
ARASYNEWS.COM – Diperkirakan utang luar negeri Indonesia akan akan menjadi Rp7.000 triliun pada akhir tahun ini. Hal ini menjadi pertanyaan banyak pihak, karena nilainya yang terlalu besar ini hingga saat ini belum mampu mensejahterakan rakyat. Hal ini disampaikan Mantan Sekretaris Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Said Didu.
Said Didu mencatat saat sekarang yang ini utang Indonesia sudah Rp6.700 triliun. Utang ini terdiri dari utang BUMN ditambah utang pemerintah dan utang BI sudah mendekati sekitar Rp 13.000 triliun, atau sekitar 80 persen dari PDB Indonesia yang diperkirakan sekitar Rp18,000 triliun.
Menurutnya, angka itu sudah bertambah sekitar Rp4.000 triliun dari nilai utang yang tercatat pada 2014 silam yang sebesar Rp 2.700 triliun.
“Perkiraan saya, dengan tambahan utang Rp 4.000 triliun itu akan menciptakan pendapatan rakyat, pendapatan negara dari kegiatan indutri, jasa, sehingga negara bisa mendapat peningkatan,” kata Said Didu dalam wawancaranya bersama Hersubeno Arief, melalui siaran kanal Youtubenya, yang dikutip Rabu (6/10/2021).
Akan tetapi nyatanya, justru Said Didu melihat pemerintah mengeluarkan kebijakan baru terkait perpajakan yang justru membuat dompet rayat semakin kempis. Karena, DPR RI telah menyepakati kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) secara bertahap hingga 2025, yang dimulai tahun 2022 menjadi 11 persen.
Tentang ini, Said Didu menilai pemerintah telah kehabisan cara mencari solusi menyiasati pembayaran utang yang sudah menggelembung. Yakni, dengan membebankan rakyat lewat pembayaran pajak.
Maka dari itu, pengamat kebijakan publik ini menyimpulkan kebijakan utang pemerintah tidak lagi berdampak pada pertumbuhan kegiatan ekonomi dan pembukaan lapangan kerja, tetapi justru semakin menyengsarakan rakyat di masa pandemi Covid-19 yang masih belum mereda sekarang ini.
“Utang pemerintah ini tidak menyebabkan peningkatan ekonomi, industri perluasan lapangan kerja. Terus utang ini dipakai untuk apa? Justru yang kita lihat pengangguran bertambah, dan industri bahkan perekonomian tidak tumbuh, meskipun diklaim pemerintah terjadi pertumbuhan, akan tetapi kenyataannya tidak,” tukasnya. []