
ARASYNEWS.COM – Hidup ditengah masyarakat dan sebagai seorang pemimpin atau wakil yang diamanahkan, mungkin menjadi pemikiran tentang mana yang lebih didahulukan kepentingan umum atau kepentingan pribadi dan golongan.
Kepentingan pribadi atau golongan adalah kebutuhan atau keinginan seseorang akan sesuatu yang bersifat pribadi untuk diri sendiri ataupun golongannya. Sedangkan kepentingan umum adalah mengenai kepentingan banyak orang untuk kemaslahatan bersama.
Menurut istilah, mendahului kepentingan umum dinamai dengan ‘altruisme’ yakni sikap mendahulukan kepentingan orang lain atau umum diatas kepentingan pribadi atau golongan.
Sedangkan dalam Islam, dinamai dengan ‘itsar’, yakni sikap mendahulukan kepentingan orang lain dan umum daripada dirinya sendiri.
Untuk hal ini, masyarakat menilai ini adalah sifat yang mulia, demikian juga dalam pandangan semua agama, demikian juga bagi Allah SWT.
Tidak semua orang memiliki sifat terpuji ini. Sifat ini berguna untuk meningkatkan ukhuwah islamiah. Dan itsar ini berada pada tingkatan diatas dari ukhuwah.
Dikutip dari HR Muslim, Rasulullah ﷺ bersabda, “Siapa yang melepaskan kesusahan seorang mukmin di dunia niscaya Allah akan melepaskan kesusahannya di akhirat. Siapa yang memudahkan orang yang kesusahan, niscaya Allah akan memudahkan (urusannya) di dunia dan di akhirat. Siapa yang menutupi (aib) seorang muslim, niscaya Allah akan menutupi (aibnya) di dunia dan di akhirat. Dan Allah selalu menolong hamba-Nya jika hamba tersebut menolong saudaranya.” (HR Muslim)
Seseorang yang gemar membantu orang lain, memudahkan banyak urusan orang lain, bahkan lebih mengutamakan kepentingan orang lain dibanding kepentingannya sendiri tentu akan memperoleh banyak simpati dari orang-orang di sekitarnya, terlebih lagi oleh mereka yang pernah dimudahkan urusannya dan dibantu penyelesaian masalahnya sehingga akan menimbulkan rasa simpati dan saling menyayangi satu sama lain.
Hanya saja yang penting untuk digarisbawahi adalah mendahulukan kepentingan umum dengan mengorbankan kepentingan pribadi juga sangat tidak dianjurkan.
Salah satu contoh adalah berbagi atau memberi di saat berlebih adalah hal mudah, meski tidak semua orang melakukannya. Tetapi memberi atau berbagi di saat kita membutuhkan, hanyalah orang-orang yang mengharapkan ridho dari Allah dan surga kelak balasannya.
Bahkan kisah yang teramat indah ini Allah lukiskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Insan (76): 8-10, agar menjadi pelajaran bagi kita semua.
وَيُطْعِمُونَ ٱلطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا
Artinya: Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. (QS. Al insan : 8)
إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ ٱللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنكُمْ جَزَآءً وَلَا شُكُورًا
Artinya: Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. (QS. Al insan : 9)
إِنَّا نَخَافُ مِن رَّبِّنَا يَوْمًا عَبُوسًا قَمْطَرِيرًا
Artinya: Sesungguhnya kami takut akan (azab) Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan. (QS. Al insan : 10)
Selain itu, Allah SWT juga menjelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Hasyr, yakni
وَٱلَّذِينَ تَبَوَّءُو ٱلدَّارَ وَٱلْإِيمَٰنَ مِن قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِى صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِّمَّآ أُوتُوا۟ وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۚ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِۦ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ
Artinya : Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin);
Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung. (QS. Al-Hasyr : 9).
Wallahu Alam
[]