Kisah Dibalik Berdirinya Tugu Pahlawan Tak Dikenal Bukittinggi

ARASYNEWS.COM – Dari Sumatera Barat banyak melahirkan pahlawan yang berjasa bagi Indonesia dan kemerdekaan Indonesia.

Dan banyak diantaranya ada yang terdaftar masuk sebagai pahlawan nasional. Akan tetapi ada juga pahlawan yang belum terdaftar sebagai pahlawan nasional. Mereka berjuang dengan berbagai macam cara agar terbebas dari penjajahan yang ada di negeri Minangkabau dan Sumatera Barat. Dan bahkan ada juga yang berjuang dalam bentuk tulisan dan perjuangan penyebaran agama Islam.

Untuk mengenang jasa para pahlawan yang tidak dikenal di Sumatera Barat, didirikan satu monumen yang dinamai Tugu Pahlawan Tak Dikenal.

Tugu atau monumen ini terletak di pusat kota Bukittinggi, di jalan Khatib Sulaiman, Kelurahan Aur Tajungkang Tengah Sawah, Kecamatan Guguk Panjang. Tepatnya berseberangan dengan Taman Monumen Bung Hatta, dan berjarak sekira 300 meter dari Jam Gadang. Dan kini menjadi salah satu objek wisata sejarah yang ada di kota Bukittinggi.

Tugu Pahlawan Tak Dikenal mulai dibangun pada 15 Juni 1963 yang ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Jenderal Abdul Haris Nasution. Pembangunannya berlangsung selama dua tahun, yang akhirnya selesai dan diresmikan pada 20 Mei 2022.

Latar belakang pembangunan tugu ini untuk mengenang perlawanan para pahlawan yang gugur dalam menentang kolonialisme prnjajahan Belanda pada 5 Juni 1905.

Kata ‘tak dikenal’ yang disematkan pada tugu ini menandakan bahwa para pahlawan tersebut tak dikenali secara pasti ketika ditemukan gugur dalam penentangan itu.

Sejarah ini tertuang dalam prasasti yang terdapat di depan Tugu Pahlawan Tak Dikenal.

Dalam prasasti itu pula, dituliskan tugu ini dirancang oleh seniman asal Padang Panjang, Sumbar, Hoerijah Adam bersama suaminya, Ramudin.

Prasasti di bawah tugu yang menceritakan bahwa Tugu Pahlawan Tak Dikenal Bukittinggi dibangun untuk mengenang perjuangan para pahlawan yang namanya tak bisa dikenali. Mereka adalah para pejuang yang menjadi korban dalam pergolakan yang terjadi pada Juni 1908 dalam menentang sistem pajak oleh Belanda yang diberlakukan sejak 1 Maret 1908. Sistem pajak yang baru itu dirasakan sangat memberatkan rakyat.

Soal penamaan, sumber lain menyebut bahwa diambil dari sajak Mohamad Yamin berjudul “Pahlawan Tak Dikenal”. Dan itu diperkuat dengan adanya prasasti sajak itu di sebelah prasasti sejarah tugu ini.

Sajak yang tertulis itu berbunyi: “Mati luhur tidak berkubur. Memutuskan jiwa meninggalkan nama. Menjadi awan di angkasa. Menjadi buih di lautan. Semerbak harumnya di udara.”

Bentuk tugu atau monumen ini secara keseluruhan dibangun dengan bahan utama semen berkonstruksi kasar. Desainnya berupa lingkaran ornamen ular naga besar di tengah sebuah kolam dengan bidang bundar dan dihiasi taman.

Jika diperhatikan, tugu ini bentuknya seperti kerucut. Semakin ke atas semakin kecil. Dan pada puncaknya berdiri sebuah patung yang terlihat seperti seorang pemuda dengan memegang semacam pedang.

Dahulunya patung tersebut memegang sebuah bendera, namun setelah disambar petir patung tersebut diperbaharui tanpa memegang bendera.

Relief naga pada tugu ini terlihat dengan jelas, mulai dari mata, mulut dengan gigi yang runcing, hingga sirip yang ada ditubuhnya.

Tugu tersebut menghadap ke barat dan berada di ruang terbuka hijau. Sehingga dapat dilihat masyarakat untuk mengenang jasa para pahlawan tak dikenal dan sebagai edukasi bagi masyarakat hingga kini.

Melihat relief raksasa pada batang tugu itu tampaknya dimaksudkan untuk menggambarkan wajah angkara murka kolonialisme Belanda yang sangat kuat dan berkuasa saat itu, layaknya kekuatan para raksasa, dalam menguras kekayaan negeri dan membebani pajak kepada rakyat.

Sejarah didirikannya Tugu Pahlawan Tak Dikenal

Disebutkan di sana bahwa peletakan batu pertama pembangunan tugu dilakukan mendiang Jenderal AH Nasution pada 15 Juni 1963 dan diresmikan pada 1965. Konstruksi bangunan tugu dibuat oleh Hoerijah Adam (1936-1971) yang wafat dalam kecelakan pesawat Vickers Viscount Merpati Nusantara Airlines dengan registrasi PK-MVS, yang jatuh di Samudera Hindia di lepas pantai Padang pada 10 November 1971. Seluruh dari 69 orang yang ada di atas pesawat tewas dalam kecelakaan terburuk dalam sejarah penerbangan Indonesia pada saat itu.

Kepala ular naga yang tengah menggigit mulut raksasa berada di bagian dasar tugu, sedangkan relief perjuangan para pahlawan digambarkan pada dinding-dinding Tugu Pahlawan Tak Dikenal ini, yang seakan sulit untuk diterjemahkan.

Di bawah tugu terdapat tengara berisi kutipan tulisan Muhammad Yamin yang berbunyi: “Pahlawan Tak Dikenal, mati luhur tak terkubur, memutuskan jiwa meninggalkan nama, menjadi awan di angkasa, menjadi buih di lautan, semerbak harumnya di udara”.

Peristiwa berdarah yang dikenang melalui diberdirikannya Tugu Pahlawan Tak Dikenal Bukittinggi itu dikenal sebagai Perang Kamang, sebuah perang dahsyat yang meletus pada 15-16 Juni 1908. Pemicunya adalah diterapkannya peraturan pajak sebesar 2% kepada rakyat Minangkabau terhadap seluruh hewan ternak yang akan disembelih, baik yang akan dimakan maupun untuk hewan kurban. Selain itu ada pula pelanggaran oleh Belanda terhadap perjanjian Plakat Panjang yang dibuat semasa Perang Padri.

Kemudian pada 15 Juni 1908 dari Bukittinggi datang pasukan Belanda berkekuatan 160 orang yang dibagi dalam tiga kelompok untuk menyerbu Kamang, setelah rakyat membangkang untuk membayar pajak. Perang frontal (basosoh) dengan perlengkapan tempur tak seimbang itu pecah pada dinihari berikutnya yang membawa korban sekitar 100 pejuang mati tertembak, termasuk tokoh perlawanan H Abdul Manan, dan sebanyak 12 orang tentara kolonial mati dengan lebih kurang 20 orang luka-luka. Daerah Kamang yang lokasinya berada sekitar 16 km dari Bukittinggi sebelumnya pernah menjadi basis kekuatan Tuanku Nan Renceh semasa Perang Padri. []

You May Also Like