Ini Hotel Pertama dan Tertua yang Ada di Kota Padang

ARASYNEWS.COM – Padang merupakan salah satu kota tertua di pulau Sumatera. Dan hingga kini banyak dikunjungi para wisatawan dari berbagai daerah.

Seiring banyaknya wisatawan, perkembangan hotel di kota Padang pun semakin pesat. Dan hingga kini terutama pada hari libur dan khususnya pada akhir tahun, hotel-hotel di kota Padang pun tumbuh pesat. Bahkan okupansi hotel umumnya mencapai 100%.

Kota Padang sendiri, per 7 Agustus 2022 kemarin telah berusia 353 tahun. Akan tetapi keberadaan kota Padang telah jauh sebelum itu.

Bicara soal hotel, tahukah anda hotel pertama dan tertua yang dibangun di kota Padang? Serta hotel-hotel lainnya yang telah lama berdiri.

  1. Hotel Sumatera

Dilansir dari laman sumbartempodulu, hotel pertama yang dibangun di kota Padang adalah hotel Sumatera. Kabarnya hotel ini dibangun 1867 dan saat itu Kota Padang berada dalam pemerintahan kolonial Hindia Belanda.

Data ini berdasar pada foto Hotel Sumatera yang dibuat tahun 1867 oleh Woodbury & Page, pionir fotografer profesional di Batavia kala itu, hal ini berdasarkan artikel yang ditulis oleh Dr. Surya Suryadi, MA, pengajar di Universitas Leiden, Belanda.

Lokasi Hotel Sumatera itu berada di daerah Berok Muaro, kira-kira dekat penjara sekarang. Saat itu bangunan hotel ini masih sangat sederhana. Dindingnya terbuat dari kayu dan atapnya dari rumbia. Lampu penerangannya pun masih menggunakan lampu minyak.

Untuk ukuran saat itu tentulah tempatnya yang sangat megah dan mewah. Dan tidakak semua orang mampu menginap di hotel ini. Sehingga diperkirakan hanya orang-orang belanda atau eropa atau mereka yang berkasta sosial tinggi yang mampu menginap di hotel itu.

Boleh dibilang bahwa Hotel Sumatera adalah pionir dunia perhotelan di Padang. Pada dekade-dekade berikutnya muncul hotel-hotel lain

Dan mungkin beberapa bangunan hotel tua yang masih tersisa di Padang dapat dilestarikan sebagai aset wisata sejarah kota ini, yang rupanya pernah jaya di masa lalu.

Perkembangan hotel di Kota Padang saat itu bisa saja karena kunjungan pelaut Inggris pada tahun 1649. Kota ini kemudian mulai berkembang sejak kehadiran bangsa Belanda di bawah Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) pada tahun 1663, yang diiringi dengan migrasi penduduk Minangkabau dari kawasan luhak.

Selain memiliki muara yang bagus, VOC tertarik membangun pelabuhan dan permukiman baru di pesisir barat Sumatera untuk memudahkan akses perdagangan dengan kawasan pedalaman Minangkabau.

  1. Hotel Oranye

Hotel Oranje ini memiliki banyak kenangan dan bisa menjadi saksi perkembangan kota diperkirakan pertengahan abad ke-19. Hotel Oranje telah melintasi banyak zaman dan termasuk banyak didokumentasikan oleh fotografer Belanda. Bangunan awalnya terbuat dari kayu dan atap rumbia, seiring berjalannya waktu berubah bentuk menjadi sangat modern pada zamannya dengan atap genteng dan dinding tembok bata berlepa yang dibangun 1930.

Hotel Oranye ini berlokasi di Jalan Gereja Nomor 3 yang berdiri di atas tanah bekas rumah Gubernur Sumatra Westkust sebelum pindah ke Belatung atau jalan Sudirman Sekarang.

Nama hotel ini mengalami pergantian nama dan rupa fisiknya. Hotel ini milik BUMN loh dan masuk list bangunan cagar budaya dengan nomor invenetaris 60/BCB-TB/A/01/2007, meski sudah hilang jejaknya.

