Hukum Mengemis Dan Meminta Sumbangan Menurut Islam dan Dalilnya

ARASYNEWS.COM

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تُحِلُّوا۟ شَعَٰٓئِرَ ٱللَّهِ وَلَا ٱلشَّهْرَ ٱلْحَرَامَ وَلَا ٱلْهَدْىَ وَلَا ٱلْقَلَٰٓئِدَ وَلَآ ءَآمِّينَ ٱلْبَيْتَ ٱلْحَرَامَ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِّن رَّبِّهِمْ وَرِضْوَٰنًا ۚ وَإِذَا حَلَلْتُمْ فَٱصْطَادُوا۟ ۚ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَـَٔانُ قَوْمٍ أَن صَدُّوكُمْ عَنِ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ أَن تَعْتَدُوا۟ ۘ وَتَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْبِرِّ وَٱلتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْإِثْمِ وَٱلْعُدْوَٰنِ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS. Al Maidah: 2)

Dalam hal ini disebutkan tentang tolong menolong dalam kebajikan dan takwa. Dan janganlah tolong-menolong dalam dalam berbuat dosa dan pelanggaran.

Pembahasan kali ini, adalah tentang meminta-minta sumbangan atau mengemis. Pada dasarnya hal ini tidak disyari’atkan dalam agama Islam.

Bahkan jika melakukannya dengan cara menipu atau berdusta kepada seseorang atau lembaga tertentu yang dimintai sumbangan, semacam dengan menampakkan dirinya seakan-akan orang yang sedang kesulitan atau membutuhkan biaya maka hukumnya haram dan termasuk dosa besar.

Dalil-dalil yang menunjukkan haramnya mengemis dan meminta-minta sumbangan, dan bahkan ini termasuk dosa besar adalah sebagai berikut:

Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا زَالَ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ، حَتَّى يَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِيْ وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ

“Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sepotong daging pun di wajahnya“. (Shohih. HR. Bukhari no. 1474, dan Muslim no. 1040 ).

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallah ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ سَأَلَ النَّاسَ أَمْوَالَهُمْ تَكَثُّرًا فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْرًا فَلْيَسْتَقِلَّ أَوْ لِيَسْتَكْثِرْ

“Barangsiapa meminta-minta kepada manusia harta mereka untuk memperbanyak hartanya, maka sesungguhnya dia hanyalah sedang meminta bara api. Maka silahkan dia kurangi ataukah dia perbanyak ”. (Shohih. HR. Muslim II/720 no.1041, Ibnu Majah I/589 no. 1838, dan Ahmad II/231 no.7163).

Diriwayatkan dari Hubsyi bin Junaadah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ سَأَلَ مِنْ غَيْرِ فَقْرٍ فَكَأَنَّمَا يَأْكُلُ الْجَمْرَ

“Barang siapa meminta-minta kepada orang lain tanpa adanya kebutuhan, maka seolah-olah ia memakan bara api“. (HR. Ahmad IV/165 no.17543, Ibnu Khuzaimah IV/100 no.2446, dan Thabrani IV/15 no.3506).

Lantas, bagaimana dengan mengemis atau meminta-minta sumbangan untuk kepentingan pribadi atau keluarga.

Disebutkan dalam sebuah hadits bahwa ada beberapa keadaan yang membolehkan seseorang untuk mengemis atau meminta-minta sumbangan. Di antara keadaan-keadaan tersebut ialah sebagaimana berikut:

  • Ketika seseorang menanggung beban diyat (denda) atau pelunasan hutang orang lain, ia boleh meminta-minta sampai dia mampu melunasinya. Setelah lunas, dia wajib untuk meninggalkan mengemis.
  • Ketika seseorang ditimpa musibah yang menghabiskan seluruh hartanya, ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup.
  • Ketika seseorang tertimpa kefakiran yang sangat berat, sehingga disaksikan oleh 3 orang berakal, pemuka masyarakatnya bahwa dia tertimpa kefakiran, maka halal baginya meminta-minta sampai dia mendapatkan kecukupan bagi kehidupannya.

