
ARASYNEWS.COM – Di jalan lintas yang menghubungkan kota Bukittinggi dengan Padang Sidempuan, terdapat satu tugu pesawat. Lokasinya berada di tepi jalan di Gadut, Kecamatan Tilatang Kamang, Kabupaten Agam. Atau sekitar 5 kilometer dari pusat kota Bukittinggi. Monumen replika pesawat itu berdiri megah hingga kini.
Replika pesawat ini merupakan pesawat Avro Anson RI-003 yang dibeli dari mantan pilot RAF asal Australia, Paul H. Keegan. Pembelian pesawat itu dari hasil sumbangan emas masyarakat Sumatera Barat dengan total sebanyak 12 kg emas.
Pembelian pesawat itu adalah hasil sumbangan dan pengorbanan kaum ibu Bundo Kanduang di Sumatera Barat. Mereka menyumbangkan perhiasan emas untuk membeli pesawat terbang tersebut.
Mereka, kaum perempuan ini tanpa sungkan dan pikir panjang menyumbangkan liontin, perak hingga emas mulai emas anting, kalung, gelang bahkan cincin kawin beralih tangan ke Panitia Pusat Pengumpul Emas yang dibentuk oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta, 27 September 1947, di Bukittinggi. Proses pengumpulan selama dua bulan.

Pesawat yang di Bukittinggi (RI-003) tersebut sebenarnya lebih dahulu dari pada yang di Aceh (RI-001).
Kisah ini bermula pada tanggal 27 September 1947 di Kota Bukittinggi, Mohammad Hatta membentuk Panitia Pusat Pengumpul Emas untuk mengumpulkan sumbangan dari rakyat.
Dikutip dari situs Pemkab Agam, sumbangan itu untuk membeli sebuah pesawat terbang yang akan diterjunkan dalam misi-misi khusus guna menyelamatkan Republik Indonesia dari serangan Belanda yang terkenal sebagai Agresi Militer.
Selang beberapa hari setelah pembentukan panitia tersebut, Hatta mengadakan sebuah apel besar di Lapangan Kantin (lapangan depan Makodim 0304/Agam, sekarang). Selaku Wakil Presiden RI, Hatta menyampaikan kepada masyarakat Minang tentang situasi negara saat itu sekaligus mengimbau rakyat mengulurkan tangan membantu perjuangan.
Tanpa pikir panjang, spontan orang-orang di sana terutama amai-amai (ibu-ibu) mendaftarkan diri untuk menyumbangkan semua perhiasan emas dan peraknya, berupa liontin, anting, kalung, gelang, bahkan cincin kawin mereka sumbangkan.
Bukan hanya di Bukittinggi dan Agam saja, sumbangan juga berasal dari tempat lain seperti Padang Panjang.
Dari hasil sumbangan itu, datanglah sebuah pesawat terbang buatan Inggris tipe Dakota dengan call sign RI-003 dari Lanud Maguwo Yogyakarta menuju Lanud Gadut, Agam. Melihat proses landing tersebut makin menggeloralah semangat perjuangan masyarakat Minangkabau.

Sementara, dikutip dari situs pahlawan center, Iswahyudi yang saat itu menjabat Komandan Pangkalan Udara Gadut, Bukittinggi juga punya peran. Pria kelahiran 15 Juli 1918 itu mengimbau masyarakat setempat untuk mengumpulkan uang guna membeli sebuah pesawat terbang.
Imbauan itu disambut baik masyarakat di Sumbar. Meski kondisi ekonomi saat itu cukup sulit, secara bergotong royong masyarakat Bukittinggi mengumpulkan uang dan harta benda mereka.
Dengan dana yang terkumpul ditukar dengan emas seberat 12 kilogram itulah dibeli sebuah pesawat terbang jenis Avro Anson dari seorang dari Keegan.
Hanya dalam tempo kurang dari dua bulan, emas sudah terkumpul sebanyak satu kaleng biskuit. Pada akhir November 1947, bertempat di kantornya Gedung Agung (kini Istana Bung Hatta), Wakil Presiden Bung Hatta menerima emas tersebut.
Emas perhiasan tersebut berasal dari sumbangan rakyat Sumatera Barat itu lalu dilebur dan dijadikan emas batangan dengan berat 14 kilogram (kg) dari tangan Ketua Majelis Pertahanan Rakyat Daerah (MPRD) Sumatera Barat, Chatib Sulaiman.
Wakil Presiden Bung Hatta lantas menugaskan seorang pembantu dekatnya, Aboe Bakar Loebis bersama timnya mencari kapal terbang untuk dibeli. Berkat bantuan dua staf Perwakilan RI di Singapura, kebetulan putra Minangkabau juga, Letnan Penerbang Mohammad Sidik Tamimi alias Dick Tamimi dan Ferdy Salim (putra Haji Agus Salim), didapat kapal terbang jenis Avro Anson di Thailand.

