Dibangun Abad ke-18, Masjid Raya Pekanbaru Kini Tidak Lagi Sebagai Masjid Tua yang Tidak Begitu Raya Akibat Banyak Dapat Perubahan

ARASYNEWS.COM – Masjid Senapelan Pekanbaru atau Masjid Raya Pekanbaru merupakan salah satu masjid tertua di Riau yang terletak di Kota Pekanbaru, Indonesia. Masjid ini dibangun pada abad ke-18, tepatnya tahun 1762.

Masjid ini dibangun oleh Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah, sebagai sultan keempat dari Kerajaan Siak Sri Indrapura. Saat itu ketika memindahkan dan menjadikan Senapelan (sekarang Pekanbaru) sebagai Pusat Kerajaan Siak.

Kemudian kekuasaan diteruskan pada masa Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah sebagai sultan kelima dari Kerajaan Siak Sri Indrapura.

Sesuai adat Raja Melayu pada saat itu, apabila terjadi pemindahan pusat kerajaan, maka harus diikuti dengan pembangunan Istana Raja, Balai Kerapatan Adat, dan Masjid. Ketiga unsur tersebut wajib dibangun sebagai representasi dari unsur pemerintahan, adat dan agama yang biasa disebut Tali Berpilin Tiga atau Tungku Tiga Sejarangan.

Di akhir tahun 1762, dilakukan upacara menaiki ketiga bangunan tersebut. Bangunan istana diberi nama Istana Bukit, balai kerapatan adat disebut Balai Payung Sekaki dan masjid diberi nama Masjid Alam.

Masjid ini pertama kali bernama masjid Alam (diambil dari nama kecil sultan Alamuddin yaitu Raja Alam). Setelah itu namanya diganti menjadi masjid Nur Alam. Namun, akhirnya masjid ini diberi nama Masjid Raya Pekanbaru.

Tercatat, bahwa masjid ini merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia. Hanya saja tidak lagi terlihat ada peninggalan pada bangunan masjid akibat banyak renovasi yang dilakukan.

Sebelum tahun 1810, pernah dilakukan renovasi dengan pelebaran untuk memuat daya tampung masjid. Kemudian pada tahun 1810 pada masa pemerintahan Sultan Assaidis Syarif Ali Abdul Jalil Saifuddin, masjid ini kembali direnovasi dengan menambahkan fasilitas tempat berteduh untuk pada peziarah makam di sekitar area masjid.

Dilanjutkan pada tahun 1940, ditambahkan sebuah pintu gerbang masjid yang menghadap ke arah timur.

Pada tahun 1940 dilakukan renovasi keseluruhan masjid karena banyak bahan yang sudah tua dimakan usia.

Sejak 2009, masjid ini masuk proyek revitalisasi yang dilakukan Pemerintah Provinsi Riau dan Pemko Pekanbaru. Dengan adanya revitalisasi yang dikerjakan Dinas Pekerjaan Umum Riau, revitalisasi ini menghancurkan bangunan aslinya.

Akibat proyek tersebut, yang tersisa hanya 26 tiang bekas bangunan lama yang ada di sisi timur, selatan, barat, dan utara.

Ada enam tiang penyanggah tengah yang kini tersisa dan dijadikan bentuk menara.

Hal ini membuat masjid ini menjadi satu-satunya masjid yang memiliki menara dalam bangunan. Menara itu terpaksa dibuat karena bekas sisa tiang penyanggah masjid masa lalu. Tiang-tiang sisa bangunan lama memang masih dipertahankan, tapi tiang-tiang yang terlihat adalah bentuk pembaharuan.

Bentuk asli masjid sudah diratakan dengan tanah. Kini bangunan masjid itu begitu megah, sama seperti bangunan masjid modern masa kini. Dulunya, bangunan masjid bergaya arsitektur melayu kuno.

Jadi sejak tahun 2009, bangunan bersejarah yang penuh kisah akan pendirian kota Senapelan menjadi kota Pekanbaru ini telah banyak diubah. Tidak hanya fisik, tetapi juga ragam hiasnya. Sangat disayangkan, tetapi itulah yang terjadi. Bangunan masjid dirombak tanpa mempertimbangkan kaidah-kaidah pelestarian cagar budaya.

