ARASYNEWS.COM, MEDAN – Puluhan jurnalis melakukan aksi protes di depan kantor Walikota Medan, Kamis (15/4/2021). Ini dilakukan atas apa yang dialami dua orang jurnalis yang ingin mewawancarai Walikota Medan Bobby Afif Nasution.
Dalam unjuk rasa, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan Liston Damanik mengatakan, pengusiran dua orang jurnalis ini dilakukan oknum Satpol-PP dan anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) untuk mewawancarai menantu Presiden Joko Widodo itu.
“Dua jurnalis ini memang bertugas di Pemkot Medan. Mereka diusir saat akan mewawancarai Bobby Nasution. Ini adalah puncak dari keresahan jurnalis di Medan yang selama ini merasakan kesulitan dalam mengakses informasi, terutama saat ingin mewawancarai Bobby Nasution,” kata Liston di depan kantor Walikota Medan, Kamis (15/4), dilansir dari media di Medan.
Ia menjelaskan, pekerjaan jurnalis adalah pekerja publik yang bekerja dilindungi oleh Undang-Undang Pers No 40 Tahun 1999. Menurut Liston, menghalangi kerja jurnalis berarti melawan undang-undang.
“Pekerjaan jurnalis adalah pekerjaan publik karena masyarakat perlu tahu informasi kinerja Pemkot Medan. Kami berharap Wali Kota Medan mewakili anak buahnya meminta maaf terhadap jurnalis se-Kota Medan. Dua rekan kami yang disakiti. Kami semua merasa tersakiti,” kata Liston.
Salah satu jurnalis yang menjadi korban pengusiran bernama Rehtin Hani Ritonga, mengatakan, pengusiran itu dialaminya Rabu (14/4) sore.
“Dari awal menunggu kami sudah didatangi Satpol-PP, terus ditanya dari mana, mau ngapain. Terus oknum itu bilang enggak boleh harus izin dahulu, harus ada jadwal. Kami jawab hanya sebentar saja enggak lebih dari dua menit,” katanya.
Diterangkan Hani, oknum Satpol-PP tersebut mendapat arahan dari Paspampres untuk mengusir mereka.
“Setelah ada perdebatan di antara kami dengan petugas Satpol-PP, dia masuk lagi. Di situ saat kami sedang menunggu sudah seperti dipantau. Beberapa kali tim keamanan lihat kami,” ceritanya.
Tak lama berselang, kedua jurnalis itu mengetahui Bobby Nasution akan keluar dari kantornya. Mereka kemudian mencoba berusaha menunggu di dekat mobil dinas Walikota Medan itu guna mewawancarainya.
“Kami mendekat ke mobil itu, dimarahin (Paspampres) jangan di sini enggak boleh. Sana-sana jangan di sini. Di situ ada Satpol PP, polisi, dan Paspampres. Terus Paspampres datang kami cekcok,” diceritakannya.
Hingga unjuk rasa selesai dan para jurnalis membubarkan diri, Bobby maupun Wakil Walikota Aulia Rachman juga tidak muncul di lokasi.
Sementara itu, Kepala Bagian Humas Sekretariat Daerah Kota (Setdako) Medan Arrahman Pane membantah adanya intimidasi dan pelarangan peliputan oleh aparat keamanan terhadap dua orang jurnalis yang melakukan peliputan Walikota Medan Bobby Nasution.
“Sebenarnya, permasalahan ini hanya miskomunikasi saja, kesalahpahaman saja. Kita selalu terbuka dengan media. Kemarin ada dua rekan wartawan yang ingin wawancara langsung dengan Bapak Walikota,” kata Kabag Humas Setdako Medan Arrahman Pane saat dikonfirmasi menanggapi aksi protes yang dilakukan puluhan wartawan.
“Seharusnya, mereka bisa koordinasi dengan kita. Apalagi kita saat itu berada di kantor. Kita selama ini selalu terbuka untuk rekan-rekan wartawan,” lanjut Arrahman Pane.
Dikatakannya juga, Walikota Bobby selama ini tidak pernah melarang untuk diliput dan diwawancarai oleh jurnalis ketika berada di lapangan.
Selanjutnya, mengenai masalah pengamanan, Arrahman menjelaskan, itu ada batas-batasnya dan selama inipun baik petugas Satpol PP, petugas kepolisian yang berjaga di Kantor Walikota serta Paspampres tidak pernah melakukan pelarangan untuk meliput kegiatan Walikota, termasuk wawancara.
“Selama ini mereka tidak pernah melarang wartawan untuk pergi saat melakukan peliputan. Jadi ini murni miskomunikasi saja. Yang pasti, Bapak Walikota selalu terbuka dan ingin selalu mendekatkan diri dengan kawan-kawan wartawan,” jelasnya.
Dijelaskannya juga, Paspampres dalam melakukan pengamanan juga tidak ada yang berlebihan.
Dan terkait yang terjadi, adalah karena Walikota Bobby memiliki agenda lain yang harus dikejar dan terburu-buru ke lokasi, sehingga miskomunikasi terjadi adanya keterbatasan pertanyaan wartawan. []