Islam Tentang KDRT dan Menceritakan Aib Pasangan dan Masalah Rumah Tangga

ARASYNEWS.COM – Pasangan suami istri di dalam rumah tangga tidak selamanya berjalan harmonis. Terkadang ada saja perselisihan hingga pada pertengkaran dan pemukulan.

Hal ini menjadi pemikiran bagi setiap suami istri, dan perlu adanya saling keterbukaan, kejujuran, kesetiaan, serta mengerti dan menerima kelebihan atau kekurangan pasangannya.

Hal itu sebagaimana yang disampaikan dalam ijab kabul, bahwa suami istri saling mencintai dan menerima kelebihan dan kekurangan pasangannya.

Terkait adanya perselisihan, hal ini perlu diselesaikan dengan kepala dingin sebelum diketahui atau disampaikan ke publik, termasuk kepada saudara karib kerabat dan orang tua.

Perselisihan dapat terjadi dengan dasar apapun juga, terutama karena tidak sesuai dengan hati dan pemikiran satu sama lainnya. Dan lebih fatal lagi, perselisihan yang disebabkan atas adanya kehadiran orang ketiga. Tentunya hal ini perlu diselesaikan dengan keterbukaan dan pembicaraan yang baik antara suami istri dalam menyelesaikan masalah ini.

Ada satu kisah yang terjadi dan bahkan juga menyebabkan kekerasan dalma rumah tangga (KDRT). Dikutip dari tausiyah Oki Setiana Dewi, bahwa Ada sebuah kisah nyata di Jeddah. Suami istri lagi bertengkar. Suaminya marah luar biasa pada sang istri. Dipukullah wajah istri. Kemudian istrinya menangis, tiba-tiba terdengar bel pintu rumah berbunyi. Ketika istrinya membuka pintu dalam keadaan sembab matanya, ternyata ibunya sang istri. Ibu bertanya, “Anakku kenapa? Kok kamu nangis”, sang istri berkata, “Ibu Ayah, aku tuh tadi berdoa sama Allah, aku rindu sama Ibu Ayah, aku berdoa sampai menangis. Aku terharu, bahagia, bisa ketemu sama Ibu sama Bapak.” Suaminya yang melihat dari kejauhan luluh hatinya.

Dilanjutkan Oki, padahal bisa saja sang istri mengadu ke orang tuanya bahwa dirinya kena KDRT habis dipukul suami, dan menceritakan yang lainnya.

Dalam berumah tangga, sewajarnya si istri menutupi aib suami dan rumah tangganya.

Sebenarnya bagaimana hukum KDRT dalam Islam, apakah dibolehkan atau dilarang?

KDRT sangat dilarang dalam Islam, hal ini sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ melalui HR Muslim
“Sesungguhnya perempuan diciptakan dari tulang rusuk, dia tidak bisa lurus untukmu di atas satu jalan. Bila engkau ingin bernikmat-nikmat dengannya maka engkau bisa bernikmat-nikmat dengannya namun padanya ada kebengkokan. Jika engkau memaksa untuk meluruskannya, engkau akan memecahkannya. Dan pecahnya adalah talaknya.”

Dalam pernikahan, suami harus banyak bersabar saat menghadapi istri, supaya dijauhkan dari KDRT.

Setiap pernikahan tentunya tak ada yang mulus, ketika pertengkaran terjadi, sudah seharusnya suami bisa bersikap dewasa dan bertindak dengan hati dan kepala dingin tanpa melibatkan emosi berlebihan.

Hukum KDRT adalah haram. Dan perilaku ini bisa menjadi dasar dan alasan seorang istri menggugat cerai suaminya dan bahkan pengadilan agama bisa menjatuhkan cerai tanpa ada gugatan dari istri.

Penjelasan QS. An-Nisa : 34

ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَآ أَنفَقُوا۟ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ ۚ فَٱلصَّٰلِحَٰتُ قَٰنِتَٰتٌ حَٰفِظَٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُ ۚ وَٱلَّٰتِى تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَٱهْجُرُوهُنَّ فِى ٱلْمَضَاجِعِ وَٱضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا۟ عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. An-Nisa : 34)

Beberapa kata pada ayat tersebut, menyebutkan bahwa kekerasan pada istri diperbolehkan, yakni kata “(kalau perlu) pukullah mereka”, sehingga suami diperbolehkan memukul istrinya. Namun perlu dipahami bahwa ayat ini secara khusus membahas masalah hukum nusyuz, yang secara kontroversial diterjemahkan sebagai ketidaktaatan istri, pembangkangan terang-terangan, atau kelakuan buruk.

Prinsip umumnya adalah, istri berhak untuk mendapatkan nafkah dari suaminya sesuai dengan pedoman hukum Islam dan satu-satunya pengecualian dari hak ini ketika dia nusyuz. Tetapi ini dilakukan setelah istri tidak mentaati suaminya.

Larangan menceritakan aib pasangan

Sudah sewajarnya, suami atau istri menutupi aib pasangannya dan rumah tangganya.

Sebagaimana firman Allah SWT: “… mereka (istri-istrimu) merupakan pakaian bagimu dan kamu merupakan pakaian bagi mereka….” (QS Al-Baqarah : 187)

Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa pasangan diibaratkan pakaian, yang sepatutnya bertugas untuk saling menutupi dan saling menjaga.

Jika istri membuka aib pasangannya, sama saja dia sedang menelanjangi diri.

Istri shalehah harus tetap menjaga aib suami, sebagai bagian dari menjalankan rumah tangga yang sakinah mawaddah wa rahmah.

Selain itu, dalam hadis dari Abu Sa’id al-Khudriy berkata, Rasulullah ﷺ bersabda:

“Sesungguhnya manusia yang paling jelek kedudukannya di hari kiamat adalah seorang laki-laki (suami) yang bercampur (bersetubuh) dengan istrinya, kemudian membeberkan rahasia istrinya tersebut,”. (HR Muslim)

Disimpulkan, suami maupun istri diwajibkan untuk selalu saling melindungi, termasuk di dalamnya tidak menceritakan aib pasangan ataupun menjelek-jelekkannya.

Suami sudah sewajarnya menjadi pelindung bagi istrinya dan menjaga kehormatannya. Jika suami melakukan kekerasan pada sang istri, tentu hal tersebut sudah bertolak belakang dengan aturan Islam.

Kita sebagai umat muslim, perlu meneladani kebiasaan Rasulullah ﷺ. Baginda bertanggung jawab kepada istri-istrinya. Mulai dari menafkahi, memberi makan, hingga pada memenuhi kebutuhan istri.

Rasulullah juga menekankan pentingnya sikap baik terhadap perempuan dalam perjalanannya. Pelanggaran terhadap hak perempuan dalam perkawinan sama dengan pelanggaran perjanjian perkawinan itu dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

[]

You May Also Like