, dan inflasi pun melonjak ke level 3,83% year on year (yoy)
Kemudian, pada November 2014, Jokowi juga menaikkan harga BBM bersubsidi hingga 30%. Tak lama kemudian inflasi pun meroket hingga 8,36% yoy.
Sebab itu, Ekonom MakroEkonomi dan Pasar Keuangan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia Teuku Riefky dalam keterangannya yang dikutip, mengatakan, jika harga Pertalite ataupun Solar naik maka inflasi tahun ini bisa mencapai 6% hingga 7% yoy.
Namun, dikatakan dia juga, dampak inflasi dari kenaikan harga BBM ini akan bersifat temporer. Dengan perkiraan tingginya inflasi pada tahun ini, ia malah optimistis inflasi ke depan akan mulai stabil.
Kepala Ekonom Indo Premier Sekuritas Luthfi Ridho sependapat bahwa kenaikan harga BBM jenis pertalite bakal mengerek inflasi tahun ini ke kisaran 7%-8%.
Pemerintah memang belum mengumumkan berapa besar kenaikan harga Pertalite. Hanya saja, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia sebelumnya mengasumsikan kenaikan harga Pertalite menjadi Rp 10.000 atau naik 30,7% dari harga saat ini Rp 7.650/liter.
Artinya akan ada potensi lonjakan inflasi 3,6% tahun ini.
Kenaikan harga BBM berdampak pada kenaikan harga pangan sekitar 30% lantaran ada kenaikan biaya logistik.
Dampaknya, konsumsi rumah tangga turun 0,2%-0,4%. Meski begitu, Luthfi optimistis, pemulihan ekonomi tahun ini masih sangat kuat sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bisa 5,1%.
Analis Makroekonomi Bank Danamon Indonesia Irman Faiz sepakat jika harga Pertalite naik, inflasi bisa naik di level 7% hingga 8% dengan asumsi harga Pertalite naik Rp 2.500 per liter menyumbang inflasi 2,44%-2,87% poin.
Sementara itu, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan kenaikan harga BBM akan memicu naiknya angka inflasi.
“Ini yang akan secara keseluruhan menaikkan ekspektasi inflasi naik. Mendorong barang-barang naik,” katanya, mengutip detikFinance.
Piter juga mengatakan subsidi energi merupakan salah satu kunci keberhasilan RI dalam menahan angka inflasi, dengan kisarannya di angka 4,94%. Jumlah ini lebih baik dibanding negara lain.
“Dan yang paling saya khawatirkan adalah mendorong produsen benar-benar mentransmisikan kenaikan bahan baku tadi. Yang tadinya tidak menaikkan, mereka mengikuti kenaikan BBM,” ungkapnya.
Dilain sisi, untuk penyesuaian harga yang akan dilakukan pada tahun 2022 ini, Mantan Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi mengatakan kenaikan harga energi tentunya akan berdampak pada semua biaya produksi. Bahkan di beberapa komoditas lain, produksi juga akan mengalami kenaikan.
Namun yang jauh signifikan yakni dalam satu tahun terakhir ini, bisnis dunia mulai melakukan penyesuaian, di mana mereka tidak lagi mengandalkan kawasan Eropa tengah sebagai market utama.
“Mereka mulai mengubah. Brazil, Kanada, Australia, India, China sendiri itu semua melakukan adjustment dan itu menekan harga logistik jauh lebih efisien, supply chain terjaga. Yang lain bahwa proses produksi mulai berjalan dan itu menambah pasokan,” terang Bayu.
Menurut Bayu, setidaknya terdapat dua hal yang perlu menjadi perhatian bersama. Pertama, pemerintah dan badan usaha harus betul-betul bersinergi agar pengambilan keputusan tidak telat. Pasalnya, semua negara benar-benar mengambil langkah untuk mengamankan pasokan maupun harga. Sehingga persaingan bukan hanya antar pengusaha saja, namun juga antarnegara melalui kebijakan pemerintah masing-masing. []