Yan Prana Jaya Didakwa Rugikan Negara Rp2,8 Miliar, Ia Resah dan Kerap Geleng-geleng Kepala

ARASYNEWS.COM, PEKANBARU – Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau nonaktif, Yan Prana Jaya Indra Rasyid, menjalani proses persidangan perdana kasus dugaan korupsi anggaran rutin di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Siak.

Persidangan digelar secara virtual di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Kamis (18/3/2021).

Majelis hakim yang diketuai Lilin Harlina, dan didampingi hakim anggota Irwan dan Darlina.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) berada di pengadilan sedangkan Yan Prana berada di Rutan Klas I Pekanbaru.

Sidang dengan agenda membacakan dakwaan. Selama persidangan dari layar monitor yang terpasang di ruang sidang.

Yan Prana didakwa merugikan negara Rp2,8 miliar atas korupsi anggaran rutin di Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Siak.

Sidang mengagendakan pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Hendri Junaidi dan Himawan Putra dan kawan-kawan.

JPU yang juga berada di pengadilan, dalam dakwaannya menyebutkan, dugaan terjadi di Kantor Badan Perencanaan Pembangunan, Komplek Perkantoran Tanjung Agung, Mempura Kabupaten Siak, Kabupaten Siak sekitar Januari 2013-2017.

Dugaan korupsi dilakukan Yan Prana Jaya selaku Bappeda Kabupaten Siak bersama-sama Donna Fitria (perkaranya diajukan dalam berkas perkara terpisah), bersama-sama pula dengan Ade Kusendang dan Erita.

Perbuatan dilakukan berlanjut secara melawan hukum.

Ada tiga dana kegiatan yang diduga dikelola secara melawan hukum di masa Yan Prana menjabat Kepala Bappeda Kabupaten Siak.

Kegiatan itu adalah menggunakan anggaran perjalanan dinas pada Bappeda Kabupaten Siak Tahun Anggaran (TA) 2013 – TA 2017, mengelola anggaran atas kegiatan pegadaan alat tulis kantor (ATK) pada Bappeda Kabupaten Siak TA 2015 sampai dengan TA 2017 danmelakukan pengelolaan anggaran makan minum pada Bappeda Kabupaten Siak TA 2013 – 2017.

“Terdakwa melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Memperkaya terdakwa sebesar Rp.2.896.349.844,37 sebagai mana laporan hasil audit Inspektorat Kota Pekanbaru,” ujar JPU.

Atas perjalanan anggaran dinas 2013-2017, terdakwa melakukan pemotongan anggaran sebesar 10 persen. Realisasi anggaran 2013, sebesar Rp2.757.426.500, anggaran 2014 sebesar Rp 4.860.007.800, anggaran 2015 Rp. 3.518.677.750, anggaran 2016 Rp Rp. 1.958.718.000, dan anggaran 2017 Rp 2.473.280.300.

“Totalnya Rp 15.658.110.350,” kata JPU.

Terdakwa Yan Prana, mengarahkan Donna Fitria selaku bendahara pengeluaran melakukan pemotongan anggaran perjalanan dinas Bappeda Kabupaten Siak tahun anggaran 2013 sampai dengan Maret 2017 pada saat pencairan anggaran SPPD setiap pelaksana kegiatan.

Besaran pemotongan berdasarkan total penerimaan yang terdapat didalam Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) perjalanan Dinas dipotong sebesar 10 persen uang yang diterima Pelaksana Kegiatan tidak sesuai dengan Tanda Terima biaya perjalanan Dinas yang ditandatangani oleh masing-masing pelaksana yang melakukan perjalanan dinas.

Mekanisme pemotongan anggaran perjalanan dinas tersebut adalah setiap pencairan SPPD dilakukan pemotongan 10 persen. Uang itu dikumpulkan dan disimpan Donna Fitria. Setelah dicatat, uang diserahkan kepada Yan Prana. secara bertahap sesuai dengan permintaannya.

Terkait pemotongan uang itu, pernah disampaikan Yan Prana dalam rapat. Saat itu, ada pegawai yang mempertanyakan kenapa harus ada pemotongan, dan dijawab Yan Prana untuk kebutuhan operasional.

Yan Prana kembali mempertanyakan, apakah setuju adanya pemotongan 10 persen tapi peserta rapat tidak ada lagi yang menanggapinya. Akhirnya Yan Prana menutup rapat.

Atas perbuatannya, Yan Prana dijerat dengan Pasal 2 ayat (1), jo Pasal 3, Pasal 10 huruf (b), Pasal Pasal 12 huruf (f) Undang-undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Selama disampaikannya pembacaan dakwaan oleh JPU, Yan Prana yang berada di Rutan Klas I Pekanbaru terlihat berulang kali menggelengkan kepalanya. Sesekali ia terlihat resah dan kerap gelisah di tempat duduknya.

Ketika majelis hakim mempertanyakan, apakah Yan Prana menerima dakwaan tersebut, ia menyangkal keberatan.

Yan Prana menyatakan akan menyampai eksepsi atau keberatan atas dakwaan jaksa pada persidangan selanjutnya.

“Keberatan dengan yang disampaikan Kejaksaan. Saya melakukan eksepsi karena yang disampaikan tidak benar. Saya tahu persis tentang apa yang terjadi. Jadi itu tidak benar,” disampaikan Yan Prana.

Usai pembacaan dakwaan, Yan Prana melalui tim penasehat hukumnya meminta agar dihadirkan langsung di pengadilan untuk mengikuti sidang.

“Mohon pada persidangan selanjutnya, majelis hakim memanggil terdakwa untuk hadir langsung di persidangan,” pinta tim penasehat hukum Yan Prana yang diwakili Irwan S Tanjung.

Mendengarkan permintaan itu, majelis hakim tidak langsung mengabulkan. Meski begitu, hakim ketua Lilin Herlina menyatakan jika terdakwa hadir langsung akan lebih jelas.

“Jika Penuntut Umum siap menghadirkan (langsung) di pengadilan, kami siap. Biar lebih lancar,” kata Lilin.

Terkait permintaan itu, JPU dari Kejaksaan Tinggi Riau, Himawan Syahputra, belum bisa memberikan komentar.

Majelis hakim menunda persidangan pada Kamis, 25 Maret 2021.

“Kami persilahkan terdakwa dan penasehat hukum menyiapkan eksepsi untuk disampaikan pada persidangan pekan depan,” tutur Lilin.

[]

You May Also Like