Hukum Islam Tentang Menikah Dalam Kondisi Hamil

ARASYNEWS.COM – Menikah dalam Islam ada ketentuan yang harus dilakukan. Salah satunya adalah tentang kondisi bagi perempuan atau wanita yang dalam keadaan hamil.

Ada pendapat bahwa wanita hamil sebetulnya bisa menikah. Ini disampaikan dalam hadits berikut.

عَنْ هُرَيْرَةَ قَالَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ ، وَلِلْعَاهِرِ الْحَجَرُ.

Artinya: “Dari Abu Hurairah ra (diriwayatkan), Nabi saw bersabda: anak itu milik pemilik ranjang, dan bagi pelacur adalah batu (hukuman rajam).” (HR Al-Bukhari).

Dalam hal ini ada berbagai kondisi yang membuat seorang perempuan menikah saat hamil. Pertama, wanita yang diceraikan oleh mantan suaminya dalam keadaan hamil. Kedua, wanita yang belum menikah dan melakukan hubungan seksual hingga hamil.

Tetapi dalam Islam, kondisi diperbolehkan dan tidak diperbolehkan ini bisa memiliki hukum yang berbeda.

Menurut Ustadz Ammi Nur Baits, wanita yang diceraikan oleh mantan suaminya dalam keadaan hamil harus menunggu masa iddahnya untuk dapat menikah kembali. Masa iddah untuk wanita hamil adalah ketika ia melahirkan.

Hal itu dijelaskan dalam QS. At-Thalaq: 4

وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ

Artinya: “Para wanita hamil, masa iddahnya sampai mereka melahirkan,” (QS. At-Thalaq: 4)

Penjelasan yang disimpulkan dari ini yakni bila wanita yang menikah pada masa iddah maka pernikahannya termasuk terlarang dan statusnya batal.

وَلَا تَعْزِمُوا عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ

Artinya: “Dan janganlah kamu berazam (bertekad) untuk melakukan akad nikah, sampai masa iddah telah habis.” (QS. Al Baqarah: 235).

Lebih lanjut, Al-Fairuz Abadzi asy-Syafii menyebutkan

ولا يجوز نكاح المعتدة من غيره لقوله تعالى (ولا تعزموا عقدة النكاح حتى يبلغ الكتاب أجله) ولان العدة وجبت لحفظ النسب، فلو جوزنا فيها النكاح اختلط النسب وبطل المقصود

Artinya: “Tidak boleh menikahi wanita yang menjalani masa ‘iddah setelah berpisah dari suaminya, berdasarkan firman Allah pada ayat di atas, dan mengingat adanya masa ‘iddah adalah untuk menjaga nasab.”

Jika kita membolehkan nikah pada masa tersebut, tentu akan bercampurlah nasab dan tujuan nikah pun menjadi sia-sia.” (al-Muhadzab beserta syarh, 16:240).

Bila wanita yang diceraikan oleh mantan suaminya dan belum jatuh talak tiga, maka keduanya memiliki hak untuk rujuk. Ketentuan rujuk ini hanya berlaku ketika wanita belum melahirkan janinnya.

Dalam kasus ini, istilah yang digunakan bukan menikah tetapi rujuk. Sebab selama wanita masih menjalani masa iddah, dia masih memiliki hak untuk rujuk tanpa harus melalui akad nikah kembali.

Hukum ini berbeda ketika wanita telah melahirkan janinnya meskipun mantan suami belum menjatuhkan talak tiga. Dalam kasus ini, keduanya tidak memiliki hak rujuk dan hanya bisa kembali dengan akad nikah ulang. Artinya harus ada akad nikah baru, wali, saksi, dan suami wajib memberi mahar.

Bila cerai yang dijatuhkan mantan suami telah talak tiga. Maka keduanya tidak punya hak rujuk dan menikah kembali. Wanita harus menjalani masa iddah di tempat terpisah dengan suaminya sampai dia melahirkan.

Setelah melahirkan, dia menjadi wanita tanpa suami sehingga boleh menerima lamaran pernikahan dari pria lain. []

Source. Kemenag.

You May Also Like