
ARASYNEWS.COM – Tidak jujur atau berbohong adalah perilaku orang tidak beriman, hal ini dijelaskan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam firman-Nya,
إنما يفتري الكذب الذين لا يؤمنون بآيات الله وأولئك هم الكاذبون
Artinya: Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah pembohong. (QS An Nahl: 105)
Pada dasarnya berbohong atau berkata dusta atau berperilaku tidak jujur haram hukumnya dalam Islam. Al Quran dan al hadits secara tegas mencela mereka yang suka berbohong.
Rasulullah menegaskan haramnya berdusta dan menjadi salah satu tanda orang munafik:
آية المنافق ثلاثة : إذا حدث كذب , وإذا وعد أخلف , وإذا اؤتمن خان
Artinya: Tanda orang munafik ada tiga: berkata bohong, ingkar janji, mengkhianati amanah (HR Bukhari & Muslim).
Lantas, kapan waktunya diperbolehkan untuk berbohong?
Dikutip dari konsultasi syari’ah, ada saat dan kondisi tertentu di mana berbohong itu dibolehkan, yaitu, di saat terpaksa dan dalam situasi darurat.
من كفر بالله بعد إيمانه إلا من أكره وقلبه مطمئن بالإيمان. ولكن من شرح بالكفر صدراً فعليهم غضب من الله ولهم عذاب عظيم
Artinya: Barangsiapa kafir kepada Allah setelah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan mereka akan mendapat azab yang besar. (QS An Nahl: 106)
Imam Ghazali dalam kitab Ihya Ulumiddin jilid IV/284 mengutip sebuah hadits Nabi yang membolehkan seseorang berdusta dalam tiga perkara:
ما سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يرخص فى شئ من الكذب إلا قى ثلاث: الرجل يقول القول يريد به الصلاح، والرجل يقول القول فى الحرب، والرجل يحدث امرأته، والمرأة تحدث زوجها
Artinya: Rasulullah tidak mentolerir suatu kebohongan kecuali dalam tiga perkaran: (a) untuk kebaikan; (b) dalam keadaan perang; (c) suami membohongi istri dan istri membohongi suami (demi menyenangkan pasangannya).
Dalam hadits lain yang serupa dikatakan
كل الكذب يٌكتب على إبن آدم لا محالة إلا أن يكذب الرجل فى الحرب فإن الحرب خدعة أو يكون بين الرجلين شحناء فيصلح بينهما أو يحدث امرأته فيرضيها
Artinya: Setiap kebohongan itu terlarang bagi anan cucu Adam kecuali (a) dalam peperangan. Karena peperangan adalah tipu daya. (b) menjadi juru damai di antara dua orang yang sedang bertikai; (c) suami berbohong untuk menyenangkan istri.
Imam Nawawi dalam Syarah Muslim menjelaskan maksud hadits ini:
وَأَمَّا كَذِبه لِزَوْجَتِهِ وَكَذِبهَا لَهُ : فَالْمُرَاد بِهِ فِي إِظْهَار الْوُدّ ، وَالْوَعْد بِمَا لَا يَلْزَم ، وَنَحْو ذَلِكَ ؛ فَأَمَّا الْمُخَادَعَة فِي مَنْع مَا عَلَيْهِ أَوْ عَلَيْهَا , أَوْ أَخْذ مَا لَيْسَ لَهُ أَوْ لَهَا : فَهُوَ حَرَام بِإِجْمَاعِ الْمُسْلِمِينَ . وَاَللَّه أَعْلَم
Artinya: Adapun bohongnya suami pada istri dan bohongnya istri pada suami maka yang dimaksud adalah dalam menampakkan rasa sayang, dan berjanji yang tidak wajib, dan yang semacam itu. Adapun berbohong suami karena tidak bisa memenuhi kewajibannya atau bohongnya istri karena meninggalkan kewajibannya atau mengambil hak yang bukan milik suami atau istri maka itu haram menurut kesepakatan ulama (ijmak).
Disimpulkan, bersifat jujur adalah wajib bagi seorang muslim. Karena itu, bohong atau berkata dusta adalah haram. Namun demikian, dalam situasi tertentu bohong dibolehkan (ditolerir).
Misalnya, dalam keadaan terpaksa. Atau dalam beberapa situasi yang di mana berbohong justru akan membawa kebaikan dibanding kalau berkata jujur. Seperti untuk menyenangkan istri dengan mengatakan masakannya enak, walaupun sebenarnya tidak enak.
Sedangkan dikaitkan dengan situasi di negara, menyampaikan sesuatu dengan hal yang tidak sebenarnya, seperti yang halal ataupun haram, maka hal itu sudah diperingatkan Allah dalam firman-Nya. Karena ini adalah merugikan kemaslahatan bersama. []