
ARASYNEWS.COM – Berbagai kuliner yang khas ada di tiap daerah di Indonesia. Selain namanya yang bermacam-macam ada juga yang ekstrem, salah satunya adalah di Kepulauan Mentawai provinsi Sumatera Barat.
Salah satu makanan ekstrem yang sangat dikenal dan patut untuk dicicipi yaitu Toek.
Makanan ini adalah sejenis ulat kayu yang berasal dari kayu tumung, kayu bak-bak, mageugeu, dan kayu etet.
Bagi masyarakat suku Mentawai, Toek sudah menjadi kudapan sehari-hari dan menjadi sebuah simbol dari kekompakan antar penduduk.
Toek merupakan makanan tradisional yang diolah secara turun temurun sebagai sumber protein di Mentawai.
Toek masuk ke dalam spesies hewan moluska yang hidup di sungai yang masih bercampur dengan air laut atau payau.

Untuk menghasilkan toek berkualitas dibutuhkan empat jenis kayu sebagai media berkembang biak dan tumbuh yakni tumung, bakbak, mageugeu, dan ettet.
Kayu tersebut dipotong dengan ukuran sekira setengah meter kemudian masyarakat Mentawai akan merendam kayu tersebut disungai dan diikat dengan tali agar tidak hanyut..
Proses pembuatan Toek juga memakan waktu cukup lama dan ada beberapa aturan yang harus dipatuhi. Setelah tiga bulan kayu tersebut sudah terisi oleh toek
Salah satu prasyarat menghasilkan toek yang bagus yakni air sungai harus bersih dan tidak keruh. Banjir yang membawa lumpur merupakan bencana bagi toek karena hewan tersebut bisa mati di dalam kayu tempat pemeliharaannya.
Setelah tiga bulan, kayu yang direndam tersebut diangkat dan dibelah dengan kapak. Di dalam kayu tumung busuk inilah terdapat Toek.

Apabila sedang musim kemarau, Toek tidak akan berisi karena air yang cenderung sedikit. Namun, saat musim hujan pun kualitas Toek tidak begitu baik karena kualitas airnya tidak bersih.
Jika dilihat dari bentuk, Toek mirip seperti cacing tanah, dan berwarna putih pucat agak kemerahan.
Masyarakat Mentawai akan menyantap Toek secara mentah-mentah. Cita rasanya pun gurih, dan bisa ditambahkan dengan perasan jeruk nipis, garam, dan irisan bawang merah mentah serta cabai rawit.
Dalam proses pembuatan Toek, ternyata ada pantangan yang harus dituruti. Kaum perempuan suku Mentawai dilarang untuk membuat Toek dalam keadaan menstruasi. Kemudian, selama pembuatan Toek dilarang melakukan keramas karena dianggap bisa mendatangkan turunnya hujan deras.
Salah satu budidaya Toek ini banyak dijumpai di Sungai Goisooinan, Desa Goisooinan, Kecamatan Sipora Utara, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat.
Toek (Bactronophorus thoracites) menjadi sumber penghasilan tambahan bagi ibu-ibu rumah tangga di Desa Goisooinan, Desa Saureinu, dan Desa Matobe. Warga sekitar biasanya datang membeli toek untuk dimakan langsung atau dibawa pulang.
[]