Yang terlihat kini dan masih belum selesai, masjid yang dibangun pada abad ke-18 ini kini menjadi lebih modern. Tak terlihat lagi kekhasan bangunannya seperti saat kali pertama dibangun oleh Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah. Dahulu masjid ini didominasi gaya arsitektur Melayu yang dipengaruhi arsitektur Timur Tengah.

Kini semuanya tinggal kenangan. Sekarang yang tersisa hanya dinding bagian muka, gerbang, soko guru, dan mimbar.

Selain itu, adanya sumur tua yang tepatnya di samping kiri pintu masuk masjid yang dulunya pernah digunakan, kini ditutup. Menurut penjaga masjid, sumur itu tidak lagi dipergunakan. Dahulunya, sumur itu dipergunakan untuk berwudhu jemaah masjid.

Keistimewaan dari sumur tua tersebut adalah airnya yang tak pernah surut meski dalam kondisi kemarau. Dan keajaiban ini sempat terdengar hingga ke negeri-negeri tetangga.

Untuk kedalaman sumur dari dasar hingga permukaan yaitu sedalam delapan meter, sedangkan kedalaman airnya hanya setinggi satu meter saja dan tidak pernah berubah dari dulu

Selain itu, dari hasil renovasi, tepat disebelah masjid terdapat satu kawasan pemakaman. Dinamakan komplek makam Marhum Pekan (pendiri kota Pekanbaru) dan juga makam-makam lainnya. Komplek pemakaman ini diresmikan pada 12 September 2007 oleh Walikota Pekanbaru saat itu yakni Herman Abdullah.

Kini, status masjid dan kawasan ini pun harus berubah, dari Bangunan Cagar Budaya Masjid Raya Pekanbaru menjadi Struktur Cagar Budaya Masjid Raya Pekanbaru.

Tim Ahli Cagar Budaya Nasional menyatakan bahwa, “Sebelum Masjid Raya Pekanbaru mengalami perubahan secara signifikan seperti sekarang ini, dari aspek sejarah masjid ini merupakan kelanjutan pembangunan dari masjid pertama yang dibangun oleh Sultan. Masjid yang kali pertama dibangun erat kaitannya dengan sejarah Kesultanan Siak Sri Indrapura, yang pernah bertahta di Pekanbaru, yaitu pada masa pemerintahan Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah. Namun, mengingat masjid lama yang dibangun oleh Sultan telah dibongkar dan kemudian dibangun kembali dengan masa yang jauh berbeda, maka secara historis masjid ini nilainya sudah tidak sama dengan masjid yang pertama. Hal ini menunjukkan telah terjadi penurunan nilai historisnya”.

Dengan mempertimbangkan masih adanya peninggalan sejarah dan budaya yang tersisa, Tim Ahli Cagar Budaya Nasional merekomendasikan untuk mengubah statusnya dari Bangunan Cagar Budaya menjadi Struktur Cagar Budaya, melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 209/M/2017 tentang Status Bangunan Cagar Budaya Masjid Raya Pekanbaru pada 3 Agustus 2017.

Status Bangunan Cagar Budaya Masjid Raya Pekanbaru atas dasar Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor KM 13/PW.007/MKP/2004 tertanggal 3 Maret 2004, sebagai cagar budaya.

Bagaimanapun perombakan yang dilakukan pada Masjid Raya Pekanbaru, masjid tersebut tetaplah sebagai bukti sejarah. Menceritakan setiap untai kisah Kesultanan Siak Sri Indrapura, sehingga menjadikan masjid ini begitu berperan. Namun, setiap cagar budaya yang sudah ditetapkan mempunyai payung hukum, yaitu Undang Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Dengan status barunya sebagai Struktur Cagar Budaya Masjid Raya Pekanbaru, tapi tetap mendapatkan perlindungan seperti sebelumnya. []

Source: Wikipedia dan Kebudayaan Kemdikbud

You May Also Like