Mulanya Hotel Oranye kemudian menjadi Hotel Natour Muara dan sekarang bernama Grand Inna Muara Hotel. Bentuknya pun sudah jauh berubah terlebih pasca gempa 30 September 2009 telah direnovasi secara total menjadi lebih modern dan lebih luas.

  1. Hotel Atjeh

Hotel Atjeh ini masih dekat dengan Hotel Orayen, tapi posisi persisinya tidak ada yang tahu apakah di depannya atau di sampingnya. Hotel Atjeh ini pun tidak banyak diceritakan dalam buku sejarah yang membahas Kota Padang. Cuma kalimat pelengkap saja dan tidak ada penjelasan yang cukup untuk digambarkan pada kondisi sekarang.

Dokumentasi lama pun hanya ada satu yang saya temukan. Kabarnya Hotel Atjeh dan Hotel Orayen ini pemiliknya sama saat zaman kolonial. Pastinya Hotel Atjeh ini sudah tidak ada lagi.

  1. Hotel Kong Bie Hiang

Hotel ini sudah tidak ada sama sekali. Jika ada pun berasal dari tulisan Dr. Suryadi. Jejak dan puing-puing Hotel Kong Bie Hiang pun sudah tidak ada lagi hilang dimakan zaman.

  1. Hotel Belantoeng

Hotel Belantoeng tidak banyak diceritakan. Hotel ini ada pada awal abad ke-20. Keberadaan hotel ini diketahui dari peta lama, dan potongan kalimat dari tulisan Rusli Amran dalam bukunya Padang Riwayatmu Dulu. Lokasinya sekarang berdiri kantor Radio Republik Indonesia (RRI) Padang yang tidak jauh dari kediaman Gubernur Sumatera Barat di Jalan Sudirman.

  1. Hotel Pasa Gadang

Mungkin tidak ada yang mengira Gedung Juang 45 BPPI saat ini itu dulunya pernah menjadi Hotel Pasa Gadang yang bertempat di Jalan Pasa Mudik No.50 Pasa Gadang. Awalnya bangunan ini menjadi penginapan para saudagar di sekitaran tempat ini hingga kemudian menjadi markas para pejuang yang dikenal dengan Gedung Juang 45 BPPI (Barisan Pejuang Pemuda Indonesia).

Hotel Pasa Gadang ini memiliki sejarah yang sangat penting bagi Kota Padang terutama masa awal kemerdekaan Republik Indonesia. Kala itu para pemuda yang telah berjasa mengibarkan bendera merah putih di depan gedung ini sebelum menyebar hingga ke pusat kota dan di sebelah kantor Pos. Saat ini menjadi cagar budaya dengan nomor invenetaris 15/BCB-TB/A/01/2007.

Menurut informasi saya peroleh, bangunan tampak depannya masih asli sejak akhir abad ke-19 dan bangunan dalamnya telah mengalami beberapa perubahan. Sempat dipungar tahun 1987, pasca gempa 30 September 2009 mengalami beberapa retakan.

Hotel Pasa Gadang ini memiliki dua lantai dan beberapa meter tanah kosong di belakangnya. Menariknya ada prasasti yang terbuat dari baja yang dibiarkan begitu saja tergeletak di belakang gedung. Kabarnya bangunan ini akan dijadikan museum kota dan museum gempa 30 September 2009. Masih proses renovasi. Semoga cepat terealisasi.

  1. Hotel Nagara

Hotel Nagara ini berdiri pada 5 Februari 1918 seperti tertulis pada inskrispi di dinding bangunannya dan memiliki bentuk arsitektur indische.

Hotel Nagara ini adalah bangunan cagar budaya dengan nomor invenetaris 51/BCB-TB/A/01/2007 yang bertempat di jalan Pasar Mudik No.22-24 Kawasan Pasa Gadang.

Seiring berjalannya waktu seperti bangunan tua lainnya mengalami fungsi yang berbeda, mulanya sejak zaman kolonial sebagai toko batik, berubah jadi Hotel Nagara sekarang menjadi gudang PT. Gadjah Tunggal. Salah satu bangunannya yang terdapat inskrispi dijual terdapat tulisan dijual dan kondisinya sangat memprihatinkan dan banyak mengalami kerusakan.