Sementara, dikutip dari TNI AU ada peran Halim Perdanakusuma di balik pembelian pesawat itu. Kala itu, tugas untuk membangun AURI di Sumatera dipercaya kepada Komodor Muda Udara Halim Perdanakusuma. Halim sangat dekat dengan Panglima Besar Jenderal Soedirman. Pendapat dan sarannya tentang Angkatan Udara sering diminta oleh Jenderal Soedirman.
Pemerintah menugaskan Halim ke Sumatera dan diangkat sebagai pejabat AURI di Komandemen Tentara Sumatera. Selama melaksankan tugas, Halim berhasil menjalin kerja sama dengan Panglima Tentara dan masyarakat di Sumatera. Bahkan, dia berhasil menghimpun dana mengumpulkan emas dari rakyat untuk kemudian digunakan membeli pesawat.
Salah satu bukti hasil pengumpulan dana adalah dengan berhasil dibelinya sebuah pesawat Avro Anson dengan registrasi VH-BBY. Pesawat itu dibeli dengan harga 12 kg emas murni yang kemudian diberi nomor registrasi RI-003.
Pesawat diterbangkan sendiri oleh pemiliknya dari Songkhla, Siam Selatan langsung ke Bukittinggi setelah ada ‘clearance’ dari perwakilan AURI di Singapura. Dengan demikian pesawat itu menjadi milik AU, dan nomor registrasi diganti menjadi RI-003.
Setelah pesawat tiba di Bukittinggi, Iswahyudi mengadakan percobaan terbang dan berhasil dengan baik. Sesudah itu, bersama dengan Halim Perdanakusuma dia berangkat ke Bangkok untuk mengantarkan kembali Keegan.
Hal ini sesuai dengan perjanjian sebelumnya. Selain mengantarkan Keegan, mereka mendapat tugas pula untuk mengadakan kontak dengan pedagang-pedagang Singapura dalam rangka membeli senjata yang akan dibawa ke Tanah Air lewat Singapura.
Pada 14 Desember 1947, sesudah menyelesaikan tugas di Bangkok, RI-003 kembali berangkat menuju Singapura. Dalam perjalanan kembali inilah tiba-tiba di daerah Perak-Malaysia pesawat tersebut terjebak dalam cuaca buruk. Pesawat jatuh di Pantai Tanjung Hantu, Perak-Malaysia. Laporan pertama tentang kecelakaan diterima oleh polisi Lumut dari dua orang warga China penebang kayu bernama Wong Fatt dan Wong Kwang pada sekitar pukul 16.30 waktu setempat pada tanggal 14 Desember 1947.
Seorang petugas kepolisian berbangsa Inggris bernama Burras segera pergi ke tempat musibah. Baru pada pukul 18.00 ia tiba dilokasi kejadian. Namun, dia tidak menemukan sesuatu, karena air sedang pasang naik.
Baru pada keesokan harinya Kepala Polisi Lumut bernama Che Wan dan seorang anggota Polisi Inggris bernama Samson berangkat ke tempat kecelakaan dan tiba di tempat pukul 09.00. Kepadanya kemudian dilaporkan tentang ditemukan sesosok jenazah yang mengapung beberapa ratus yards dari lokasi reruntuhan pesawat, yang oleh para nelayan setempat dibawa ke darat.
Ditemukan juga barang-barang lain di antaranya sebuah dompet, buku harian pesawat, kartu-kartu nama, sarung pistol yang tidak ada pistolnya, sarung pisau dengan nama Keegan di atasnya, dan beberapa potong pakaian.
Dari bukti-bukti yang ditemukan itu diambil kesimpulan bahwa pesawat terbang yang mengalami kecelakaan itu adalah pesawat milik Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI).
Disimpulkan kecelakaan terjadi bukan karena kerusakan mesin, tetapi karena cuaca sangat buruk. Berita mengenai kecelakaan pesawat segera tersebar luas, di antaranya dimuat dalam surat-surat kabar berbahasa Inggris seperti The Times dan Malay Tribune terbitan tanggal 16 Desember 1947.
Tokoh-tokoh masyarakat Malaysia juga bersimpati terhadap perjuangan Indonesia menaruh perhatian besar terhadap peristiwa tersebut. Di Lumut, dibentuk panitia pemakaman untuk menguburkan Halim Perdanakusuma.
Namun, mayat Iswahyudi tidak pernah ditemukan hingga saat ini walaupun pencarian dilakukan secara intensif. Hanya jenazah Halim Perdanakusuma yang ditemukan, sedangkan Iswahyudi hilang. Halim dikuburkan di Malaysia, beberapa tahun kemudian dipindahkan ke TMP Kalibata di Jakarta.

Begitulah nasib pesawat Avro Anson RI-003. Belum sempat dimanfaatkan, telah jatuh. Tapi pesawat yang dibeli dengan sumbangan emas rakyat Sumatera Barat tersebut dicatat sejarah karena telah melahirkan dua pahlawan nasional, Iswahyudi dan Halim Perdanakusuma.
Pemerintah kemudian membangun tugu di Lapangan Udara Gadut, Kecamatan Tilatang Kamang, Kabupaten Agam, mengenang pengorbanan tersebut. Sedangkan, nama Iswahyudi diabadikan untuk lapangan terbang AURI di Malang, sedangkan Halim Perdanakusuma dipakai untuk nama pangkalan utama AURI di Jakarta.
Kini untuk menghormati jasa-jasa kedua perintis TNI AU dan juga masyarakat Sumatera Barat, maka sejak tahun 1970, TNI AU dan Pemda Agam Sumatera Barat membangun monumen replika pesawat Avro Anson RI-003 di kabupaten Agam. []