ARASYNEWS.COM – Provinsi Riau salah satu tempat wisata yang terkenal hingga ke dunia adalah ombak Bono di sungai Kampar, kabupaten Indragiri Hilir. Ombak yang menggulung yang terdapat di sungai ini menjadi daya tarik wisatawan. Bono sendiri dalam bahasa masyarakat setempat berarti berani.
Fenomena ombak besar dengan ketinggian 4-5 meter biasanya hadir setiap tahun pada bulan Oktober hingga bulan Desember. Dan waktu-waktu inilah banyak para peselancar daei berbagai dunia yang mencoba nyali berselancar di sungai dengan jarak puluhan kilometer.
Ombak ini bergerak dari muara di desa Pulau Muda menuju desa Teluk Meranti dan Tanjung Mentangor. Jarak yang ditempuh bono ini adalah sejauh 50-60 kilometer menyisir sepanjang daerah aliran sungai (DAS) dengan kecepatan rata-rata 40 km per jam. Semakin menjauh dari muara, maka tinggi ombak akan semakin mengecil tak lebih dari 70 sentimeter hingga 1 meter.
Uniknya, ombak besar ini mengalir berlawanan dengan arus sungai. Tak seperti ombak besar di laut, ombak bono bisa mencapai panjang 200 meter hingga 2 kilometer mengikuti lebar sungai. Sedangkan sungai Kampar sendiri memiliki panjang sekitar 413 kilometer dengan hulu di Kabupaten Lima Puluh Kota (Sumatra Barat) dan bermuara di Selat Malaka.
Selain fenomena alam yang menarik ini, ternyata ada kisah mistis dibalik ombak Bono yang telah berabad-abad terjadi ini. Hingga kini sebagian besar masyarakat yang berdiam di sekitar Sungai Kampar meyakini bahwa dibalik ombak Bono yang sudah melegenda itu ada sosok tujuh hantu.
Menurut kisah Sentadu Gunung Laut yang merupakan cerita masyarakat Melayu lama, ombak bono terjadi karena perwujudan tujuh hantu yang sering menghancurkan sampan maupun kapal yang melintasi Sungai Kampar.
Tujuh hantu itu diwujudkan dalam bentuk tujuh jenis gulungan ombak mulai dari gulungan ombak terbesar di bagian depan diikuti enam gulungan ombak di belakangnya dengan tinggi ombak lebih kecil.
Ombak besar ini sangat ditakuti masyarakat sehingga untuk melewatinya harus diadakan semah, semacam upacara di waktu pagi atau siang hari dipimpin tetua adat setempat dengan maksud agar selamat saat berhadapan dengan ombak bono.
Masih dari kisah yang sama, ombak bono juga dijadikan ajang uji nyali bagi setiap pendekar Melayu pesisir untuk meningkatkan keahlian bertarung mereka pada zaman dahulu.
Menurut Guntur Adhi Rahmawan, peneliti lingkungan pesisir dari Balai Penelitian dan Pengembangan Kelautan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), adanya pertemuan tiga arus di mulut muara, yaitu dari Sungai Kampar, Selat Malaka, dan Laut China Selatan, telah menciptakan tidal bore bernama bono.
Gelombang dari Selat Malaka dan Laut China Selatan akan menerobos ke muara sungai. Saat melewati celah yang makin menyempit dan dangkal dari DAS Kampar, arus akan semakin cepat dan terjadi benturan besar karena bertemu aliran sungai sehingga terjadi turbulensi dan menghasilkan ombak besar setinggi 4-5 meter mirip gelombang tsunami disertai dentuman keras. Bono akan terus menerjang sepanjang DAS selama sekitar dua jam dan makin melemah ketika jalur sungainya membelok.
Gelombang bono memiliki kecenderungan destruktif karena menyebabkan erosi di wilayah sempadan Sungai Kampar serta air yang melimpah ke daratan tak jarang merendam permukiman warga hingga setinggi satu meter. Bukan itu saja, gelombang besar bono bisa menyebabkan perahu nelayan terbalik.
Fenomena bono tidak terjadi setiap hari di Sungai Kampar. Bono hanya muncul ketika terjadi bulan purnama (full moon) di penanggalan 12-16 hijriyah atau tahun sistem kalender arab.
Kita dapat menyaksikan ombak besar bono pada Oktober hingga Desember ketika puncak musim hujan saat debit air Sungai Kampar sedang tinggi. Tapi selain itu, ombak bono juga dapat kita saksikan pada Februari hingga Maret.
Ombak bono tak sekadar memberi efek destruktif semata tetapi juga telah menjadi salah satu ikon pariwisata Provinsi Riau. Sejak 2013, Pemerintah Kabupaten Pelalawan melirik bono sebagai potensi pariwisata, khususnya bagi turis dengan minat khusus seperti para peselancar. Bahkan pemerintah setempat secara rutin menggelar event tahunan, International Bono Surfing Festival serta Bekudo Bono.
Bagi kita yang tak memiliki hobi berselancar, bukan berarti tak bisa menikmati deru gulungan ombak bono ini. Seperti juga masyarakat setempat, kita juga bisa menyaksikan fenomena alam ini di Desa Teluk Meranti dekat muara Sungai Serkap (anak Sungai Kampar) atau di Desa Pulau Muda.
Di kedua desa ini biasanya masyarakat akan mendaki beberapa bukit kecil agar bisa melihat ombak bono yang datang bergulung-gulung menuju daratan di sekitar.
Untuk menuju ke lokasi bono Sungai Kampar kita bisa melakukan perjalanan darat selama empat jam dari Pekanbaru menuju arah Timur. Kemudian perjalanan dilanjutkan menggunakan kapal cepat (speedboat) menuju Desa Teluk Meranti atau Desa Pulau Muda. []