  1. Hotel Central

Hotel Central pun serupa kisahnya dengan Hotel Kong Bie Hiang yang tidak ada sedikit pun narasinya. Keberadaan hotel ini tertulis dalam catatan Rusli Amran dalam bukunya Padang Riwatmu Dulu menceritakan ada Hotel Centraal atau Grand Hotel yang lokasinya dekat jalan M.H. Tamrin Alang Laweh.

  1. Beautik Hotel

Bautik Hotel ini sebenarnya bekas gedung perbangkan zaman kolonial yang bernama Padangsche Spaarbank. Dibangun pada tahun 1908 yang berlokasi di Jalan Batang Arau Nomor 33.

Bautik Hotel menjadi salah satu dari bangunan yang dijadikan Pemerintah Kota Padang sebagai benda bersejarah yang dilindungi berdasarkan SK No 16/BCB-TB/A/01/2007.

Bautik Hotel masih berdiri kokoh ini bergaya neoklasik yang mendapat pengaruh dari arsitektur artdeco. Gedung dengan gaya mahkota di bagian depan atas yang menjadi bangunan tercantik kedua di Kota Tua Padang Setelah Geo Wehry and Co.

  1. Hotel Padang

Rusli Amran dalam bukunya Padang Riwatmu Dulu menceritakan, terdapat penginapan dengan nama Hotel Padang yang berlokasi dekat muara Batang Arau jika arahnya ke luar dari jalan Nipah. Lokasinya tidak jauh dengan Hotel Sumatera.

Tidak ada gambaran sedikit pun bentuk Hotel Padang dan foto lamanya. Namun, Hotel Padang dan Hotel Sumatera ini sudah tidak ada lagi dan bekasnya merupakan penjara muara sekarang. Cerita ini merupakan Hotel Padang versi pertama.

Hotel Padang bergaya art deco yang dibangun tahun 1926. Arsitekturnya masih asli termasuk interiornya yang klasik. Hotel Padang awalnya merupakan rumah tinggal keluarga Ang Shia kemudian menjadi penginapan tahun 1952.

Kini, Hotel Padang telah ditetapkan sebagai cagar budaya dengan nomor invenetaris 28/BCB-TB/A/01/2007. Hotel Padang pun menjadi salah satu hotel tertua di Padang yang masih kokoh berdiri dengan bentuk aslinya dan eksis hingga saat ini, meskipun telah diguncang gempa 30 September 2009 lalu. Hotel Padang ini berlokasi di jalan Bagindo Aziz Chan Nomor 28.

  1. Penginapan Bat and Raw

Penginapan ini menempati bekas bangunan kolonial yang dulunya merupakan kantor dagang kenamaan Belanda yaitu NV Internatio. Bangunannya dibangun sejak tahun 1910 yang berada di Jalan Batang Arau Nomor 23. Gedung ini merupakan banguan cagar budaya dengan nomor invenetaris 15/BCB-TB/A/01/2007.

Sayangnya akibat gempa 30 September 2009, bangunan ini mengalami kerusakan berat, meliputi atap, dinding, lantai, bangunan lantai 2 juga hancur.

  1. Hotel Ambacang

Sebelum menjadi penginapan, ketika zaman kolonial Hotel Ambacang ini pernah digunakan untuk kantor Central Trading Company dan Handelsvereeniging Harmsen Verwey and Dunlop N.V dan pertokoan tahun 1998-an yang didominasi dengan warna putih dan hijau.

Hotel Ambacang ini lokasinya di jalan Bundo Kandung. Pernah termasuk cagar budaya dengan nomor invenetaris 60/BCB-TB/A/01/2007. Sayangnya pasca gempa 30 September 2009 bangunan mengalami kerusakan yang cukup parah dan sudah dihapuskan menjadi cagar budaya.

Jejak Hotel Ambacang pun telah hilang dan telah digantikan dengan arsitektur yang lebih modern, meskipun aksen gaya eropanya masih ditonjolkan. Namanya pun sudah sekarang telah diganti menjadi Hotel Axana.

[]

You May Also Like