
ARASYNEWS.COM, PEKANBARU – Kantor seksi PTN wilayah 1 di Desa Lubuk Kembang Bunga mendapat hal yang tak terduga. Kantor ini penuh dengan coretan tulisan oleh oknum.
Dikatakan Kepala Balai Heru Sutmantoro, S.Hut, MM, bahwasanya hal ini merupakan bentuk protes warga yang berawal dari surat yang diterbitkan kepala balai TNTN kepada kepala desa Air Hitam kecamatan Ukui
Adapun surat itu diterbitkan untuk menghentikan penerbitan SKT dan mencabut SKT yang telah diterbitkan. SKT yang diterbitkan kepala desa itu adalah berisi lahan yang terindikasi masuk dalam kawasan TNTN.
“Penerbitan surat dari TNTN ini guna menyelamatkan kawasan hutan yang sebagai salah satu penyangga paru-paru di Riau,” kata Heru, dalam keterangannya Selasa (27/9)
Ia mengatakan kawasan TNTN saat ini menyisakan 13 ribu hektar dari luas total kawasan 81 ribu hektar.
Dari keterangan yang dihimpun media, diketahui, kepala desa Air Hitam Kecamatan Ukui telah menerbitkan Surat Keterangan Tanah (SKT) yang posisinya berada di kawasan TNTN.

Kades Air Hitam Tensi Sitorus juga tidak membantah telah menerbitkan surat keterangan tanah. Surat keterangan tanah ini katanya diterbitkan lebih 1.500 lembar, yang memang masuk di kawasan TNTN, yang berada di wilayah Desa Air Hitam.
Ia mengatakan, sudah ribuan surat tanah yang diterbitkan, dan itu hanya bersifat untuk melegalkan sebagai syarat diusulkan sebagai pemohon undang-undang cipta kerja (UUCK). SKT ini bukan bertujuan dasar mengusulkan pembuatan Sertifikat Hak Milik (SHM).
“Nah tujuan penerbitan SKT ini hanya bersifat surat keterangan saja, dasar kita sebagai pemohon diusulkan UUCK, tidak untuk syarat SHM dan surat ini lebih 1.500 lebih kita terbitkan,” kata dia.
Dengan begitu, jika legal terkait kepemilikan lahan dengan menerbitkan surat keterangan, Kades Tensi Sitorus memudahkan pihaknya melakukan identifikasi lahan, jika terjadi kebakaran hutan dan lahan.
“Jadi apabila sudah diketahui kepemilikan lahan lewat surat keterangan yang kita terbitkan, pemilik lahan memiliki tanggung jawab menjaga lahan, apalagi terjadi Karhutla,” terangnya.
Heru menjelaskan, terkait kondisi kawasan TNTN.
“Yang pasti luas total kawasan TNTN itu 81 ribu hektar dan berdasarkan identifikasi kita, kros cek ke lapangan dan berdasarkan peta satelit terbaru yakni pada akhir tahun 2021, itu memang menunjukkan ada perubahan dimana 41 ribu sudah ditanami sawit atau lebih separuh dan 28 ribu kondisi terbuka ditumbuhi semak belukar, 13 ribu hutan alam primer. Jadi jika dikatakan memang hutan alam betul 13 ribu hektar. Kondisinya, memang seperti itu saya masuk satu tahun dan lakukan identifikasi,” terang Heru dari hasil data satelit yang dilakukan pada akhir tahun 2021.
“Kita dari balai TNTN, sudah berusaha melakukan penyelamatan kawasan ini di lapangan. Saat ini upaya yang dilakukan adalah, sebagai pengelola kawasan yakni mengindentifikasi penguasaan kebun sawit,” ungkapnya.
“Kita sudah berhasil mengidentifikasi dari 41 ribu kebun sawit 23 ribu hektar. Kita sudah mengindentifikasi atas nama siapa luasnya berapa, lokasinya dimana. Kita kita akan usulkan data yang sudah diidentifikasi ke pusat, disana nanti menggodok dan memutuskan. Dipusat ini ada satuan yang bertugas pengendali UUCK,” terang Heru.
Heru Sutmantoro menambah dari kebun sawit yang sudah diidentifikasi, memiliki luas lahan bervariasi, ada yang 5 hektar, 10 hektar bahkan lebih.
Dan lebih parahnya lagi, dari hasil identifikasi, sudah ada juga yang dikuasai pihak perusahaan atau orang-orang berduit.


Lebih lanjut, untuk menjaga kawasan hutan, ia mengatakan juga membutuhkan dukungan Bupati, karena protes juga dilakukan orang-orang pemerintah di tingkat desa.

“Kemarin sudah saya surati, agar oknum kades mencabut SKT yang sudah terlanjur diterbitkan,” tandasnya.
[]