Kisah Seram Lubang Tambang Mbah Soero, Ratusan Tengkorak Manusia Ditemukan

ARASYNEWS.COM, SAWAHLUNTO – Banyak ditemukan lubang bekas galian tambang di kota Sawahlunto. Akan tetapi hanya ada tiga lubang yang saat ini terbuka bagi umum.

Yang terkenal dan telah dibuka bagi umum sejak tahun 2007 adalah lubang tempat para orang rantai bekerja yang diberi nama Lubang Mbah Suro. Namun ada yang menyebut juga dengan Lubang Soegar karena lubang pertama di Sawahlunto tersebut berada di Lembah Soegar. Lubang tersebut memiliki lebar dua meter dengan ketinggian dua meter.

Selain itu, yang baru dibuka tahun 2019 adalah Lubang Sawah Luwung dan Lubang Lurah Sapan. Keduanya berada di Desa Rantih, Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto Sumatra Barat. Lubang-lubang tambang tersebut tergolong ‘baru’ karena mulai dikembangkan oleh PT Bukit Asam Tbk pada 1980-an.

Yang diceritakan kali ini adalah tentang Lubang Mbah Soero yang dibangun pertama kali pada zaman kolonial Belanda. Tempat ini merupakan bekas tambang batu bara yang mempunyai cerita sejarah panjang dan memiliki kisah seram dibalik adanya lobang tambang ini.

Lubang ini berada di pusat kota Sawahlunto, jalan Muhammad Yazid, Lembah Segar. Nama Mbah Soero diambil dari nama seorang pekerja tambang yang merupakan mandor saat dilakukannya penggalian. Para pekerja tambang sangat mengenalnya karena memiliki kedaulatan dan kekerasannya pada zaman dahulu.

Lubang Mbah Soero diyakini punya panjang puluhan kilometer. Namun, saat ini hanya 186 meter saja yang dibuka untuk wisata. Itu pun, sudah diberi fasilitas berupa lampu, besi untuk pegangan tangan, ventilasi udara dan tangga. Didalam lubang juga terdapat tulisan untuk mengenang cerita sejarah saat itu.

Sejak tahun 1898 sampai sekitar tahun 1930, lubang tersebut digunakan pemerintah kolonial Belanda untuk menambang batu bara.

Sangat banyak kisah para pribumi yang jadi penambang batu bara di Lubang Mbah Soero yang menjadi cerita menyeramkan. Pekerja tambang pada saat itu dikenal dengan sebutan orang rantai.

Orang rantai ini adalah pribumi yang membangkang dan tahanan politik yang bekerja menggali batu bara. Mereka dikerja secara paksa. Bahkan tidak hanya tahanan yang ada di penjara Sawahlunto, tahanan dari beberapa penjara lainnya seperti dari Hindia Belanda, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, dan Bali juga turut dibawa ke Sawahlunto untuk dijadikan orang rantai.

Mereka disebut sebagai orang rantai karena tangan, kaki, dan leher mereka pada saat bekerja menggali lubang untuk diambil batu bara selalu memakai rantai. Bahkan rantainya saling mengikat antara tahanan satu dengan yang lainnya.

Orang rantai ini menurut buku cerita di museum lubang Mbah Soero jumlahnya bisa ratusan yang diperlakukan dengan tidak manusiawi. Mereka bekerja siang malam dan tidak diberi makanan yang layak. Dan jika mau bertahan hidup, ya harus kerja terus.

Akibatnya, banyak pekerja tambang yang tewas di sana ketika sedang bekerja. Kemudian, mayatnya ditimbun begitu saja di dalam lubang. Beberapa malah diselipkan di dinding-dinding lubang galian tersebut.

Menurut cerita pemandu lubang Mbah Soero, dulu ketika Lubang Mbah Soero dibangun kembali sebagai objek wisata dan direnovasi, banyak ditemukan tengkorak-tengkorak. Dan itu diyakini adalah tengkorak-tengkorak dari mayat orang-orang rantai. Jumlah yang ditemukan mencapai ratusan yang tertimbun di dalam lubang Mbah Soero.

