
ARASYNEWS.COM – Dalam kehidupan sehari-hari, sering terjadi orang memiliki utang namun tak mampu membayarkannya. Sehingga utang tersebut dialihkan kepada orang lain. Hal ini juga bisa terjadi pada negara yang pemerintah tidak mampu membayar utang sehingga dialihkan kepada masyarakat.
Utang yang dialihkan kepada pihak lain ini dalam Islam dikenal dengan istilah hawalah (Bahasa Arab: ﺣﻮٵﻟﻪ) bermakna mengalihkan atau memindahkan
Dasar hukum penerapan hawalah ini adalah Al-Qur’an, Hadits, Ijma, dan qiyas.
ا لنقل من محل الى محل
Artinya: “Pemindahan dari satu tempat ketempat lain”
- Al-Qur’an
a. QS. Al-Baqarah: 283
……. فَإِ ْن أَِم َن بَ ْع ُض ُكْم بَ ْع ًضا فَْليُ َؤِد الَّ ِذي ا ْؤتُِم َن أَ َمانَتَهُ َوْليَتَّ ِق ََّّللاَ َربَّهُ َوََل تَ ْكتُ ُموا ال َّش َهادَةَ َو َم ْن َي ْكتُ ْمَها فَإِنَّهُ َءاثِ ٌم قَْلبُهُ
َو ََّّللاُ بِ َما تَ ْعَملُو َن َعِليٌم
Artinya:
“…Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan per-saksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikan, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
b. QS. Al-Maidah: 1-2
يَاأَيُّ َها الَّ ِذي َن َءا َمنُوا أَْوفُوا بِاْلعُقُوِد…. ُُ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu…….”
…. َوتَعَاَونُوا َعلَى اْلبِ ِر َوالتَّْقَوى َوََل تَعَاَونُوا َعلَى اِْْلثِْم َواْلعُدْ َوا ِن َواتَّقُوا ََّّللاَ إِ َّن ََّّللاَ َشِديدُ اْل ِعقَا ِب
Artinya:
“………Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”.
c. QS. An-Nisa: 58
إِ َّن ََّّللاَ يَأْ ُمُر ُكْم أَ ْن تُ َؤدُّوا اْْلََمانَا ِت إِلَى أَ ْهِل َها…ا
Artinya:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, ……..”
- Hadits
ا اد اَل ما نة الى من ا نتمنك وَل تخن من خا نك )ر واه ابو داود و الترمزي و قال حد يث حسن
Artinya: “Tunaikanlah amanat itu kepada orang yang memberikan amanat ke-padamu dan jangan kamu meng-hianati orang yang menghianatimu”
Hawalah dibolehkan dengan sabda Rasulullah saw.
مطل الغنى ظلم فازا اتبع احد كم على ملي فليتبع
Artinya:
Penahanan (tidak membayar hutang) bagi orang yang mampu adalah suatu kedhaliman. Dan apabila piutang seseorang dari pada kalian di serahkan kepada orang yang mampu, hendaklah ia menerima serahan itu. (Muttafaqah alaih)
Dalam hadis tersebut di perintahkan oleh Rasulullah saw. apabila seseorang yang berhutang mengatur supaya hutangnya itu di bayar oleh orang lain yang mampu, maka pihak yang memberikan piutang hendaklah menerima pemindahan piutang itu.
Berdasarkan kepada dhahir Hadis tersebut, maka kebanyakan fuqaha Hanabilah, Ibnu Jarir, Abu Tsaur dan Dhahiriyah menyatakan wajib hukumnya pihak yang berpiutang menerima pemindahan piutang. Tetapi jumhur fuqaha, mengartikan perintah Nabi tersebut sebagai Istihbab.
- Ijma
Para ulama telah berkonsensus akan keabsahan Hiwalah karena ia merupakan proses pemindahan hutang dan bukan barang. - Qiyas
Menurut methologi usul fiqhi Hiwalah dapat di analogikan dengan Al-Kafalah
Sedangkan pengertian hawalah menurut istilah, para ulama berbeda pendapat dalam mendifinisikan, akan tetapi pada dasarnya sama saja.
Dikutip dalam buku Akad Hawalah: Fikih Pengalihan Utang ditulis oleh Ustaz Syafri M Noor menjelaskan, ulama hanafi menjelaskan halawah adalah perpindahan utang dari seseorang ke orang lain. Hanya saja, para ulama hanafiah tidak sepakat dalam memaknai konsep perpindahan utangnya.
