BPBD Perkirakan Terjadinya Gempa 8,9 dan Diikuti Tsunami dan Megatrush Mentawai

ARASYNEWS.COM, PADANG – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatra Barat (Sumbar), melalui Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Sumbar, Rumainur menyampaikan bahwa BPBD telah memperkirakan, jika gempa dahsyat magnitudo 8,9 diikuti tsunami terjadi di megatrush Mentawai.

Disebutkannya, ada sekitar satu juta jiwa di tujuh kabupaten dan kota di Sumbar terdampak tsunami ini.

Meskipun angka tersebut tergolong tinggi, Rumainur mengklaim jumlah tersebut bisa ditekan jika dibanding pada tahun 2005 yang diperkirakan mencapai 1,3 juta jiwa.

“Jika dibandingkan tahun 2005 silam, risiko masyarakat terancam jadi korban terdampak gempa bumi dan tsunami itu sebesar 1,3 juta, sementara tahun ini satu juta jiwa. Artinya, dengan adanya edukasi, sosialisasi, simulasi gedung-gedung shelter dan adanya jalur evakuasi yang dibangun dengan perhitungan tertentu, maka risiko masyarakat yang terancam jadi berkurang,” kata Rumainur dalam Informasinya, Ahad (7/3/2021).

“Angka korban terdampak jika peristiwa tak diinginkan tersebut terjadi bisa ditekan, meskipun belum signifikan. Masyarakat sudah banyak diberikan pemahaman tentang mitigasi kebencanaan,” sebut Rumainur.

“Faktor pengurangan terbesar itu ada pada peringatan Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional (HKBN) yang diperingati pada tanggal 26 April setiap tahunnya,” kata dia.

“Pada saat itu, kami meminta instansi pemerintah dan swasta berpartisipasi hanya dalam satu hari dengan durasi waktu antara 30 menit hingga satu jam untuk hal sederhana,” kata dia.

Pada peringatan HKBN itu, disebutkan Rumainur, BPBD selalu melibatkan sebanyak-banyaknya orang agar informasi dan pemahaman tentang mitigasi bencana terakomodir dan bisa langsung dipraktikkan jika benar-benar terjadi.

“Simulasi kebencanaan seperti evakuasi dilakukan pada HKBN di setiap instansi pemerintahan dan swasta. Ini agar mereka lebih mengenal kantornya dengan skenario yang sama. Misalnya, Kota Padang dengan ancamannya rata-rata gempa bumi dan tsunami, seluruhnya bergerak dengan skenario sederhana, yaitu terjadinya gempa bumi dengan tsunami, mereka di posisi kantor mereka masing-masing ke mana mereka menyelamatkan diri. Jika kantornya baru dan kuat, cukup naik saja ke atasnya, kalau kantornya dekat dengan pantai, tentu mereka harus tahu jalur evakuasi, hal itu dilakukan oleh seluruh yang ada di kantor tersebut,” terangnya.

“Pasca gempa bumi dengan magnitudo 7,6 yang terjadi di Sumbar pada tahun 2009 silam, gedung yang kembali dibangun telah memiliki aturan khusus yang lebih kuat dari sebelumnya,” sebut dia.

“Gedung baru biasanya lebih ramah terhadap gempa, paling tidak masyarakat setempat bisa memanfaatkan, yang paling kecil adalah orang yang ada di gedung itu bisa memanfaatkan gedung mereka di tempat bekerja. Jika gedung yang memiliki shelter dan tempat evakuasi ditambah dan masyarakatnya diberi edukasi yang lebih, angka (korban terdampak) tersebut diyakini akan semakin turun,” sebutnya.

“Saat ini masyarakat telah banyak yang sadar tentang pentingnya untuk selalu waspada dan siap jika bencana gempa bumi dan tsunami terjadi di Sumbar,” ujarnya.

“Dalam artian pengetahuannya sudah ada, tetapi siap bukan berarti berhenti sampai di situ, pengetahuannya ditambah terus menerus,” pungkas Rumainur. []

You May Also Like