
ARASYNEWS.COM – Dalam agama Islam didakwahkan tidak ada pemaksaan dan kekerasan. Dalil ini sebagaimana menurut Imam Abu Hanifah, laa ikraha fid din (tidak ada paksaan dalam agama) yang bermakna umum.
Islam lebih mengutamakan toleransi, tenggang rasa, dan kebebasan. Dan ini sebagaimana yang dijalankan Baginda Rasulullah.
Hanya saja, ada beberapa dalil yang terkait penggunaan dan penerapan kekeraaan. Ada tiga, dan yang pertama adalah boleh, bahkan wajib. Ini berdasarkan ayat Al-Quran; faqtulu al-musyrikina haitsu wajadtumuhum (bunuhlah orang musyrik di mana saja kamu temui), wa qatiluhum hatta la takuna fitnatun wa yakuna al-din kulluhu lillah (bunuhlah mereka sehingga yang ada hanya agama Allah), dan seterusnya.
Melakukan kekerasan dengan alasan menegakkan ajaran Allah bukan hanya boleh, tapi wajib bagi umat Islam.
Selanjutnya yang kedua, adalah haram, pandangan ini didasarkan pada dalil Al-Qur’an. Misalnya, faman sya’a falyukmin wa man sya’a falyakfur (siapa hendak beriman, berimanlah, dan siapa hendak kufur, kufurlah), la ikraha fi al-din (tidak ada paksaan dalam agama), lakum dinukum waliya din (bagimu amamamu dan bagiku agamaku), dan sebagainya.
Ketiga, syubhat, maksudnya adalah ketentuan ini karena adanya ketidakjelasan Al-Qur’an tentang masalah ini dan adanya ta’arudh al-adillah (pertentangan dalil) antara yang mengharamkan dan yang menganjurkannya.
Hanya saja, mengacu dari dalil-dalil tersebut, menegakkan Islam tidak boleh dijalankan dengan kekerasan, terutama melakukan pemaksaan menganut agama.
Pemaksaan kehendak tak pernah dibenarkan oleh agama apapun dan oleh etika sosial apapun bahkan oleh akal yang sehat/waras.
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama; sungguh telah jelas jalan yang benar dan jalan yang sesat.
Mengomentari ayat ini Ibnu Katsir mengatakan:
أي: لا تكرهوا أحدًا على الدخول في دين الإسلام فإنه بين واضح جلي دلائله وبراهينه لا يحتاج إلى أن يكره أحد على الدخول فيه، بل من هداه الله للإسلام وشرح صدره ونور بصيرته دخل فيه على بينة، ومن أعمى الله قلبه وختم على سمعه وبصره فإنه لا يفيده الدخول في الدين مكرها مقسورًا
Maksudnya: Jangan kalian paksa siapapun untuk masuk agama islam, karena kebenaran Islam sudah sangat jelas, nampak, kelihatan, dan sangat terang bukti-buktinya, sehingga tidak butuh memaksa siapapun untuk memasukinya. Namun orang yang mendapat petunjuk dari Allah untuk masuk Islam, Allah lapangkan dadanya, Allah beri cahaya ilmunya, maka dia akan masuk Islam atas dasar telah mendapatkan penjelasan. (Tafsir Ibnu Katsir, 1/682).
Pemaksaan kehendak itu sesungguhnya akan sia-sia, seperti dalam pepatah:
الاكراه لا يورث ايمانا وانما يورث نفاقا
Pemaksaan tidak mewariskan keimanan melainkan kepura-puraan (hipokrit).
Dari sini tampak jelas bahwa mereka yang memaksakan kehendak adalah mereka yang tak paham, bahkan dungu dan hanya mementingkan diri sendiri atau golongan.
Selain itu, juga disampaikan Rasulullah, bahwa tidak diperbolehkan meminta-minta kepada orang lain.
مَنْ سَأَلَ النَّاسَ أَمْوَالَهُمْ تَكَثُّرًا فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْرًا فَلْيَسْتَقِلَّ أَوْ لِيَسْتَكْثِرْ
“Barangsiapa meminta-minta pada orang lain dengan tujuan buat memperbanyak kekayaannya, sesungguhnya dia telah meminta bara api. Terserah kepadanya, apakah dia akan mengumpulkan sedikit atau memperbanyaknya.” (HR. Muslim no. 1041)
Namun, terdapat beberapa jenis orang yang diperbolehkan minta pada orang lain. di antaranya artinya orang yang fakir pada keadaan sangat mendesak atau meminta pada penguasa.
Rasulullah ﷺ bersabda,
إِنْ الْمَسْأَلَةَ كَدٌّ يَكُدُّ بِهَا الرَّجُلُ وَجْهَهُ إِلَّا أَنْ يَسْأَلَ الرَّجُلُ سُلْطَانًا أَوْ فِي أَمْرٍ لَا بُدَّ مِنْهُ
“Sesungguhnya, meminta-minta itu merupakan topeng yg dikenakan seorang pada dirinya sendiri, kecuali Jika seorang meminta pada penguasa atau karena keadaan yang sangat mendesak.” (HR. At-Tirmidzi no. 681, dia berkata, “hasan sahih”)
Andaikan seseorang termasuk orang yang boleh minta-minta, maka beliau pun tidak boleh meminta-minta dengan memaksa.
Jika diterapkan dengan yang terjadi saat ini, adalah menerapkan pemaksaan tentang pungutan Tapera yang dipaksakan kepada rakyat untuk kepemilikan rumah.
Dan yang anehnya yang dikutip adalah tidak ada terkecuali pada siapapun pegawai atau karyawan meskipun mereka sudah memiliki rumah tempat tinggal.
[]