BPK Riau Temukan Banyak Gedung Tanpa IMB Berdiri di Kota Pekanbaru

ARASYNEWS.COM, PEKANBARU – Badan Pengawasan Keuangan (BPK) Perwakilan Riau menemukan banyak gedung tanpa IMB berdiri di kota Pekanbaru.

Dalam hasil pemeriksaan hasil BPK Riau, hal ini akibat lemahnya sistem intern dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Selain itu juga ditemukan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundangan dalam pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Kota Pekanbaru tahun 2020 dengan pokok-pokok temuan. Opini BPK tidak dimodifikasi sehubungan dengan hal tersebut.

BPK bahkan menekankan pada catatan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) atas Laporan Keuangan Pemerintah Kota Pekanbaru yang menjelaskan bahwa dengan ketersediaan Kas di Kas Daerah pada Neraca per 31 Desember 2020 sebesar Rp 2.336.383.929,64.

Disebutkan catatan BPK Pemerintah Kota Pekanbaru akan mengalami kesulitan dalam melakukan pembayaran utang belanja utang jangka pendek lainnya sebesar Rp 301.317.625,29 jika tidak melakukan rasionalisasi anggaran belanja di TA 2021.

Data ini adalah hasil pemeriksaan atas laporan keuangan kota Pekanbaru tahun 2020.

Sebagaimana diketahui, salah satu sumber pendapatan daerah berasal dari retribusi izin mendirikan bangunan dan reklame.

Permasalahan yang didapat diantaranya Wajib Retribusi belum membayar IMB dan terdapat potensi retribusi IMB. Hasil wawancara BPK dengan kabid pelayanan Perjanjian dan Non Perjanjian A DPMPTSP diketahui bahwa pemberitahuan terkait diberikannya Ijin Pelaksanaan (IP) disampaikan melalui pesan singkat SMS gateway ke nomor telepon yang tertera diberkas pemohon.

Disisi lain, DPMPTSP hanya mengirimkan satu kali pemberitahuan berupa SM, apabila pemohon sudah menerima pemeritahuan melalui SMS, pemohon akan datang kembali ke DPMPTSP untuk mengetahui jumlah retribusi yang harus dibayar dan membayarkan retribusi tersebut ke bank dengan tujuan nomor rekening bendahara penerimaan Dinas PUPR. IP dan SKRD akan diterbitkan setelah DPMPTSP menerima bukti setoran bank dari pemohon.

Dari uji petik pemeriksaan BPK menunjukan bahwa terdapat sembilan bangunan yang melakukan proses pembangunan dan bahkan sudah ada selesai dibangun, namun tanpa dilengkapi IMB yang sudah selesai diproses (tanpa IP dan SKRD). Selain itu terdapat dua bangunan yang persyaratannya belum lengkap, namun pembangunannya sudah selesai.

Kabid Pelayanan Perijinan dan non Perijinan A DPMPTSP dan Sekretaris tim teknis/TAGB dinas PUPR menjelaskan bahwa belum ada aturan yang jelas mengenai siapa yang mengawas terkait pelaksanaan pembangunan dilapangan.

Perda Retribusi IMB Nomor 7 tahun 2012 dibuat sebelum adanya perubahan SOTK Pemerintah kota Pekanbaru. Perda tersebut belum diperbarui yang mengakibatkan ketidakjelasan penanggung jawab yang melakukan pengawasan lapangan atas kelengkapan IMB dalam pelaksanaan pembangunan.

Dalam keterangan Dosen Pascasarjana Universitas Nasional Jakarta Dr. Andi Yusran, menyebutkan, terkait permasalahan IMB ini dia mengatakan temuan BPK itu diduga karena adanya peralihan tugas didalam pengawasan IMB yang semula oleh PUPR beralih ke DPMPTSP.

“Maka seharusnya yang melakukan pengawasan terhadap IMB ialah DPMPTSP selaku OPD yang mengeluarkan IMB dengan berkoordinasi dengan OPD terkait,” kata Andi saat dikonfirmasi awak media.

“Salah satu yang membuat lemahnya pengawasan terhadap IMB adalah ketika perizinan itu sudah tidak di PUPR lagi dan beralih ke DPMPTSP, sementara DPMPTSP tidak melakukan pengawasan, idealnya siapa yang mengeluarkan perizinan maka sepatutnya lembaga atau OPD tersebut yang melakukan pengawasan dengan berkordinasi secara teknis dengan OPD,” ulas Andi Yusran.

Di Tegaskan oleh Andi seharusnya siapa saja yang ingin mendirikan bangunan harus mengantongi izin IMB sari Walikota, jika tidak mengantongi izin, hendaknya ditindak oleh Pemerintah kota pekanbaru

“Siapapun yang hendak mendirikan bangunan wajib memiliki izin yang dikeluarkan oleh walikota. Tanpa itu maka walikota wajib menindaknya,” sebut dia.

Selain adanya permasalahan pada tahap pengurusan IMB hingga ditemukannya bangunan yang sudah selesai namun tidak memiliki IMB. BPK juga menemukan terdapat denda keterlambatan pembayaran retribusi IMB.

Berdasarkan kondisi terebut, BPK menilai tidak sesuai dengan peraturan Daerah kota Pekanbaru nomor 7 tahun 2012 tentang retribusi izin mendirikan bangunan yang terdapat pada pasal 9 ayat (1), pasal 81 ayat (1), pasal 84 ayat (2), Pasal 85 ayat (1) dan Ayat (2), pasal 94 Ayat (3), pasal 105 ayat (1), dan Pasal 106 Ayat (4).

Dan Peraturan Walikota Pekanbaru nomor 260 Tahun 2017 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi, Serta Tata Kerja Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu kota Pekanbaru, Bagian Keenam Bidang Penyelenggara pelayanan Perizinan dan non Perizinan A yakni pada pasal 25 ayat (2) huruf F dan huruf g.

Juga peraturan Walikota Pekanbaru nomor 94 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi, Serta Tata Kerja Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu kota Pekanbaru, bagian ke Tujuh bidang tata Ruang. Yakni pada Pasal 30 ayat (2) Huurf f, pasal 34 ayat (2) huruf b, c, e, dan f.

Berdasarkan dasar hukum tersebut, BPK menemukan adanya potensi kekurangan pendapatan retribusi IMB, kekurangan pendapatan retribusi IMB, kekurangan pendapatan denda atas bangunan yang didirikan sebelum keluarnya IMB.

BPK juga menilai IMB tidak menjadi alat pengawasan pembangunan gedung di Kota Pekanbaru yang disebabkan lemahnya koordinasi antara DPMPTSP dan Dinas PUPR dalam pengelolaan retribusi. Dinas PUPR tidak Optimal dalam melakukan pengawasan dan penertiban pembangunan gedung di Kota Pekanbaru

Untuk diketahui, Pemerintah kota Pekanbaru menyajikan realisasi pendapatan retribusi Daerah pada Laporan Realisasi Anggaran tahun 2020 senilai Rp. 161.605.065.483,00 dan Rp. 30.537.020,40. Dari realisasi tersebut diantaranya senilai Rp. 10.946.504.688,00 atau 11,76% dari anggaran senilai Rp.93.064.062.770,00 merupakan Pendapatan Retribusi Ijin mendirikan bangunan (IMB). []

You May Also Like