
ARASYNEWS.COM – Dalam bekerja bagi seorang pegawai ataupun sebagai seorang pemimpin, melaksanakan tugas dan fungsi dalam pekerjaan merupakan kewajiban dan amanah yang harus dijalani, apalagi janji-janji yang pernah diucapkan.
Melaksanakan itu semua adalah untuk mendapatkan pahala, dan sebaliknya, meninggalkan itu akan mendapat sanksi dan bahkan dosa.
Sebagai umat Muslim, harus memahami setiap menerima tugas dan pekerjaan, serta jabatan harus amanah. Dan juga harus tuma’ninah dalam menjalaninya.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Ahzab ayat 72
إِنَّا عَرَضْنَا ٱلْأَمَانَةَ عَلَى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱلْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا ٱلْإِنسَٰنُ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا
Artinya: “Sesungguhnya kami telah menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, tetapi semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat). Lalu dipikullah amanah itu oleh manusia. Sungguh manusia itu sangat zalim dan sangat bodoh”.
Berdasarkan ayat tersebut, maka manusia adalah makhluk yang memikul beban (mukallaf). pembebanan (taklif) meliputi hak dan kewajiban. Setiap beban yang diterima manusia harus dilaksanakan sebagai amanah.
Amanah dalam kekuasaan
Hal yang seperti ini banyak terlihat pada zaman sekarang ini. Seseorang yang mendapat kekuasaan atau jabatan yang diberikan kepadanya kerap meninggalkan tugas dan kewajibannya. Dan mirisnya lagi fokus pada diri sendiri untuk keuntungan pribadi atau keluarganya.
Hal-hal yang seperti itu jelas diharamkan Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang kami angkat menjadi pekerja untuk mengerjakan sesuatu, dan kami beri upah menurut semestinya, maka apa yang ia ambil lebih dari dari upah yang semestinya, maka itu adalah penyelewengan.” (HR. Abu Dawud).
Di antara amanah dalam kekuasaan adalah memberikan suatu tugas atau jabatan kepada orang yang paling memiliki kapabilitas dalam tugas dan jabatan tersebut, sebagaimana Hadist Nabi Muhammad ﷺ bersabda : “Apabila suatu urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah datangnya kehancuran.” (HR. Al-Bukhari).
Rasulullah ﷺ dalam sabdanya menyampaikan bahwa seorang hamba yang diberi amanat menjadi seorang pemimpin oleh Allah SWT, tapi tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik atau tidak amanah, maka dia tidak akan mencium bau surga.
Rasulullah ﷺ bersabda, “Tidaklah seorang hamba yang Allah beri amanat kepemimpinan, namun dia tidak menindaklanjutinya dengan baik, selain tak bakalan mendapat bau surga.” (HR Bukhari).
أنَّ عُبَيْدَ اللهِ بنَ زِيَادٍ دَخَلَ علَى مَعْقِلِ بنِ يَسَارٍ في مَرَضِهِ، فَقالَ له مَعْقِلٌ: إنِّي مُحَدِّثُكَ بحَدِيثٍ لَوْلَا أَنِّي في المَوْتِ لَمْ أُحَدِّثْكَ به، سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ، يقولُ: ما مِن عَبْدٍ اسْتَرْعاهُ اللَّهُ رَعِيَّةً، فَلَمْ يَحُطْها بنَصِيحَةٍ، إلَّا لَمْ يَجِدْ رائِحَةَ الجَنَّةِ
Hadits serupa disampaikan Imam Muslim dalam Shahih Muslim, Rasulullah ﷺ dalam sabdanya menyampaikan bahwa surga haram bagi pemimpin yang mati dalam keadaan sedang menipu rakyatnya.
عَنِ الْحَسَنِ، قَالَ: عَادَ عُبَيْدُ اللهِ بْنُ زِيَادٍ مَعْقِلَ بْنَ يَسَارٍ الْمُزَنِيَّ فِي مَرَضِهِ الَّذِي مَاتَ فِيهِ، قَالَ مَعْقِلٌ: إِنِّي مُحَدِّثُكَ حَدِيثًا سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، لَوْ عَلِمْتُ أَنَّ لِي حَيَاةً مَا حَدَّثْتُكَ، إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: “مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ اللهُ رَعِيَّةً، يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ، إِلَّا حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ
Rasulullah ﷺ bersabda, “Barang siapa diberi beban oleh Allah untuk memimpin rakyatnya lalu mati dalam keadaan menipu rakyat, niscaya Allah mengharamkan surga atasnya.” (HR Muslim).
Karena itu, agama Islam mengajarkan agar para pemimpin menjadi pemimpin yang baik, adil, jujur, amanah, dan bijaksana agar selamat di dunia dan akhirat. Dan demikian juga bagi seseorang yang mendapatkan amanah dan tugas.
Wallahu alam
[]