ARASYNEWS.COM – Baru-baru ini ramai orang tua membawa anaknya ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) di Jakarta untuk berobat. Dikabarkan yang dilakukan pihak rumah sakit adalah mencuci darah akibat ada gangguan pada ginjal.
Disebutkan, sebelum divonis gangguan ginjal, kebanyakan dari anak-anak yang dirawat di rumah sakit rujukan nasional ini banyak mengonsumsi minuman berpemanis dalam kemasan.
Dokter spesialis anak RSCM, Eka Laksmi Hidayati, dalam keterangannya mengungkapkan, pada Kamis kemarin ada puluhan anak yang harus menjalani tindakan cuci darah secara rutin di RSCM. Ini terbagi atas 30 anak menjalani hemodialisis dan 30 anak lainnya menjalani dialisis. Namun, Eka menegaskan, jumlah ini bukan suatu lonjakan kasus.
”Mengenai jumlahnya banyak itu adalah karena RSCM ini memang rumah sakit rujukan dan pengampu pelayanan uronefrologi. Jadi, memang banyak kami mendapat rujukan, bahkan dari luar Jakarta, dan bahkan dari luar Pulau Jawa yang datang ke sini,” kata Eka di RSCM, Jakarta, Kamis (25/7/2024) kemarin.
Adapun pengertian hemodialisis adalah metode cuci darah dengan mengeluarkan seluruh darah ke luar tubuh melalui mesin dialyzer yang bertindak sebagai ginjal buatan untuk membersihkan dan mengembalikan darah kembali ke tubuh. Sementara dialisis adalah metode cuci darah di dalam tubuh dengan memberikan cairan pembersih yang bertugas menyaring darah melalui selang kateter.
Selain itu, kata dia, ada pula anak-anak penyintas dari kasus cemaran obat pada 2022 lalu, dan tak sedikit pula yang mengalami gangguan ginjal karena gaya hidup buruk.
”Memang gaya hidup itu berpengaruhnya ke obesitas yang merupakan risiko untuk terjadi penurunan fungsi ginjal. Tentu tidak secara langsung, ya. Sekarang banyak makanan yang gulanya tinggi dan garamnya tinggi. Kalau garamnya tinggi, itu juga berhubungan dengan hipertensi,” ucapnya.
Dari penjelasan Eka, penyebab gangguan ginjal pada anak di RSCM paling banyak disebabkan oleh kelainan fungsi ginjal sejak lahir.
Terapi cuci darah atau dialisis, disebutkan juga, tidak hanya ditemukan pada usia dewasa, tetapi juga anak-anak. Adanya kelainan bawaan menjadi penyebab terbesar terjadinya gangguan ginjal kronis pada anak yang akhirnya membutuhkan terapi cuci darah.
Hanya saja, sampai saat ini belum ada data nasional tentang kejadian gangguan ginjal kronis pada anak. Namun, mengutip data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada 2017, setidaknya ada 212 anak di 14 rumah sakit pendidikan dengan konsultan nefrologi anak yang mengalami gagal ginjal dan menjalani terapi pengganti ginjal.
Angka kematian anak-anak dengan gagal ginjal tersebut mencapai 23,6 persen. Risiko kematian pada anak dengan gangguan ginjal kronis stadium akhir (gagal ginjal) 30 kali kali lebih tinggi dibandingkan dengan anak pada populasi umum.
Disisi lain, Ketua Umum IDAI Piprim Basarah Yanuarso mengatakan, gaya hidup modern perlu diperhatikan oleh orangtua. Dikarenakan gaya hidup modern turut meningkatkan risiko gangguan ginjal kronis pada anak.
Anak-anak diharapkan bisa meningkatkan aktivitas fisik dan olahraga. Konsumsi air putih juga harus diperhatikan agar anak tetap terhidrasi. Asupan air putih yang kurang berpengaruh pula pada kondisi kesehatan ginjal. []