
ARASYNEWS.COM – Lebaran sangat identik dengan kegiatan mudik dan silaturahmi. Hal ini sebagai salah satu ibadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Artinya: “Barangsiapa yang ingin diluaskan rizkinya dan ditambah umurnya, maka hendaklah melakukan silaturrahmi“. [Sahih Abu Daud (1486), sahih Adabul Mufrad (56) Sahih Muslim bab Al Birru Wassilah hadits ke 20]
Silaturrahmi yang hakiki bukanlah menyambung hubungan baik terhadap orang-orang yang telah berbuat baik terhadap kita. Namun, silaturrahmi yang sebenarnya ialah menyambung hubungan dengan orang-orang yang telah memutuskan tali silaturahmi dengan kita.
Dari Abdullah bin Amr Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ الْوَاصِلَ بِالْمُكَافِئِ وَلَكِنَّ الْوَاصِلَ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا
Artinya: “Sesungguhnya bukanlah orang yang menyambung silaturahmi adalah orang yang membalas kebaikan, namun orang yang menyambung silaturahmi adalah orang yang menyambung hubungan dengan orang yang telah memutuskan silaturahmi” [Sahih Adabul Mufrad]
Kaum muslimin di Indonesia lakukan mudik sebagai ajang bersilaturahmi dengan orang tua dan keluarga di kampung. Akan tetapi sebagian diantaranya ada yang malahan menjadi ajang pamer, memperlihatkan kepada orang sejumlah barang apa yang dibawa pulang. Yang lebih parahnya lagi adalah dengan berhutang untuk dapat memperlihatkan barang-barang tersebut di kampung.
Padahal yang benar tradisi mudik lebaran dalam tinjauan Islam adalah bersilaturahmi dan saling bermaafan.
Tidak ada dalam ajaran Islam baik dalam Al-Qur’an maupun As Sunnah tentang perintah mudik setelah menjalankan ibadah Ramadhan. Dan perlu digaris bawahi adalah untuk silaturahmi dapat dilakukan kapan saja sesuai dengan kondisi.
Apabila yang dimaksud mudik lebaran sebagai bentuk kegiatan untuk memanfaatkan momentum dan kesempatan untuk menjernihkan suasana keruh dan hubungan yang retak sementara tidak ada kesempatan yang baik kecuali hanya waktu lebaran maka demikian itu boleh-boleh saja namun bila sudah menjadi suatu yang lazim dan dipaksakan serta diyakini sebagai bentuk kebiasaan yang memiliki kaitan dengan ajaran Islam atau disebut dengan istilah tradisi Islami maka demikian itu bisa menjadi bidah dan menciptakan tradisi yang batil dalam ajaran Islam. Sebab seluruh macam tradisi dan kebiasaan yang tidak bersandar pada petunjuk syariat merupakan perkara bidah dan tertolak sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
Artinya: “Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, patuh dan taat walaupun dipimpin budak habasyi, karena siapa yang masih hidup dari kalian maka akan melihat perselisihan yang banyak. Maka berpegang teguhlah kepada sunnahku dan sunnah para Khulafaur Rasyidin yang memberi petunjuk, berpegang teguhlah kepadanya dan gigitlah dengan gigi geraham kalian. Waspadalah terhadap perkara-perkara baru (bid’ah) karena setiap perkara yang baru adalah bid’ah dan setiap yang bid’ah adalah sesat“. [Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah].
Silaturahmi yang Sesuai Dengan Sunnah
Makna silaturahmi secara bahasa adalah dari lafadz rahmah yang berarti lembut dan kasih sayang. Abu Ishak berkata: “Dikatakan paling dekat rahimnya adalah orang yang paling dekat kasih sayangnya dan paling dekat hubungan kekerabatannya”.[Lihat Lisanul Arab (5/174) bab Dzal wa Ra’]
Imam Al Allamah Ar Raghib Al Asfahani pernah berkata bahwa Ar Rahim berasal dari rahmah yang berarti lembut yang memberi konsekuensinya berbuat baik kepada orang yang disayangi.[Lihat Mufradatul Qur;an Hal 346].