Bagi Anda yang penasaran, bisa langsung datang ke Lubang Mbah Soero dan menjelajahinya. Akan ada pemandu yang mendampingi dan memberikan cerita tentang lubang Mbah Soero ini.

Sebelum memasuki bekas lubang tambang ini, anda harus mengenakan peralatan keamanan seperti helm dan sepatu boot. Dan setelah mengelilingi lubang tambang, anda akan mendapat sertifikat yang disediakan. Untuk biaya, tidak lebih dari Rp 10 ribu. Dan perlu diingat, dilarang membawa korek gas ke dalam lubang tambang ini, karena bisa saja memicu timbulnya percikan api yang membahayakan.

Memasuki Lubang Mbah Soero, kesan lembab dan gelap sungguh terasa. Kisah kelam dan seram akan terasa di dalam lubang. Tapi tidak perlu khawatir, karena anda tidak akan lagi menemukan tengkorak bekas orang rantai zaman dahulu.

Akan tetapi, di dalam lubang, ada tempat-tempat yang tidak dapat diizinkan untuk memasukinya. Hal ini karena suhu udara dalam lubang lainnya yang lebih dalam lagi sangat kurang dan zat yang sangat berbahaya.

Untuk diketahui, kota Sawahlunto dikenal dengan nama kota tambang. Ada banyak hasil bumi seperti batu bara di daerah ini. Dan karena itu, di kota Sawahlunto ini anda tidak akan menemukan SPBU.

Kota Sawahlunto sudah dinobatkan menjadi salah satu kota tua terbaik di Indonesia. Warga di Kota Sawahlunto, tidak hanya berasal dari Minangkabau, namun ada juga warga yang bukan pribumi asli di antaranya, Jawa, Sunda dan keturunan Tionghoa.

Walau multietnik, namun warga di Kota Sawahlunto dapat hidup rukun, saling menghargai dan menghormati satu sama lainnya. Tak hanya itu, semua warga di Kota Sawahlunto juga ikut berperan aktif dalam menggali dan membangun potensi wisata sejarah yang ada.

Cikal Bakal terbentuknya Sawahlunto menjadi sebuah kota, tak lepas dari peran beberapa ahli geologi asal Belanda pada masa penjajahan. Berdasarkan catatan yang ada, Ir. C. De Groot Van Embden pada tahun 1858 mulai melakukan penelitian pertamanya di kota tersebut, dan pada tahun 1867 dilanjutkan oleh Ir. Willem Hendrik De Grave.

Willem pada masa itu, berhasil menemukan harta kekayaan di Sawahlunto, yakni Batu Bara. Sejak Ir. Willem Hendrik De Grave berhasil menemukan potensi batu bara, Pemerintah Hindia Belanda lantas mulai merencanakan penggalian hingga berencana membangun sejumlah sarana dan prasarana penunjang untuk tambang, termasuk juga beberapa bangunan yang diperuntukkan mempermudah eksploitasi batu bara yang ada di Sawahlunto.

Berdasarkan catatan sejarah yang ada, diperkirakan mulai tahun 1892, pemerintah Hindia Belanda mulai mengeksploitasi secara besar-besaran batu bara di Sawahlunto. Seiring dengan itu, Sawahlunto terus berkembang menjadi pusat kota yang ramai.

Tak hanya itu, untuk mempermudah membawa hasil tambang batu bara, Pemerintah Hindia Belanda pada masa itu, juga membangun jalur kereta api hingga ke Kota Padang. Dari Kota Padang, batu bara tersebut kemudian diangkut menggunakan Kapal melalui pelabuhan Teluk Bayur.

Dengan adanya jalur kereta api, dalam setahun, pemerintah Hindia Belanda mampu mengangkut ratusan ribu ton batu bara. Lahirnya Orang Rantai tak hanya meraup keuntungan dari batu bara, pemerintah Hindia Belanda kala itu juga membuat cacatan sejarah kelam di Sawahlunto, bahkan membekas hingga saat ini. []

You May Also Like