Mahasiswa Biologi FMIPA Unri Inovasi Gulma Eceng Gondok

ARASYNEWS.COM, PEKANBARU – Mahasiswa program studi Biologi FMIPA Universitas Riau (Unri) berhasil menghadirkan inovasi yang mengagumkan dalam program kreativitas mahasiswa bidang kewirausahaan (PKM-K) yang diselenggarakan oleh Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek),

Mahasiswa/i ini memperkenalkan Eco-Cigar, yakni sebuah rokok kretek yang berbahan baku daun gulma Eichornia crassipes dan teh hijau.

Mereka adalah Muhammad Thomas Sapta, Rendy Reynata, Vina Ardhiani, Siti Nurhaliza, dan Nia Nabila Utami.

Keberhasilan ini juga tak lepas dari bimbingan seorang dosen yang kompeten yakni Dr Ninik Nihayatul Wahibah M.Si.

Muhammad Thomas Sapta selaku Ketua Tim Eco-Cigar, mengatakan, proyek ini adalah sebagai bentuk keprihatinan akan perubahan fungsi hutan menjadi hutan tanaman industri (HTI) akibat penggunaan tembakau dalam industri rokok kretek.

“Kami bersemangat dan berkomitmen menghadirkan produk yang inovatif, mengembangkan Eco-Cigar,” kata Thomas, Jum’at (12/7).

“Salah satu alasan utama dibalik proyek Eco-Cigar ini sebagai bentuk keprihatinan akan perubahan fungsi hutan menjadi hutan tanaman industri akibat penggunaan tembakau dalam industri rokok kretek, sehingga diperlukan inovasi bahan baku yang lebih ramah lingkungan, seperti daun eceng gondok,” terang Thomas.

Diterangkannya, eceng gondok umumnya dianggap sebagai gulma dan dianggap tidak memiliki nilai ekonomis untuk dimanfaatkan. Namun, tim PKM-K Eco-Cigar telah mengubahnya menjadi sesuatu yang berharga.

Eceng gondok, kata Thomas, diketahui memiliki kandungan serat selulosa yang sangat berpotensi sebagai bahan baku pembuatan rokok kretek dan berpotensi mensubstitusi tembakau yang umum digunakan dalam pembuatan rokok kretek.

Dengan demikian, proyek ini memiliki dampak positif pada keberlanjutan lingkungan dan juga membuka peluang ekonomi baru dalam pengolahan gulma.

“Saat kami memulai proyek ini, banyak yang meragukan bahwa eceng gondok bisa menjadi bahan baku rokok kretek. Namun, kami yakin bahwa setiap bahan memiliki potensi jika ditangani dengan benar,” ungkap Thomas.

“Eco-Cigar adalah bukti bahwa dedikasi, kerja keras, dan semangat inovasi dapat mengubah gulma menjadi sesuatu yang bermanfaat,” ujar Muhammad Thomas Sapta.

Dalam penjelasannya, tahapan dalam pembuatan Eco-Cigar melibatkan proses yang cermat dan teliti. Tim melakukan persiapan bahan baku daun eceng gondok. Kemudian, daun eceng gondok dicuci, dirajang dan dikeringkan menggunakan oven.

Setelah itu, eceng gondok yang telah kering digerus kasar menggunakan lumpang dan alu dengan perbandingan 1:1 antara daun eceng gondok dan daun teh hijau, kemudian dilakukan tahap pelintingan dan quality control terhadap hasil pelintingan.

Selanjutnya tahap pengemasan dan dilakukan pemasaran. Rokok kretek “Eco-Cigar” dijual dan dikemas dalam 3 varian, yaitu per-slop isi 10 bungkus dengan harga Rp 200.000. Perbungkus isi 12 batang dengan harga Rp 20.000, dan dijual perbatangnya seharga 2.000.

Pemakai akan merasakan rasa yang alami, ramah lingkungan karena bebas plastic dan bobot yang ringan membuat Eco-Cigar menjadi pilihan yang baik bagi konsumen yang peduli akan lingkungan.

Tim PKM-K Eco-Cigar berharap bahwa Eco-Cigar adalah awal dari banyak inovasi berkelanjutan yang akan mereka bawa untuk lingkungan.

Tim juga akan terus berusaha untuk melakukan pengembangan lebih lanjut dari produk ini, baik dari segi metode produksi maupun varian rokok kretek berbahan daun eceng gondok itu sendiri.

Eco-Cigar adalah bukti bahwa semangat kolaboratif, kreativitas, dan visi bersama dapat menciptakan inovasi yang mengubah dunia.

“Mari bersama-sama merayakan pencapaian luar biasa dari Tim PKM-K Biologi Universitas Riau dan mendukung Eco-Cigar dalam perjalanannya untuk merubah dunia,” ajak ketua tim Eco-Cigar. []

You May Also Like