
ARASYNEWS.COM, KAMPAR – Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau berhasil mengungkap kasus perambahan kawasan hutan secara ilegal di Kabupaten Kampar.
Ada empat orang yang diamankan terlibat izin dalam kasus tersebut. Lokasi ini berada di desa Balung, Kecamatan XIII Koto Kampar.
Pengungkapan kasus ini berawal dari laporan masyarakat yang diterima pada akhir Mei 2025.
Menindaklanjuti informasi tersebut, Tim Subdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Riau melakukan penyelidikan dan menemukan adanya aktivitas pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit secara ilegal di dalam kawasan hutan negara.
Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan menjelaskan, lahan yang telah dibuka dan ditanami sawit oleh para pelaku diperkirakan mencapai puluhan hektare, dengan usia tanaman bervariasi antara 6 bulan hingga 2 tahun.
“Para tersangka membuka dan mengelola kebun sawit secara ilegal di kawasan hutan lindung. Ini jelas pelanggaran terhadap undang-undang kehutanan dan perusakan lingkungan hidup,” ujar Irjen Herry, Selasa (10/6)
Ditegaskannya, tidak ada toleransi terhadap perusakan hutan. Penegakan hukum secara tegas dan berkeadilan terhadap setiap bentuk perusakan lingkungan, khususnya di kawasan hutan yang memiliki fungsi lindung dan konservasi. Pelaku kejahatan lingkungan adalah bagian dari upaya Polri menyelamatkan masa depan ekosistem dan masyarakat.
“Tindak pidana kehutanan bukan sekadar pelanggaran administrasi lahan, melainkan kejahatan yang berdampak sistemik terhadap ekologi, iklim, dan keselamatan generasi mendatang,” jelas Kapolda.
Lebih lanjut, dikatakannya, sepanjang 2025 ini sudah ditangani sebanyak 21 kasus dengan total lahan yang terdampak 2.360 hektare.
Sementara itu, Direktur Reskrimsus Polda Riau, Kombes Ade Kuncoro Ridwan mengungkapkan dalam kasus ini empat tersangka berhasil diamankan yaitu Muhammad Mahadir alias Madir (40), Buspami bin Toib (48), Yoserizal (43), dan M. Yusuf Tarigan alias Tarigan (50).
Mereka memiliki peran sebagai pemilik, pengelola, hingga pihak yang menghibahkan lahan melalui skema adat.
Salah satu pelaku, kata dia, ketua adat diduga juga terlibat dalam praktik jual-beli lahan di kawasan hutan lindung Batang Ulak dan hutan produksi terbatas Batang Lipai.
Para pelaku juga menggunakan berbagai dokumen, seperti surat hibah, kwitansi jual beli, dan perjanjian kerja untuk melegitimasi aktivitas mereka. Mereka melakukan secara sistematis dengan memanfaatkan celah administratif di tingkat lokal.
“Mereka mencoba menyamarkan aktivitas ilegal ini dengan dokumen hibah dan surat adat. Tapi faktanya, seluruh aktivitas dilakukan di kawasan hutan lindung yang statusnya dilindungi oleh undang-undang,” ujarnya.
“Kami akan terus mengejar pihak-pihak yang terlibat, termasuk aktor intelektual atau pihak-pihak yang mengambil keuntungan dari kegiatan ilegal ini. Penegakan hukum di bidang lingkungan hidup harus dilakukan secara menyeluruh, berkeadilan, dan memberikan efek jera,” tegasnya.
Dalam penindakan, polisi turut mengamankan barang bukti berupa dokumen transaksi, surat hibah, alat pertanian, alat berat, dan stempel lembaga adat.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, juncto Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, serta Pasal 92 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Ancaman hukuman mencapai 10 tahun penjara dan denda hingga Rp7,5 miliar.
Dan dikatakannya juga, Polda Riau mengajak seluruh elemen masyarakat untuk terus berperan aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan serta melaporkan segala bentuk aktivitas ilegal yang merusak kawasan hutan dan sumber daya alam.
[]