Notaris Terlibat Kredit Fiktif Bank BNI 46 di Pekanbaru

ARASYNEWS.COM, PEKANBARU – Kredit fiktif di Bank Negara Indonesia (BNI) 46 Pekanbaru telah merugikan negara. Kerugian mencapai puluhan miliar rupiah.

BNI mencairkan kredit atas penambahan plafon kredit investasi Refinancing yang diajukan debitur PT Barito Riau Jaya kepada PT BNI Pekanbaru puluhan miliar rupiah yang terjadi pada tahun 2008.

Dan pengembangan terbaru, kini kejaksaan negeri Pekanbaru juga telah menetapkan sebagai tersangka Notaris Dewi Farni Djafar. Ia diduga membantu memenuhi syarat permohonan dan pencairan kredit.

“Tersangka Dewi Farni Djafar kami tahan dan titipkan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Pekanbaru,” sebut Plt. Kepala Kejari Pekanbaru Martinus Hasibuan dikutip dari antara, Selasa (11/10).

Diterangkan Martinus, ini bermula dengan adanya tindak pidana korupsi dalam proses pemberian Kredit Refinancing kepada Debitur PT BRJ sebesar Rp 17 miliar pada 2007, dan Rp 23 miliar pada 2008.

“Dewi berperan membuat atau menandatangani cover note yang isinya tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Hal ini merupakan perbuatan melawan hukum,” kata dia.

“Akibat hal tersebut akhirnya PT BNI SKC Pekanbaru mengabulkan permohonan kredit tersebut yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 22.650.000.000,” kata Martinus.

Atas perbuatannya itu, tersangka Dewi Farni Djafar dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal (3) Jo Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Jo Pasal 56 ayat (1) KUHP.

Dalam kasus yang merugikan negara sekitar Rp 37 miliar ini, enam tersangka telah divonis bersalah. Di antaranya, Esron Natitupulu sebagai Direktur Utama PT BRJ, tiga pegawai BNI Atok Yudianto, ABC Manurung, dan Dedi Syahputra.

Selain itu kasus ini juga menjerat dua mantan pimpinan wilayah BNI Wilayah 02, yaitu Mulyawarman dan Ahmad Fauzi. Kredit ini diajukan secara bertahap, yaitu tahun 2007 Rp 17 miliar dan tahun 2008 sebesar Rp 23 miliar.

Kasus ini bermula sewaktu Direktur PT BRJ, Esron Napitupulu, mengajukan kredit Rp 40 miliar ke BNI 46 Cabang Pekanbaru. Sebagai agunan, Esron melampirkan beberapa surat tanah di Kabupaten Kampar, Pelalawan dan Kuantan Singingi (Kuansing).

Tanpa tinjauan di lapangan, pegawai BNI bernama Atok, Dedi Syahputra dan AB Manurung menyetujui kredit. Hasil penyelidikan, sebagian tanah yang diagunkan bahkan tidak ada.

Dalam pengembangan kasus ini, terungkap kredit yang diajukan Esron bukan untuk perkebunan sawit. Uang itu digunakannya membangun klinik kecantikan, membeli beberapa rumah dan toko serta berhektar tanah di daerah Riau. []

You May Also Like