Oleh sebab itu silaturrahmi merupakan bentuk hubungan dekat antara bapak dan anaknya atau seseorang dengan kerabatnya dengan kasih saying yang dekat, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ
Artinya: “Dan bertakwalah kepada Allah, yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain dan peliharalah hubungan silaturahim“. [QS. an Nisa: 1]
Silaturahmi dan berbuat baik kepada orang tua dan sanak kerabat merupakan urusan yang sangat penting, kewajiban yang sangat agung, dan amal salih yang memiliki kedudukan mulia dalam agama Islam serta merupakan aktifitas ibadah yang sangat mulia dan berpahala besar sehingga banyak sekali nash baik dari Al-Qur’an dan Sunnah yang memberi motivasi untuk silaturahmi dan mengancam bagi siapa saja yang memutuskannya dengan ancaman berat. Allah Azza wa Jalla berfirman :
الَّذِينَ يَنْقُضُونَ عَهْدَ اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi“. [QS. al Baqarah: 27]
Ayat ini terkandung anjuran agar setiap muslim melakukan silaturrahmi dengan kerabat dan sanak famili. Abu Ja’far Ibnu Jarir At Thabary berkata:
“Pada ayat di atas Allah menganjurkan agar menyambung hubungan dengan sanak kerabat dan orang yang mempunyai hubungan rahim dan tidak memutuskannya”. [Lihat Tafsir Ath Thabary juz 1/144. dan tafsir Ibnu Katsir Juz 1/ 83]
Oleh sebab itu, hendaknya setiap muslim hendaknya melakukan silaturrahmi dengan sanak kerabat baik dengan saudara laki-laki dan saudara perempuan baik sekandung maupun hanya saudara sebapak atau seibu, atau sepersusuan, semuanya hendaklah saling menyayangi, menghormati dan menyambung hubungan hubungan kerabat baik pada saat berdekatan maupun berjauhan.
Dari Aisyah Radhiyallahu anhuma bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الرَّحِمُ شَجْنَةٌ مِنَ اللهِ مَنْ وَصَلَهَا وَصَلَهُ اللهُ وَمَنْ قَطَعَهَا قَطَعَهُ اللهُ
Artinya: “Rahim adalah syajnah (bagian dari limpahan rahmat) dari Allah, barangsiapa yang menyambungnya maka Allah akan menyambungnya dan barangsiapa yang memutuskannya maka Allah akan memutuskannya“. [Lihat Syarah Adabul Mufrad karya Husain Ibnu Uwadah Al Awayasyah. Juz 1/72. Dan lihat Silsilah hadits sahihah no (925) , Adabul Mufrad no (55) dan sahih Musdlim bab Al Birru wa Silah hadits ke 17 [
Hubungan persaudaraan khususnya antara saudara laki-laki dan saudara perempuan memiliki sentuhan yang sangat unik yaitu sentuhan batin yang sangat lembut serta kesetiaan yang sangat dalam dan semakin hari semakin bertambah subur walaupun berjauhan jarak tempatnya.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ خَلَقَ الْخَلْقَ حَتَّى إِذَا فَرَغَ مِنْهُ قَامَتْ الرَّحِمُ قَالَتْ هَذَا مَقَامُ الْعَائِذِ بِكَ مِنْ الْقَطِيعَةِ قَالَ نَعَمْ أَمَا تَرْضَيْنَ أَنْ أَصِلَ مَنْ وَصَلَكِ وَأَقْطَعَ مَنْ قَطَعَكِ قَالَتْ بَلَى يَا رَبِّ قَالَ فَذَاكِ لَكِ
Artinya: “Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk dan setelah usai darinya maka rahim berdiri lalu berkata: Ini adalah tempat orang berlindung dari pemutusan silaturrahmi. Maka Allah berfirman: Ya. Bukankah kamu merasa senang Aku akan menyambung hubungan dengan orang yang menyambungmu dan memutuskan hubungan dengan orang memutuskan denganmu? Ia menjawab: Ya. Allah berfirman: Demikian itu menjadi hakmu“.[HR Imam Bukhari dalam sahihnya dalam kitabut tafsir (4830) dan Imam Muslim dalam kitabul Birri 6465]
Barangsiapa yang memutuskan hubungan silaturrahmi tanpa alasan syar’i maka berhak mendapatkan sanksi berat dan kutukan dari Allah serta diancam tidak masuk surga. Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَالَّذِينَ يَنْقُضُونَ عَهْدَ اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ ۙ أُولَٰئِكَ لَهُمُ اللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوءُ الدَّارِ
Artinya: “Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi. Orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam)“. [QS. ar-Ra’d: 25].
Dari Jubair bin Muth’im bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعُ رَحِمٍ
Artinya: “Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan hubungan kerabat.”.[HR Imam Bukhari dalam sahihnya dalam kitabul Adad bab Istmul Qathi’ (5984), Muslim dalam sahihnya kitabul birry bab Silaturrahim (6467) dan Abu Daud Dalam sunannya (1696)].
[]
Sumber. tausiyah Ustadz Abu Ahmad Zaenal Abidin Lc