Masjid Tuo, Daerah Terakhir yang Dikuasai Belanda

ARASYNEWS.COM – Masjid Bawan Tuo, di Nagari Bawan, Kecamatan Ampek Nagari, Kabupaten Agam, Sumatera Barat (Sumbar). Merupakan basis terakhir umat Islam di Sumatera Barat sebelum penjajahan Belanda pada zaman dahulu.

Dari buku ‘Masjid-masjid Bersejarah di Indonesia’ karangan Abdul Baqir Zein, dilansir dari langgam, masjid ini berdinding kayu pohon pinang dan disangga tiang utama dari pohon jati berukuran besar dan beratapkan rumbia.

Masjid itu nyaris terbenam lumpur dan akhirnya masyarakat di daerah itu memutuskan memindahkan masjid ke arah depan.

Disebitkan juga, masjid itu didirikan seorang raja yang berjasa besar dalam penyebaran ajaran agama Islam di Minangkabau yang dikenal dengan nama Rajo Kaciak.

Rajo Kaciak merupakan seorang raja yang berkuasa di Lembah Bawan saat itu. Ia dilantik sebagai raja di Istana Bukik Bunian di daerah Sura Bayo, Lubuk Basung oleh seorang rajo besar bernama Rajo Alam Sabatang Rantau.

Kekuasaan Rajo Kaciak yang berpusat di Lembah Bawan saat itu memiliki luas lebih kurang 50 kilometer persegi. Daerah tersebut juga kerap disebut Salemba Bawan.

Sebagai seorang muslim yang taat, Rajo Kaciak sangat giat berdakwah kepada penduduk Nagari Bawan dan sekitarnya.

Ia-lah yang menggagas berdirinya Masjid Tuo Bawan tahun 1800 masehi sebagai pusatnya dalam berdakwah.

Dalam cerita, lokasi Masjid Tuo Bawan bukanlah berada di lokasi berdiri saat ini. Namun lokasinya diperkirakan berada puluhan meter di belakang lokasi sekarang di Nagari Bawan, Kecamatan Ampek Nagari, Kabupaten Agam, Sumatera Barat (Sumbar). Namun, karena didirikan di daerah cekungan dan tanah berlumpur, sehingga masjid tua tersebut lama kelamaan nyaris terbenam.

Tidak hanya itu, bangunan masjid lama diketahui juga sangat sederhana, ditambah jumlah penduduk yang semakin hari kian ramai, sehingga tidak cukup untuk menampung masyarakat sekitar yang ingin beribadah. Karena itulah, disepakati untuk mendirikan bangunan baru di lokasi yang baru.

Catatan Abdul Baqir Zein, masjid baru pengganti Masjid Tuo Bawan lama didirikan pada masa penjajahan Jepang, 1942. Masjid baru didirikan di atas tanah seluas satu hektare yang merupakan tanah wakaf. Bangunan masjid itu seluas 40×40 meter.

Orang-orang yang pertama kali mengurus masjid baru itu adalah Saura Dalib, Arif Tuanmu Marajo, Thaib Karimajaro dan Abdul Karim. Selain itu, masjid itu juga pernah diurus Abang Abdullah, ia berasal dari Betawi, setelah beberapa tahun ia kembali ke daerah asalnya.

Namun, terkait sejarah perkembangan dan aktivitas di Masjid Tuo Bawan sebelum dipindahkan ke lokasi yang baru, kami belum mendapatkan catatan pasti. baik itu bentuk atap masjid, ruangan ataupun bentuk dan jumlah pintu serta jendelanya.

Pada 1810 Masehi, Belanda berhasil masuk ke wilayah Sumatera Barat dan menguasai kota Padang dan kemudian menyebar ke sejumlah daerah pedalaman. Namun, untuk tembus ke Lubuk Basung, mereka harus menempuh kawasan Kelok 44, Bukit Gaslang Kuau, Bukit Apit dan Panta.

Rajo Kaciak dikabarkan terbunuh di Bukit Apung, suatu daerah antara Lubuk Basung dan Tiku. Dan kekuasannya digantikan Kepala Nagari Lakan di Sitalang. Ia meneruskan perjuangan Rajo Kaciak untuk melawan kompeni.

Dalam sebuah pertempuran yang dahsyat, Raja Nagari Lakan berhasil ditangkap beserta 7 orang prajuritnya. Saat itulah, Nagari Lembah Bawan jatuh ke tangan kompeni yang merupakan basis terakhir yang dikuasai Belanda di Minangkabau. []

You May Also Like