Pada tiga keadaan ini, seseorang diperbolehkan untuk meminta-minta sumbangan atau mengemis. Dalil kesimpulan ini adalah hadis yang diriwayatkan dari Sahabat Qabishah bin Mukhariq Al-Hilali radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Wahai Qabishah! Sesungguhnya meminta-minta itu tidak halal, kecuali bagi salah satu dari tiga orang: Seseorang yang menanggung beban (hutang orang lain, diyat/denda), ia boleh meminta-minta sampai ia melunasinya, kemudian berhenti. Dan seseorang yang ditimpa musibah yang menghabiskan hartanya, ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup. Dan seseorang yang ditimpa kesengsaraan hidup sehingga ada tiga orang yang berakal dari kaumnya mengatakan, ‘Si fulan telah ditimpa kesengsaraan hidup,’ ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan sandaran hidup. Meminta-minta selain untuk ketiga hal itu, wahai Qabishah! adalah haram, dan orang yang memakannya adalah memakan yang haram”. (Shohîh. HR Muslim II/722 no.1044), Abu Dâwud I/515 no.1640, Ahmad III/477 no.15957, V/60 no.20620, dan an-Nasâ`i V/89 no.2580).

Ketika seseorang meminta sumbangan untuk kepentingan kaum muslimin, bukan kepentingan pribadinya. Mengemis untuk tujuan dakwah, termasuk tasawwul (mengemis dan meminta-minta sumbangan) yang diperbolehkan dalam Islam meskipun dia orang kaya.

Di antara dalil yang menunjukkan bolehnya sumbangan untuk kepentingan agama dan kemaslahatan kaum muslimin adalah pesan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam kepada para pemimpin perang ketika sebelum berangkat. Beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:

فَإِنْ هُمْ أَبَوْا فَسَلْهُمُ الْجِزْيَةَ فَإِنْ هُمْ أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ فَإِنْ هُمْ أَبَوْا فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَقَاتِلْهُمْ

“ Jika mereka (orang-orang kafir yang diperangi, pent) tidak mau masuk Islam maka mintalah Al-Jizyah dari mereka! Jika mereka memberikannya maka terimalah dan tahanlah dari (memerangi, pen) mereka! Jika mereka tidak mau menyerahkan Al-Jizyah maka mintalah pertolongan kepada Allah dan perangilah mereka!”. (Shohih. HR. Muslim III/1356 no.1731, Abu Dawud II/43 no.2612, Ahmad V/358 no.23080).

Berdasarkan hadis di atas, meminta Al-Jizyah dari orang-orang kafir tidak termasuk tasawwul (mengemis atau meminta-minta yang dilarang) karena Al-Jizyah bukan untuk kepentingan pribadi tetapi untuk kaum muslimin.

Termasuk dalam pengertian meminta bantuan untuk kepentingan kaum muslimin adalah hadits yang menceritakan bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam juga pernah meminta bantuan seorang tukang kayu untuk membuatkan mimbar untuk beliau. Sahl bin Sa’d As-Sa’idi Radhiyallaahu ‘anhu berkata:

بَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِلَى امْرَأَةٍ أَنْ مُرِى غُلاَمَكِ النَّجَّارَ يَعْمَلْ لِى أَعْوَادًا أَجْلِسُ عَلَيْهِنَّ

“Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah mengutus kepada seorang wanita: “Perintahkan anakmu yang tukang kayu itu untuk membuatkan untukku sebuah mimbar sehingga aku bisa duduk di atasnya!”. (Shohih. HR. Al-Bukhari: 429, An-Nasa’i 731 dan Ahmad 21801).

Al-Imam Al-Bukhari Rahimahullah menyatakan: “Bab:Meminta bantuan kepada tukang kayu dan ahli pertukangan lainnya untuk membuat kayu-kayu mimbar dan masjid”. (Shahihul Bukhari: I/172).

Al-Imam Ibnu Baththal Rahimahullah memberikan penjelasan: “Di dalam hadits ini terdapat pelajaran tentang bolehnya meminta bantuan kepada tukang kayu dan orang yang kaya untuk segala hal yang manfaatnya bisa dirasakan kaum muslimin. Dan orang-orang yang segera tanggap untuk melakukannya, dihaturkan banyak terima kasih.” (Lihat Syarh Ibnu Baththal lil Bukhari II/100).

Sehingga dengan demikian, kita boleh mengatakan: “Bantulah aku membangun masjid ini atau madrasah ini dan sebagainya!” atau meminta sumbangan kepada kaum muslimin yang mampu untuk membangun masjid, madrasah dan sebagainya. (bagian ini dibuang, tidak penting)

Lantas, bolehkan meminta bantuan dari seorang muslim untuk membangun masjid atau musholla atau madrasah? Perkara tersebut diperbolehkan, karena termasuk dalam tolong -menolong dalam kebaikan dan taqwa. Allah Subhaanahu wa ta’ala berfirman:“ Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran ” (QS. Al-Maidah: 2).

Wallahu Alam

[]

You May Also Like