Sedangkan ulama Maliki menjelaskan hawalah adalah perpindahan utang dari seseorang ke orang lain dengan nilai yang sama dan orang yang berutang terbebas dari tanggungan untuk membayar utangnya.
Sedangkan, menurut ulama Syafi’i, Halawah merupakan akad yang bertujuan untuk memindahkan suatu utang, dari tanggung jawab (satu pihak) menjadi tanggung jawab pihak lain.
Dan Hanbali berpendapat Hawalah adalah perpindahan utang dari tanggung jawab muhil kepada tanggung jawab muhal alaihi.
Mayoritas ulama juga menerangkan bahwa akad hawalah menyebabkan pembayaran utang tidak lagi ditanggung oleh pengutang (Muhil), akan tetapi tanggungannya sudah berpindah penuh seratus persen ke orang yang menerima pengalihan hutang (Muhal Alaihi).
Dalam Al-Qur’an melakukan halawah berdasarkan Surah Al-Maidah ayat 2,
ۘ وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksa-Nya.:
Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala memerintahkan kepada hamba-Nya untuk melakukan kebajikan dalam bentuk apapun dan perkara hawalah merupakan salah satu bentuk kebajikan.
Karena menunda-nunda pembayaran utang dari orang yang mampu membayarnya adalah perbuatan zalim. Dan apabila (utang) salah seorang dari kamu dipindahkan penagihannya kepada orang lain yang mampu, hendaklah ia menerima.” (HR. Ahmad dan Abi Syaibah)
Ketika orang meminjamkan hartanya kepada orang lain, dan ternyata orang yang berutang tersebut tidak mampu untuk membayar, maka bukan berarti harta tersebut akan lenyap begitu saja.
Dengan adanya akad hawalah ini, syariat islam memberikan solusi agar harta dari orang yang meminjamkan itu bisa kembali lagi ke tangannya, yaitu lewat perantara orang ketiga yang akan menanggung dan membayarkan hutang itu.
Dengan adanya akad hawalah ini, maka syariat islam memberikan peluang kepada orang yang mempunyai kemampuan finansial untuk membantu dua pihak yakni orang yang berutang (Muhil). Orang yang mempunyai utang akan terbantu oleh pihak ketiga (Muhal ’alaihi) yang akan menanggung hutangnya, karena melalui akad hawalah ini, maka yang tadinya mempunyai utang, berubah seakan menjadi tidak punya utang lagi.
Begitu halnya dengan pihak ketiga (muhal ’alaihi), yang tadinya tidak mempunyai hutang kepada pihak pertama (Muhal), tapi melalui akad hawalah ini, maka dia jadi harus menaggung hutangnya pihak kedua (Muhil).
Selain itu ada tiga hukum bagi seorang muslim melaksanakan hawalah, yakni
Pertama, hawalah berhukum wajib, menurut pendapat yang masyhur dalam madzhab hambali dan dhahiriyah, ketika orang yang mempunyai utang mengalihkan utangnya kepada orang lain, maka wajib hukumnya bagi orang yang mempunyai piutang tersebut untuk menerima akad pengalihan utangnya (hawalah). Hal ini berdasarkan pada sabda nabi yang berbunyi: ”hendaklah menerima” dimaknai sebagai perintah yang wajib dilaksanakan.
Kedua, mustahab. Kebanyakan ulama hanafiah, malikiah dan syafiiah menyatakan bahwa hukum menerima pengalihan utang ke orang lain adalah mustahab.
Dalam madzhab syafii dan selainnya dinyatakan bahwa jika utangnya dialihkan kepada orang yang mampu membayarkannya, maka dianjurkan kepada orang yang mampu tersebut untuk menerimanya. Dan para ulama tersebut memahami perintah dalam hadits tentang pengalihan utang sebagai anjuran saja (tidak sampai wajib), karena hal tersebut termasuk mempermudah urusannya orang yang sedang kesusahan.
Ketiga, hukumnya boleh. Menurut pendapat ulama hanafiah, sebagian ulama malikiah dan syafiiah menganggap bahwa menerima hawalah dari orang yang berutang kepadanya adalah diperbolehkan, boleh untuk menerima, boleh juga untuk tidak menerima.
Pendapat yang benar adalah perintah tersebut bersifat kebolehan, dan hadits tersebut merupakan dalil atas dibolehkannya secara syariat mengalihkan utang. []